Menuai badai referendum
Ukraina mendapat ganjaran sebab kelakuan militernya.
Sejagat tak hentinya menatap tajam pada persoalan politik di Ukraina. Bisa jadi pihak barat menuding Rusia hendak mengobrak-abrik negara itu lantaran tiba-tiba banyak wilayah menginginkan persekutuan di bawah Istana Kremlin. Namun sebuah video amatir dilansir membuktikan kesewenangan pemerintah Ibu Kota Kiev menjadi pemicu jajak suara yang akhirnya membuat warga ingin merapat ke Ibu Kota Moskow.
Sebelum referendum digelar di dua kota yakni Donetsk dan Lugansk, sekitar 20 jam sebelumnya terjadi bentrokan berdarah antara warga dengan angkatan bersenjata Ukraina menyebabkan 45 orang tewas.
Namun kesewenangan militer Ibu Kota Kiev telah terekam jelas. Tembakan mereka lepaskan sembarangan telah membunuh seorang warga sipil di distrik Krasnoarmysk, Donetsk. Ini disinyalir menjadi pemicu utama keinginan merdeka warga di wilayah Timur itu, seperti dilansir surat kabar the Russia today (12/5).
krasnoarmysk menjadi distrik pertama di Donetsk yang menyelesaikan referendum pada Ahad. "Jumlah pemilih 77 dari total populasi," ujar ketua panitia jajak suara Republik Rakyat Donetsk, Roman Lyagin.
Menurut Lyagin keadaan memang memanas selama referendum. Demi pertimbangan keamanan pula lah tempat pemungutan suara di sana ditutup lebih awal.
Namun tak berapa lama aparat Ukraina melakukan operasi dan menduduki empat gedung tempat penghitungan suara dilakukan. "Semua diangkut mulai dari kotak suara, daftar tanda tangan, daftar pemilih, dan orang-orang di dalamnya," ujar wakil pemimpin Republik Rakyat Donetsk, Denis Pushilin.
Namun daftar pemilih masih ada yang bisa diselamatkan oleh salah satu panitia agar bisa menjadi bukti jika referendum ini memang diinginkan warga kota itu. Surat suara juga sebagian disembunyikan penduduk sehingga tidak hancur.
Massa tidak suka dengan perlakuan militer Ukraina itu menyemut di salah satu gedung penghitungan suara dan di sinilah insiden terjadi. Aparat memuntahkan peluru meski terlihat ke arah atas namun ternyata mengenai satu demonstran yang bersimbah darah di depan gedung.
Ini membuat warga mengamuk dan menjadikan keinginan masyarakat semakin kuat bergabung dengan Kremlin. Ini menyebar pula ke Kota Lugansk. Warga di sana hampir 90 persen juga ingin bersatu bersama Negeri Beruang Merah itu.