Kisah para perempuan Nazi penjagal Yahudi
Sedikitnya setengah juta perempuan Jerman menyaksikan dan berperan dalam pembantaian Yahudi pada Perang Dunia Kedua.
Seorang ibu rumah tangga asal Jerman bernama Erna Petri sedang berjalan pulang ke rumah sehabis berbelanja di tengah kota. Dalam perjalanan itu sebuah pemandangan menarik perhatiannya. Dia melihat enam anak laki-laki hampir telanjang berjalan ketakutan di sisi jalan desa.
Perempuan 23 tahun itu adalah istri seorang perwira senior SS (tentara Nazi). Dia langsung paham begitu melihat keenam anak laki-laki malang itu.
Keenam anak itu pasti orang Yahudi yang berhasil kabur dari kereta yang akan membawa mereka ke kamp konsentrasi.
Petri memiliki dua orang anak jadi dia bisa merasakan iba melihat keenam anak itu. Dia akhirnya membawa keenam anak yang sedang kelaparan itu ke rumahnya. Dia menenangkan mereka dan memberi makan.
Petri kemudian membawa keenam anak berusia antara enam hingga 12 tahun itu ke sebuah hutan. Dia menyuruh mereka berbaris di pinggir sebuah lubang lalu menembak belakang kepala mereka dengan pistol satu per satu.
Kisah kejamnya kepribadian ganda seorang ibu asal Jerman yang di satu waktu bisa merasa iba dan di lain waktu menjadi kejam terungkap di sebuah buku berdasarkan kisah nyata yang akan terbit Oktober mendatang. Buku berjudul Hitler's Furies: German Women In The Nazi Killing Fields itu karangan profesor sejarah Wendy Lower.
Holocaust (peristiwa pembantaian kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua) selama ini dikenal dilakukan oleh kaum pria Jerman. Namun Lower mengatakan sedikitnya setengah juta perempuan Jerman menyaksikan dan berperan dalam pembunuhan-pembunuhan itu.
"Rezim Nazi mengerahkan banyak generasi muda perempuan yang dikondisikan untuk menerima dan melakukan pembunuhan itu," kata dia, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Kamis (26/9).
Selain Petri, Lower juga mengisahkan sosok perempuan lain. Namanya Pauline Kneissler. Dia bekerja di rumah sakit euthanasia (hak suntik mati pasien) di selatan Jerman. Dia bertugas menyeleksi 70 pasien saban hari. Di tempat itu mereka dimasukkan ke ruang gas untuk diracun hingga mati.
Lower mengatakan buku ini untuk mengungkapkan bahwa kekerasan dan kekejaman pembunuhan massal bukan semata bagian dari karakter laki-laki.