ISIS siap serang Eropa dengan senjata kimia dan biologi
ISIS telah merekrut ahli kimia, fisika, dan komputer untuk melancarkan serangan menggunakan senjata pemusnah massal.
Laporan Parlemen Eropa mengungkapkan kelompok militan Negara Islam irak dan Suriah (ISIS) telah merekrut ahli kimia, fisika, dan komputer untuk melancarkan serangan menggunakan senjata pemusnah massal terhadap negara Barat.
Menurut laporan mengejutkan itu, "ISIS kemungkinan tengah menyusun serangan menggunakan senjata yang dilarang dunia internasional untuk menimbulkan kerusakan massal".
Laporan yang dihimpun setelah peristiwa Teror Paris 13 November lalu menyebut ISIS sudah menyelundupkan senjata pemusnah massal ke Eropa, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Ahad (6/11).
Ahli terorisme mengatakan ada kekhawatiran ISIS bisa memanfaatkan kegagalan pemerintah negara-negara Uni Eropa dalam berbagi informasi intelijen terkait serangan teroris.
Laporan Uni Eropa itu menyebutkan, pemerintah tiap negara harus menyampaikan pengumuman kepada warganya tentang kemungkinan serangan teroris menggunakan senjata kimia, biologi, radiologi atau unsur nuklir.
"Kita saat ini berhadapan dengan organisasi teroris yang punya sumber daya memadai, militan, dan kini aktif di setiap sudut jalanan di Eropa. Ini adalah ancaman paling serius terhadap Eropa selama sepuluh tahun terakhir," ujar Kepala Polisi Eropa Rob Wainwright usai serangan di Paris bulan lalu.
Laporan dari Parlemen Eropa menyatakan Benua Biru itu kini dalam ancaman serangan teror dengan senjata yang tidak konvensional.
"Saat ini warga Eropa tidak dalam keadaan siap menghadapi kemungkinan serangan kelompok ekstremis yang akan menggunakan senjata kimia, biologi, radiologi, atau unsur nuklir. Dalam kondisi ini dampak serangan itu akan sangat buruk."
"ISIS saat ini sudah mempunyai pengetahuan dan pakar yang bisa memakai senjata kimia, biologi, radiologi, dan unsur nuklir," ujar Wolfgang Rudischhauser, Direktur Pusat Persenjataan Pemusnah Massal NATO.
Dalam laporan itu juga disebutkan ISIS masih terus merekrut ratusan militan asing, termasuk mereka yang mempunyai keahlian di bidang kimia, fisika, dan komputer.