Penelitian: Orang Rela Abaikan Moral Demi Politik
Penelitian: Orang Rela Abaikan Moral Demi Kepentingan Politik
ilmuwan politik di Universitas Nebraska-Lincoln menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi.
-
Bagaimana Pemilu membantu menciptakan stabilitas politik? Fungsi pemilu juga sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik politik secara damai. Dalam suasana politik yang penuh dengan perbedaan pendapat dan kepentingan, pemilu memberikan cara yang demokratis untuk menentukan keputusan mayoritas. Dengan demikian, pemilu dapat menjadi alat untuk meredakan ketegangan politik dan menciptakan stabilitas dalam sistem politik suatu negara.
-
Apa itu politik uang dalam pemilu? Politik uang (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap. Politik uang dalam pemilu adalah sebuah praktik yang melanggar aturan pemilu, di mana calon atau tim kampanye memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih atau penyelenggara pemilu untuk memengaruhi pilihan suara mereka.
-
Bagaimana cara Pemilu menjaga integritas demokrasi? Pemilu yang bersih, adil, dan transparan menjadi kunci utama untuk menjaga integritas demokrasi dan meyakinkan masyarakat akan keabsahan hasilnya.
-
Apa yang dimaksud dengan Pemilu? Pemilu adalah proses pemilihan umum yang dilakukan secara periodik untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat dalam sistem demokrasi.
-
Bagaimana Pemilu memastikan keadilan dan partisipasi dalam pembentukan pemerintahan? Dengan memberikan hak suara kepada setiap warga negara dewasa, Pemilu memastikan partisipasi yang adil dan setara dalam proses pembentukan pemerintahan.
-
Apa itu Pemilu? Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat pemilu adalah suatu proses atau mekanisme demokratis yang digunakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan dengan cara memberikan suara kepada calon-calon yang bersaing.
Penelitian: Orang Rela Abaikan Moral Demi Politik
Dua hari lagi Indonesia akan menggelar pemilu. Dari sejarah masa lalu kita mengetahui, tak hanya di Indonesia, para politisi dan para pendukungnya di berbagai belahan dunia rela mengabaikan moral demi kepentingan politik.
Di berbagai platform media sosial, siaran televisi, atau berbagai podcast, cukup mudah kita temukan contoh-contoh perilaku menyimpang dalam wacana politik.
Dikutip dari laman the Jerusalem Post, ilmuwan politik di Universitas Nebraska-Lincoln menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi dalam penelitian terbarunya yang dipublikasikan dalam jurnal Political Psychology dengan tajuk berani "Politik menjadikan kita semua bajingan: Mengapa penilaian moral bersifat situasional secara politik."
- Survei Psikologi Politik Pilgub DKI, Ethical Politics : Pram-Doel 45,56%, RK-Sus 30%, Dharma-Kun 8,47%
- Para Pakar Ungkap Akar Masalah Etika dan Moral Penyelenggara Negara
- 5 Kebiasaan Orang Tua untuk Membangun Mental Anak Agar Kuat dan Tangguh
- Cara Berbakti Kepada Orang Tua yang Masih Hidup, Segera Amalkan
Ilmuwan politik Kyle Hull, Kevin Smith, dan Clarisse Warren menunjukkan, orang bersedia mengabaikan moral mereka--bahkan bertindak tidak etis--ketika terlibat dalam ranah politik.
Penelitian mereka memperlihatkan sikap bermusuhan terhadap kelompok oposisi atau mereka yang pandangan politiknya berbeda menjadi faktor pendorong untuk mengabaikan moral ketika orang berada di ranah politik.
Moral menjadi sesuatu yang hanya diperlukan pada saat-saat tertentu saja. Orang lebih bersedia memaafkan mereka yang melanggar moral karena pelaku masih satu kubu politik. Sementara kubu lawan yang melanggar akan dikecam keras. Fenomena ini cukup banyak terjadi tapi tidak sepenuhnya bisa dijelaskan.
Mengapa pelanggaran serupa menimbulkan penilaian moral yang berbeda dalam ranah pribadi dan politik?
""Orang-orang, tanpa memandang usia atau ideologi, lebih bersedia terlibat dalam perilaku dan penilaian yang tidak bermoral jika perilaku tersebut berada dalam ranah politik," kata Hull.
Hal itu didorong oleh faktor ketidaksukaan terhadap kubu lawan.
Para peneliti menggelar survei dengan melibatkan empat kelompok orang dewasa, total 2.472 responden. Survei tersebut mencakup skala perilaku moral nonpolitik dan politik serta skala toleransi moral politik dan nonpolitik.
"Pada dasarnya kami bertanya ke orang dan meminta mereka menanyakan pertanyaan yang sama," kata Smith.
"Satu-satunya perbedaan dalam poin survei adalah ketika kami mengubah 'pribadi' menjadi 'politisi'. Dan itu sudah cukup membuat penilaian moral orang berubah.
Penelitian ini juga menyoroti bagaimana perilaku buruk orang-orang yang lebih toleran secara moral terhadap politisi yang mereka sukai.
Politik membuat kita melakukan apa yang di situasi normal tidak akan kita lakukan dan menoleransi apa yang biasanya tidak kita toleransi. Politik menunjukkan sisi terburuk kita.
"Semakin kita menjelek-jelekkan pihak lain maka semakin mudah kita mengabaikan moral kita."
"Jika itu benar, maka orang kemungkinan besar akan menggunakan standar yang berbeda untuk perilaku moral atau pilihan moral dalam kehidupan pribadi mereka dibandingkan dengan dunia politik, dan itulah yang kami temukan," kata Smith.
"Politik tampaknya membuat kita semua menjadi orang jahat."