Cerita Duka Keluarga Penumpang dan Kru Pesawat Ethiopian Airlines
Kelompok pelayat di lingkungan kota Kaliti adalah kerabat dan teman Elisabeth Minwyelet, salah satu dari delapan kru pesawat Ethiopia Airlines yang tewas dalam kecelakaan pesawat pada Minggu (10/3) pagi.
Sekitar 50 orang duduk dalam keheningan dan menegangkan di bawah tenda putih di luar rumah di pinggiran selatan ibukota Ethiopia, Addis Ababa.
Para perempuan berpakaian hitam sebagai tanda perkabungan, sementara para pria menggunakan pakaian berwarna putih.
-
Kapan pesawat Thai Airways 311 jatuh? Pesawat ini melakukan penerbangan pertamanya pada 2 Oktober 1987. Awalnya beroperasi dalam maskapai Kanada Wardair dengan registrasi C-FGWD, Wardair lalu diakuisisi oleh Canadian Airlines International pada tahun 1989 dan operasi mereka terkonsolidasi dan terintegrasi di bawah panji Canadian Airlines.
-
Kapan AirAsia QZ8501 jatuh? Pada 28 Desember 2014, pesawat AirAsia QZ8501 lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura.
-
Di mana pesawat Thai Airways 311 jatuh? Pesawat ini menabrak lereng gunung Kathmandu, Nepal. Sebanyak 113 orang tewas akibat tragedi ini. Dari total penumpang tersebut, 11 penumpang di antaranya berasal dari Amerika Serikat, 17 lainnya dari Jepang, 23 orang dari Nepal, dan 14 orang dari Eropa.
-
Kenapa Garuda Indonesia sering telat dalam mengangkut jemaah haji? Komisi sudah memanggil pihak Garuda Indonesia, Direktur Jenderal Perhubungan Udara dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Apalagi, sejak insiden kerusakan mesin pesawat Garuda yang ditumpangi Kloter 5 Embarkasi Makassar."Kami minta agar diberikan perhatian khusus, karena haji ini adalah misi yang sangat vital dan penting. Sehingga seluruh transportasi, baik udara maupun darat harus dipastikan keamanannya. Itu sudah kami sampaikan," tuturnya.
-
Apa yang diresmikan oleh Etihad Airways di Bali? Pendaratan ini menandai peluncuran layanan reguler antara Abu Dhabi dengan Bali.
-
Kenapa Petruk melempar orang keturunan Betawi dari pesawat? Petruk: (Tak mau kalah. Dia lempar orang keturunan Betawi di sampingnya ke luar pesawat).Kali ini Semar dan Gareng: (Jantungnya nyaris copot) Semar: “Lho? Kenapa kamu buang orang betawi tadi? Kan kasihan?”Petruk: “Tenang aja! Indonesia kaya banget kok! Masih banyak, orang betawi yang hidup di sana.”
Namun jeda itu tidak berlangsung lama. Seruan nyaring yang keras segera menembus udara, ketika para perempuan mulai histeris, menutupi wajah mereka dengan tangan. Di dekatnya, para lelaki itu menatap kosong ke lantai beton.
Kelompok pelayat di lingkungan kota Kaliti adalah kerabat dan teman Elisabeth Minwyelet, salah satu dari delapan kru pesawat Ethiopia Airlines yang tewas dalam kecelakaan pesawat pada Minggu (10/3) pagi.
Penerbangan ET 302, dalam perjalanan ke Nairobi, Kenya dari Addis Ababa, jatuh enam menit setelah lepas landas, menewaskan 157 orang di dalamnya.
Minwyelet (29) berencana pulang menemui anak dan suaminya pada Minggu malam. Dia baru menjadi ibu setahun terakhir.
"Dia adalah cinta dalam hidupku. Dia adalah ibu dari putraku yang berumur 10 bulan," kata suami Minwyelet, Bayih Demessie, matanya merah karena berhari-hari menangis tanpa henti, sebagaimana dilansir dari Aljazeera, Rabu (13/3).
Pasangan ini bertemu di sekolah dan telah bersama selama delapan tahun dan baru menikah sejak dua tahun lalu.
"Dia adalah perempuan terbaik yang pernah saya temukan," kata Demessie. "Dia mencintai putra kami dan tak sabar ingin bertemu dengannya malam itu," sesalnya.
Awalnya dia tak percaya istrinya ada di pesawat nahas itu. Demessie kemudian pergi ke Bandara Internasional Bole untuk istrinya - seperti yang telah mereka sepakati ketika istrinya berangkat kerja pada pagi hari itu.
