Myanmar kerahkan kekuatan besar tentara ke wilayah Rohingya
Myanmar kerahkan kekuatan besar militer ke wilayah Rohingya. Pemerintah memperketat keamanan di wilayah berpenduduk mayoritas Muslim dekat perbatasan dengan Bangladesh. Mereka memburu para penyerang yang menewaskan setidaknya sembilan personel polisi di bagian utara Provinsi Rakhine.
Myanmar memperketat keamanan di wilayah berpenduduk mayoritas Muslim dekat perbatasan dengan Bangladesh. Mereka memburu para penyerang yang menewaskan setidaknya sembilan personel polisi di bagian utara Provinsi Rakhine.
Para petugas meyakini bahwa anggota suku minoritas Rohingya Muslim melancarkan tiga serangan terpisah pada Minggu (9/10) dinihari, dimana puluhan senjata dan lebih dari 10 ribu butir amunisi direbut dari polisi perbatasan.
Sembilan polisi tewas, satu hilang dan lima lainnya cidera. Delapan penyerang tewas dan dua tertangkap, kata polisi.
Pihak berwenang di kota Maungdaw mengumumkan perintah melarang berkumpulnya lima orang atau lebih dan memberlakukan jam malam mulai pukul 19.00 hingga 06.00.
Media pemerintah mengatakan militer -yang juga dikenal dengan Tatmadaw- telah mengangkut tentara dengan helikopter ke wilayah tersebut.
Foto-foto di media sosial menunjukkan truk-truk penuh dengan pasukan infanteri yang sengaja dikerahkan ke kawasan itu.
Tidak ada informasi terperinci yang dirilis mengenai operasi di kawasan dekat sebuah kantor penjaga perbatasan di desa Kyiganbyin, dimana sebanyak 90 penyerang menyita senjata dan lari ke perbukitan.
"Tatmadaw, polisi dan Kementerian Perbatasan bekerja sama untuk memastikan keamanan dan memulihkan hukum serta ketertiban," kata Min Aung, pejabat Rakhine. Dia menolak mengungkap kekuatan pasukan yang dikerahkan ke kawasan itu.
Pembela hak asasi manusia mengungkapkan kekhawatiran bahwa warga sipil kemungkinan bisa tertangkap dalam penyisiran itu. Laporan yang tidak bisa diverifikasi dan diunggah dalam jaringan oleh pembela kelompok Rohingya menunjukkan bahwa penumpasan dengan kekerasan kemungkinan tengah berlangsung.
"Pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks kontra-pemberontakan di utara provinsi Rakhine bukanlah hal baru," Matthew Smith, pendiri kelompok kampanye Fortify Rights.
"Pihak berwajib seringkali menuduh Rohingya terlibat dengan ekstremis bersenjata."
Hari Minggu lalu merupakan hari paling berdarah di provinsi itu sejak 2012, ketika lebih dari 100 orang tewas dalam bentrok antara Rohingya dan suku Rakhine penganut Buddha. Sekitar 125 ribu orang, mayoritas Rohingya, masih terusir dari rumahnya.