Kenya gelar pilpres ulang tapi diboikot oposisi
Pemimpin oposisi di Kenya, Raila Odinga, kemarin meminta supaya pendukungnya memboikot pemilihan ulang. Pendukungnya menggelar unjuk rasa berujung bentrokan.
Kenya hari ini menggelar pemilihan presiden ulang, sebab hasil sebelumnya dibatalkan oleh mahkamah agung. Namun, kelompok oposisi memboikot pemungutan suara karena meyakini petahana bakal curang.
Dilansir dari laman Al Jazeera, Kamis (26/10), pemilihan ulang dibuka mulai pukul 06.00 hingga 17.00 waktu setempat. Tercatat ada 19 juta pemilih boleh menggunakan haknya.
Di Ibu Kota Nairobi, sejumlah tempat pemungutan suara dipadati pemilih. Namun, pemandangan berbeda terjadi di wilayah Kibera merupakan basis kelompok oposisi. Mereka menggelar unjuk rasa dan memboikot pemilihan.
Mereka juga menutup sejumlah jalan dan membakar ban. Beberapa TPS di Kota Kisumu, merupakan tempat kelahiran pemimpin oposisi Raila Odinga (72), tetap buka tetapi antrean pemilih tidak terlihat.
"Enggak ada gunanya pemilihan. Itu ilegal. Mereka (petahana) bakal curang lagi. Memalukan. Memilih cuma buang-buang waktu," kata seorang penduduk di Kibera, Alfred Otieno.
Odinga kemarin meminta supaya pendukungnya memboikot pemilihan ulang. "Warga Kenya harus menghargai demokrasi dan keadilan," kata Odinga.
Dalam pemilihan sebelumnya, dua kandidat kuat saling bersaing. Yakni Odinga dan petahana, Uhuru Kenyatta (55). Uhur merupakan pendiri Kenya. Sedangkan Odinga merupakan mantan perdana menteri dan anak dari wakil presiden pertama Kenya.
Gelombang unjuk rasa terus terjadi usai hasil pemilihan presiden pada 8 Agustus lalu dibatalkan sudah merenggut 49 nyawa.
Mahkamah Agung Kenya membatalkan kemenangan Uhuru Kenyatta dalam pemilihan presiden, dengan alasan Komisi Pemilihan Umum Kenya dianggap curang dan berpihak. Saat itu Kenyatta meraih 54 persen suara, dan Odinga meraup 45 persen.
MA Kenya menyatakan hasil pemilihan presiden itu cacat dan batal demi hukum. Mereka juga memerintahkan KPU Kenya menggelar pemilihan ulang dalam waktu 60 hari, dengan kandidat Kenyatta dan Odinga.
Meski demikian, pengamat asing menyatakan mereka tidak melihat dan menemukan kecurangan dilakukan pihak Kenyatta. Mereka juga menyatakan saat pemilihan, kubu Odinga tidak melakukan penghitungan mandiri, serta tidak menggugat hasil pemilihan.
Odinga sudah tiga kali mengikuti pemilihan presiden, tetapi selalu kalah dan merasa dicurangi.