"Jika Taliban Mengubah Kebijakannya Tahun Depan, Saya akan Memilih Jurnalisme"
Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan Agustus 2021 lalu, pemerintahan Taliban melarang sebagian besar gadis remaja bersekolah.
"Jika Taliban Mengubah Kebijakannya, Saya akan Memilih Jurnalisme"
Fatima namanya. Usinya masih 19 tahun. Tapi impiannya untuk menjadi jurnalis hancur karena peraturan pendidikan pemerintahan Taliban.
-
Apa arti dari 'Ya Rahman Ya Rahim'? Secara harfiah, Ya Rahman Ya Rahim berarti "Wahai Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang". Dua kata "Rahman" dan "Rahim" secara khusus menggambarkan sifat-sifat Allah yang amat penyanng.
-
Siapa yang terancam mendapat hukuman rajam? Zina adalah perbuatan dosa besar. Allah akan memberikan hukuman berupa neraka terhadap orang-orang yang berbuat zina. Namun, selain mendapatkan dosa besar dan laknat dari Allah SWT, zina dalam Islam juga akan mendapatkan hukuman yang setimpal saat di dunia. Hukuman tersebut tak lain berupa rajam atau dilempari batu hingga mati. Sedangkan pada pelaku yang belum menikah, maka pelaku akan mendapatkan hukum cambuk sebanyak 100 kali hingga diasingkan dalam kurun waktu tertentu.
-
Gaya rambut Rafathar seperti apa? 6 Mayoritas netizen mengomentari bahwa Rafathar semakin terlihat ganteng seperti oppa Korea dengan gaya rambut barunya.
-
Apa yang terjadi pada Rafathar? Kabar Terbaru Rafathar Setelah Viral Ditonjok Teman Sekolah, Netizen Justru Salfok Sama Nagita Keluarga Raffi Ahmad dan Nagita Slavina mendapatkan berita mengejutkan ketika Rafathar, sang buah hatinya baru-baru ini mengalami insiden tonjokan dari teman sekolahnya.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata diam dalam konteks ini? Kata-kata diam adalah salah satu cara yang efektif untuk menggambarkan bagaimana kita diam apa makna di balik diamnya kita.
-
Apa yang dimaksud dengan 'khatam Al-Qur'an'? Khatam Al-Qur'an adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada kegiatan membaca seluruh ayat Al-Qur'an dari awal hingga akhir. Proses khatam Al-Qur'an biasanya melibatkan membaca ayat-ayat Al-Qur'an secara bertahap, dengan tujuan menyelesaikan keseluruhan Al-Qur'an dalam jangka waktu tertentu.
“Saya datang ke ujian masuk perguruan tinggi dengan banyak harapan. Tetapi ketika saya melihat kertas seleksi, Saya tidak dapat menemukan pelajaran menarik,” ujar Fatima, seperti dilansir BBC, Sabtu (15/10).
“Saya bermimpi untuk menjadi jurnalis. Saya ingin bekerja di radio dan TV. Saya ingin memperjuangkan hak-hak perempuan,” lanjutnya.
Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan Agustus 2021 lalu, pemerintahan Taliban melarang sebagian besar gadis remaja bersekolah.
Peraturan yang telah berjalan selama satu tahun itu membatasi perempuan untuk berkuliah di universitas-universitas di Afghanistan. Pemerintah Taliban juga melarang anak-anak perempuan untuk bersekolah.
Karena peraturan itu, Fatima pun tidak dapat lulus meski sudah berada di tahun terakhir sekolah.
Bagi Taliban, lingkungan Islam yang tepat harus diterapkan di dunia pendidikan sebelum perempuan dapat duduk di bangku sekolah atau perkuliahan. Namun satu tahun setelah berkuasa, perubahan pendidikan belum terjadi. Bahkan banyak dari pengikut setia Taliban setuju agar larangan pendidikan tetap berlaku.
Namun Taliban mengeluarkan peraturan jika perempuan yang sudah berada di tahun terakhir sekolah dapat mengikuti ujian masuk universitas.
