Koperasi Hijau: Mengenalkan Petani, Nelayan dan Peternak Pentingnya Mitigasi Perubahan Iklim
Yayasan Rumah Energi (YRE) membentuk Koperasi Hijau di daerah pedesaan
Yayasan Rumah Energi (YRE) membentuk Koperasi Hijau di daerah pedesaan
Koperasi Hijau: Mengenalkan Petani, Nelayan dan Peternak Pentingnya Mitigasi Perubahan Iklim
Yayasan Rumah Energi (YRE) membentuk Koperasi Hijau. Tujuannya, untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Hal ini dianggap penting untuk dilakukan di kawasan rural seperti perdesaan dan pesisir. Sebab masyarakat di kawasan rural seperti petani, peternak, dan nelayan menjadi yang paling terdampak dari krisis iklim.
Gerakan Koperasi Hijau yang memusatkan perhatian pada upaya transisi energi dengan sendirinya akan membuka peluang pekerjaan ramah lingkungan atau Green Jobs di kawasan tersebut.
Manajer Komunikasi Yayasan Rumah Energi, Fauzan Ramadhan, mengatakan, koperasi dengan anggotanya bergerak di akar rumput. Utamanya area rural.
Koperasi Hijau dicetuskan untuk mengarusutamakan konsep hijau yang identik dengan ramah lingkungan, berkelanjutan, dalam lingkup kelembagaan koperasi di Indonesia.
“Singkatnya, YRE percaya bahwa koperasi merupakan lembaga yang dekat dengan masyarakat dan dapat menjadi kendaraan untuk memobilisasi pembiayaan untuk aksi iklim,” ujar Fauzan.
Fauzan menambahkan, konsep koperasi hijau pada dasarnya dihadirkan untuk menggerakkan peran koperasi dalam pembiayaan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Studi YRE menunjukkan koperasi memiliki kemampuan untuk menyalurkan pembiayaan perubahan iklim.
Oleh karena itu, narasi koperasi hijau perlu didorong secara khusus untuk memberikan stimulus kepada koperasi bahwa sektor hijau tidak hanya berorientasi pada lingkungan hidup, tetapi juga menguntungkan dari segi bisnis.
“Secara prinsip, koperasi hijau dan sektor kerja hijau (Green Jobs) bisa berjalan bersamaan dan bahkan saling melengkapi,” tambah Fauzan.
Sementara Ridwan Arif, Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia, mengatakan, peluang pertumbuhan Green Jobs berpotensi tinggi di daerah rural.
Salah satu upayanya adalah membangun pembangkit desentralisasi sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada, baik PLTS, PLTB maupun PLTMH.
Semua proses pembangunan pembangkit di daerah rural hingga operasional dan perawatan melibatkan masyarakat desa setempat.
Transisi energi, menurut Ridwan, perlu diiringi peningkatan kapasitas SDM di wilayah rural agar pembangunan bisa berkelanjutan.
Kata dia, selain sektor energi tentunya terdapat sektor-sektor lain yang berpotensi menjadi Green Jobs. Misalnya, sektor agrikultur, sektor perikanan dan kelautan, serta pariwisata.
“Jika seluruh desa wisata tersebut dapat menerapkan wisata yang ramah lingkungan, tentunya akan menciptakan Green Jobs yang besar,” jelas Ridwan.
Hasil riset yang telah dilakukan Koaksi Indonesia pada 2022 dalam studi yang berjudul Green Jobs & Potensinya dalam Transisi Energi di Indonesia menemukan potensi penciptaan lapangan pekerjaan di sektor energi.
Sementara berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), sektor energi terbarukan memiliki potensi menciptakan lapangan kerja langsung sekitar 432 ribu tenaga teknik pada 2030 dan 1,12 juta tenaga teknik pada 2050.
Di daerah rural, YRE menggagas Koperasi Hijau untuk pembiayaan pengadaan biogas komunal dan per rumah tangga.
Selain bagian dari pengolahan limbah kotoran ternak, dengan biogas, rumah tangga petani dan peternak bisa menghemat gas LPG untuk memasak dan memperoleh keuntungan dari pemanfaatan ampas biogas (bioslurry) untuk pupuk tanaman.
“Dengan pembangunan biogas, kelompok tukang dan pengawas konstruksi biogas hadir. Yayasan Rumah Energi sejauh ini telah memberikan pelatihan secara teknis kepada 1.570 orang untuk pembangunan biogas hingga akhir 2023,” ujar Ridwan.
“Tenaga terlatih kemudian dapat dilibatkan dalam proses konstruksi maupun pemeliharaan biogas,” jelas Danastri Widoningtyas, Program Officer Program Biogas Rumah Indonesia Yayasan Rumah Energi,” tambah Ridwan.
Menurut Koaksi Indonesia, pemanfaatan biogas tentunya menjadi salah satu pendukung dalam pertumbuhan Green Jobs karena biogas merupakan salah satu praktik Integrated Farming System (IFS) atau sistem pertanian terpadu yang mengupayakan terciptanya sirkular ekonomi.
“Bahan baku biogas banyak berasal dari produk samping (by product) baik dari proses pertanian maupun peternakan,” jelas Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia Ridwan Arif.
Melalui Program Biogas Rumah, atau kerap disebut Program BIRU, YRE melakukan pendekatan dan pendampingan kepada koperasi untuk menjadi mitra penggulir dana pinjaman pembangunan biogas bagi para anggotanya.
Sampai dengan akhir 2023, ada sekitar 25 koperasi yang menjadi mitra pinjaman sekaligus mitra konstruksi biogas yang memiliki tukang dan/atau teknisi biogas terlatih.
Penyedia biaya pinjaman dalam konteks ini beragam, ada yang berasal dari dana hibah melalui program kerja sama, dana bergulir dari lembaga penyedia pinjaman, dan tak jarang yang berasal dari dana koperasi itu sendiri.
Walaupun sudah ada contoh nyata praktik mobilisasi pendanaan aksi mitigasi iklim dengan biogas oleh koperasi, saat ini belum ada payung hukum yang bisa menjadi acuan bersama untuk menjalankan Koperasi Hijau.
Padahal, keberadaan regulasi bisa menjadi koridor yang jelas dalam pengelolaan Koperasi Hijau untuk meminimalisasi praktik-praktik yang melanggar hukum.
Selain hambatan kebijakan dan peraturan, problem dalam pengelolaan Koperasi Hijau juga tidak sedikit.
Beberapa di antaranya masalah lanskap pembiayaan yang kompleks, kapasitas koperasi yang terbatas, biaya transaksi yang tinggi, serta kolaborasi jaringan yang terbatas.
“Payung hukum dibutuhkan dalam mengakselerasi pengarusutamaan perubahan iklim di dalam kelembagaan koperasi maupun praktik bisnis yang dijalankannya. Walaupun pada praktiknya selama ini penerapan Koperasi Hijau tetap bisa berjalan di akar rumput,” ungkap Fauzan Ramadhan, Manajer Komunikasi Yayasan Rumah Energi.
“Tujuan jangka panjang kami adalah 100 koperasi terbesar di Indonesia dapat memobilisasi pembiayaan dan sumber daya nonfinansial untuk aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” tutup Fauzan.