Cara Unik Mengenalkan Masyarakat Agar Melek Perubahan Iklim
Mereka ingin masyarakat di pedesaan juga peduli tentang lingkungan
Mereka ingin masyarakat di pedesaan juga peduli tentang lingkungan
Cara Unik Mengenalkan Masyarakat Agar Melek Perubahan Iklim
Koaksi Indonesia bersama Humanis dan beberapa koalisi masyarakat sipil menggelar diskusi menyambut peluncuran film ‘Climate Witness’.
Diskus tersebut bertajuk Ekspresi Aksi Iklim Bersama Masyarakat Urban di Jakarta. Direktur Program Koaksi Indonesia, Verena Puspawardani menjelaskan Koaksi Indonesia sudah dua kali memproduksi film ‘Climate Witness’.
Keduanya mengisahkan aksi iklim lokal di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Proses pembuatan film ini, menurut Verena, Humanis bertindak sebagai produser eksekutif, sementara Koaksi Indonesia sebagai produser pelaksana.
Film ini juga didukung oleh Koalisi Sipil, Koalisi Adaptasi, Koalisi Kopi, serta Koalisi Pangan Baik.
“Tahun lalu, film ini diputar di 40 titik seluruh Indonesia, Climate Witness berbasis aksi iklim lokal, yang akhirnya menjadi pemantik untuk kampanye bersama,” jelas Verena.
Acara yang digelar di bilangan Semanggi ini turut mengundang empat narasumber di antaranya Vera Nofita, Ketua Bank Sampah Gunung Emas; Muhammad Maulana Malikul Ikram, Direktur Riset dan Pengembangan PT Biops Agrotekno Indonesia; Syifa Fauziyyah, Sustainability Manager Teens Go Green Indonesia; serta Ridwan Arif, Koordinator Program VCA Koalisi Sipil, Koaksi Indonesia.
Ridwan Arif menjelaskan Program VCA (Voices for just Climate Action) terdapat di 7 negara, yaitu Bolivia, Paraguai, Brazil, Tunisia, Kenya, Zambia, serta Indonesia.
Koaksi Indonesia tergabung dalam aliansi ini dengan diketuai oleh Yayasan Humanis. Ridwan menjelaskan, VCA memiliki beberapa program berupa pengembangan kapasitas, membangun narasi bersama, dan memperkuat masyarakat sipil untuk memengaruhi kebijakan.
Ridwan menyampaikan film ‘Climate Witness’ akan disebarluaskan tidak hanya di NTT, tetapi di wilayah-wilayah lain di Indonesia.
“Harapannya kisah-kisah ini dapat membangkitkan semangat nasional dari tingkat tapak. Film ini jadi pemantik semangat wilayah lain di Indonesia, kita kemas untuk bahan advokasi kebijakan terkait iklim di tingkat lokal dan nasional,” ujar Ridwan.
Ridwan mengatakan, masyarakat mempunyai peran besar terkait permasalahan iklim dan lingkungan. Sebab setiap orang memiliki ekosistemnya sendiri yang harus dirawat. Urban dan rural berbeda, dampaknya pun berbeda-beda.
Melengkapi semangat aksi iklim di NTT, Vera Nofita mengisahkan perjalanan Bank Sampah Gunung Emas, peraih penghargaan bank sampah terbaik nasional 2023 dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar.
Vera Nofita mengatakan, Bank Sampah Gunung Emas sejak 2014 melakukan aksi iklim dengan mengedukasi masyarakat khususnya ibu rumah tangga untuk peduli lingkungan dengan memilah sampah.
Menurut Vera, pendekatan yang dilakukan mulai dari memberdayakan ibu rumah tangga di lingkup RT, RW, sekolah, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat. “
Awalnya, saya mengajak para perempuan, ibu rumah tangga, tidak bekerja, namun tetap bisa produktif dengan menghasilkan uang dari sampah. Sebagian besar golongan berpenghasilan Rp50 ribu per minggu, saya dorong mereka untuk bisa menabung, menabung sampah,” ujar Vera.
Vera memaparkan tujuan aksinya adalah membuka pola pikir khususnya para perempuan, menurutnya untuk mengatur hidup maka kelolalah sampah.
“Penghasilan mitra bank sampah ada yang mencapai Rp2 juta per bulan, mengenai aturan, pemerintah sudah hadir melalui beberapa kebijakan, peraturan tersebut bahkan spesifik mengatur pengelolaan dan pemilahan sampah rumah tangga,” kata Vera.
Syifa Fauziyyah, perwakilan Teens Go Green Indonesia menyampaikan, organisasi anak muda yang berdiri pada 2007 ini awalnya diinisiasi oleh beberapa pihak, NGO dan pemerintah, bersama anak-anak SMA.
“Anak-anak muda ini awalnya diajak untuk mengenal alam, baru masuk ke masalah-masalah terkait lingkungan, kita belajar untuk mencari solusi baru melakukan aksi langsung,” kata Syifa.
Kemudian, Syifa mengatakan, untuk Jakarta saja, tiap wilayah punya permasalahan masing-masing, dia memberi contoh Jakarta Utara berpotensi mengalami banjir rob, di Jakarta Timur masalahnya berbeda lagi.
“Meski begitu masalah utama adalah sampah, masalah pilah sampah sangat krusial dan berdampak pada terjadinya banjir,“ ujar Syifa.