Kala itu Fatima senang mendengar peraturan itu. Namun kesenangan itu tidak bertahan lama karena pemerintah Taliban membatasi mata pelajaran yang dapat dipilih perempuan. Berbeda dengan laki-laki yang diizinkan untuk mempelajari semua mata kuliah yang diinginkannya.
Universitas-universitas di Afghanistan pun harus mengikuti aturan itu. Seperti yang terjadi di Universitas Nangarhar, tempat ujian Fatima.
Dari 13 fakultas yang tersedia, perempuan hanya dapat berkuliah pada 7 fakultas tertentu. Mata kuliah seperti jurnalisme, agrikultur, kedokteran hewan, teknik mesin, dan ekonomi dilarang diambil oleh perempuan.
Fatima mengungkap semua harapan yang dimiliki perempuan Afghanistan hilang karena peraturan itu. Dia juga menjelaskan jika perempuan-perempuan lain yang mengikuti ujian masuk hanya diizinkan untuk mengambil mata kuliah seperti keperawatan, kebidanan atau sastra.
“Kertas seleksi tidak diberikan kepada kami sebelumnya. Ketika kami – sekelompok sekitar 10 gadis – melihat kertas dan tidak dapat menemukan fakultas yang kami inginkan, kami semua menangis,” jelas Fatima.
Namun tidak semua universitas menerapkan peraturan yang sama, sebab ada beberapa universitas lain yang mengizinkan perempuan mengambil mata kuliah kedokteran dan keperawatan serta pelatihan guru dan studi Islam. Bahkan di Universitas Kabul, perempuan diizinkan mengambil mata kuliah jurnalisme.
Tetapi ilmu kedokteran hewan, teknik, ekonomi, pertanian, dan jurnalisme adalah mata kuliah terlarang bagi perempuan di seluruh Afghanistan.
Fatima dan teman-teman perempuannya mengungkap jika mereka harus belajar bersama dan bekerja keras untuk persiapan ujian masuk universitas di rumah karena banyak tempat belajar yang ditutup.
Tahun ini sendiri diperkirakan sebanyak 100,000 pelajar (termasuk 30,000 perempuan) akan mengikuti ujian masuk universitas. Waktu-waktu ujian pun bervariatif karena peraturan Taliban yang menekankan jika laki-laki dan perempuan harus mengikuti ujian dalam waktu yang berbeda.
Hasil ujian juga sulit diketahui karena peraturan Taliban itu. Peraturan pendidikan pun juga dapat membuat penurunan jumlah perempuan yang berkuliah di universitas. Seperti yang terjadi di Provinsi Laghman, di mana tahun lalu hampir 1,200 siswi perempuan mengikuti ujian masuk, sementara tahun ini hanya 182 perempuan yang mengikuti ujian.
Namun pemerintah Taliban juga berusaha agar perempuan dapat bersekolah, hanya harus tetap mengikuti peraturan pendidikan.
“Kami perlu menyediakan kelas terpisah untuk perempuan. Di beberapa daerah jumlah calon perempuan rendah. Jadi kami tidak mengizinkan perempuan untuk melamar perkuliahan tertentu,” jelas kepala divisi ujian di Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan, Abdul Qadir Khamush.
Pendidikan di Afghanistan melemah sejak Taliban mengambil alih. Berbagai pengajar pun pergi meninggalkan Afghanistan. Bantuan internasional juga sudah tidak lagi mendanai pendidikan Afghanistan karena kekuasaan Taliban.
Bukan hanya itu, Taliban juga membagi Afghanistan menjadi beberapa wilayah dan menerapkan pembatasan berdasarkan jenis kelamin. Perempuan tidak dapat bersekolah di luar wilayah-wilayah mereka.
Kini Fatima dengan perempuan-perempuan lainnya yang ingin bersekolah harus mengikuti peraturan Taliban.
“Saya hanya bisa mempelajari apa yang mereka tawarkan kepada saya. Saya tidak punya pilihan. Jika Taliban mengubah kebijakannya tahun depan, saya akan memilih jurnalisme,” jelas Fatima.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)