"Saya akan melakukan apa saja untuk membawanya kembali kepada saya dan putra kami. Tidak ada yang bisa saya lakukan untuk membawanya kembali," kata dia.
Saat investigasi berlanjut, keluarga Minwyelet masih menunggu jenazahnya dari lokasi kecelakaan, yang penuh dengan puing-puing pesawat dan barang para korban.
Duka mendalam atas kecelakaan dahsyat itu dirasakan di setiap sudut kota ini, yang berpenduduk lebih dari 3 juta orang. Organisasi kemanusiaan, Catholic Relief Services (CRS) juga kehilangan empat karyawan dalam kecelakaan tersebut.
"Kami sangat terpukul," kata Kepala Operasi CRS Ethiopia, Felicity Loowe, sembari tersedu.
"Kami memikirkan nasib kolega kami dan kami merindukan mereka," lanjutnya.
Setidaknya dua staf - Genet Alemayehu dan Sara Chalachew - telah bekerja di CRS selama lebih dari sembilan tahun. Pada hari Minggu itu, mereka akan ke Nairobi, Kenya untuk pelatihan.
Di pintu masuk kantor CRS, bunga dan lilin telah diletakkan untuk mengenang para korban.
"Mereka sangat dihormati dan dihargai dalam organisasi. Mereka terkenal dan dicintai oleh semua orang. Mereka adalah individu yang sangat kuat, berdedikasi dan berkomitmen. Kami benar-benar akan merindukan mereka," tambah Loowe.
Sembilan belas staf PBB juga penumpang pesawat tersebut. Mereka menuju Nairobi untuk menghadiri konferensi lingkungan PBB. Ekta Adhikari (28), warga negara Nepal yang bekerja untuk Program Pangan Dunia (WFP) PBB yang berbasis di Roma, termasuk di antara mereka.
"Kami masih syok karena tragedi mendadak ini. Ekta adalah perempuan muda yang berdedikasi dan berbakat dan kami mengenalnya sebagai orang yang bersemangat dan antusias yang membawa kegembiraan ke kantor kami," kata Direktur WFP Nepal, Pippa Bradford.
"Kami bersama keluarganya, orang-orang terkasih dan teman-teman, berharap mereka kuat atas musibah dan kehilangan yang luar biasa ini," tambah Bradford.
Para korban kecelakaan berasal dari 35 negara dan termasuk turis, pelajar, ilmuwan, dan cendekiawan. Pius Adesanmi, seorang profesor kelahiran Nigeria dan penulis pemenang penghargaan, adalah satu dari 18 warga Kanada yang tewas. Suami dan ayah dua anak ini adalah salah satu inisiator di balik pendirian Institut Studi Afrika di Universitas Carlton, Ottawa.
"Dia bekerja tanpa lelah untuk membangun Institut Studi Afrika, untuk berbagi hasratnya yang tak terbatas pada sastra Afrika," kata Kepala Fakultas Seni dan Ilmu Sosial, Pauline Rankin.
Di Ethiopia, masyarakat penasaran dan terus mencari tahu penyebab kecelakaan tersebut. Semakin banyak negara dan operator, termasuk Ethiopian Airlines, telah menghentikan operasional pesawat Boeing 737 MAX.
Pada Selasa (12/3), Inggris melarang pesawat tersebut beroperasi wilayah udaranya. Otoritas Penerbangan Sipil Inggris mengatakan langkah itu diambil sebagai tindakan pencegahan. Kebijakan yang sama diikuti Jerman dan Prancis.
Tetapi bagi Bayih Demessie, kebijakan pelarangan itu tak berarti lagi.
"Tidak ada yang akan mengembalikan istriku. Tidak akan ada yang mengembalikan ibu anakku. Kehidupan kami tidak akan pernah sama lagi," pungkasnya.
Baca juga:
Berpengalaman di Kasus Lion Air, RI Tawarkan Bantuan Investigasi Ethiopia Airlines
Pesawat Boeing 737 MAX Dilarang Terbang di Uni Eropa
Boeing Perbarui Perangkat Lunak 737 Max
Uni Eropa Hingga Uni Emirat Arab Larang Boeing 737 Max 8 Terbang
Anggota DPR Minta Kemenhub & KNKT Awasi Kelaikan Pesawat Boeing 737 MAX 8
4 Dampak Jatuhnya Ethiopian Airlines yang Mengguncang Bisnis Boeing