Pertanda Buruk Bagi India: Satu Desa Sukses Lawan Covid, Virus Mengganas di Desa Lain
Ketika gelombang kedua infeksi Covid-19 yang menghancurkan mencapai pedesaan India musim semi ini, desa Khilwai segera mengambil tindakan. Sementara di dua desa lainnya, kondisinya berbeda. Angka kematian akibat Covid-19 melonjak.
Ketika gelombang kedua infeksi Covid-19 yang menghancurkan mencapai pedesaan India musim semi ini, desa Khilwai segera mengambil tindakan. Dua pusat tes Covid didirikan, dan 30 kasus positif diisolasi. Wabah bisa dikendalikan dan hanya ada tiga kasus kematian.
Di dua desa lain, ceritanya berbeda. Tes terbatas. Pusat kesehatan setempat di satu desa ditutup, stafnya dikirim ke rumah sakit yang lebih besar. Virus corona menyebar, dan setidaknya 30 orang di setiap desa meninggal dengan gejala Covid-19.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Siapa yang memimpin aksi demo petani Kendeng saat pandemi COVID-19? Aksi demo petani Kendeng kembali dilakukan saat pandemi COVID-19. Kala itu mereka menolak aktivitas penambangan yang dianggap berpotensi merusak lingkungan.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kenapa bentuk kapsid virus berbeda-beda? Bentuk kapsid sangat bergantung pada jenis virusnya. Kapsid virus bisa berbentuk bulat, polihedral, heliks, atau bentuk lain yang lebih kompleks. Kapsid tersusun atas banyak kapsomer atau sub-unit protein.
Tetapi bahkan ketika tiga desa di negara bagian terpadat di India, Uttar Pradesh itu berbeda dalam penanganan virus corona, ada hal lain yang mempersatukan: keraguan terhadap vaksin yang lazim di seluruh India, yang mengancam dapat memperpanjang krisis negara itu.
Kombinasi dari respons virus yang tidak merata — cerminan dari besarnya kesenjangan sumber daya dan sikap masyarakat yang aneh — dan sulitnya kampanye vaksinasi membuat para pejabat memperingatkan gelombang infeksi ketiga.
Dari 1,4 miliar penduduk India, hanya 5 persen dari populasi itu yang telah divaksinasi penuh, sementara sekitar 20 persen telah mendapatkan dosis pertama. Persentase ini tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap varian virus Delta yang sangat menular, yang pertama kali muncul di India. Pada saat yang sama, negara ini terus melaporkan puluhan ribu infeksi baru dan hampir 1.000 kematian setiap hari.
"Tahun lalu, jika Anda memberi tahu seseorang bahwa kita memiliki lebih dari 1.000 kematian sehari - dan jumlah sebenarnya mungkin lima kali lipat - mereka akan mengatakan itu sama sekali tidak dapat diterima," jelas Ramanan Laxminarayan, direktur Center for Disease Dynamics, Economics and Policy, sebuah organisasi penelitian kesehatan masyarakat yang berbasis di Washington dan New Delhi.
“Tahun ini, orang-orang seolah-olah 'Ini hanya 1.000 kematian sehari. Tidak apa-apa. Kita bisa mengendalikannya dengan itu,’” lanjutnya, dikutip dari The New York Times, Selasa (13/7).
Dr. Laxminarayan mengatakan populasi besar yang tidak divaksinasi dan sirkulasi virus yang terus-menerus berarti masih akan ada gejolak besar dan kecil.
“Itu tidak akan kemana-mana; itu akan menjadi penyakit endemik yang akan tetap bersama kita,” katanya.
“Masalahnya adalah dapatkah kita mempertahankannya pada intensitas tingkat rendah, daripada intensitas tinggi, dengan vaksinasi dan tindakan lainnya?”
Memvaksinasi populasi lebih dari 1 miliar akan selalu menjadi tugas yang menakutkan.
Keunggulan India sebagai produsen vaksin terbesar di dunia terbuang sia-sia karena salah urus. Setelah gelombang pertama, pihak berwenang bertindak seolah-olah India telah berhasil mengalahkan virus untuk selamanya, lalu mengirim vaksin ke luar negeri sebagai bagian dari “diplomasi vaksin.”
Misinformasi dan keraguan vaksin
Sekarang, keraguan terhadap vaksin begitu meluas sehingga Perdana Menteri Narendra Modi harus turun tangan mengatasinya. Dalam sebuah dialog pekan lalu, Modi mengatakan kepada seorang warga desa bahwa dia telah divaksinasi penuh, termasuk juga ibunya yang berusia hampir 100 tahun.
Misinformasi, terutama yang menyebar melalui grup WhatsApp, membuat beberapa orang percaya bahwa vaksin memiliki efek samping seperti kemandulan atau mengandung magnet. Tokoh-tokoh oposisi memperkuat kekhawatiran warga.
Tiga desa di Uttar Pradesh itu merefleksikan masalah ini. Seorang pejabat kesehatan mengatakan tim telah mendirikan klinik vaksinasi di seluruh desa dengan kapasitas harian 100 hingga 200 dosis. Tapi setiap hari, persediaan vaksin hampir tidak tersentuh.
Di desa Dautai, dokter di klinik setempat, Ahmad Arsalan, mendatangi rumah demi rumah bersama sesepuh setempat untuk menjawab pertanyaan warga. Ishrat Ali, kepala sekolah setempat, mengatakan salah satu temannya membaca siapa pun yang divaksinasi akan mati dalam waktu dua tahun.
Rajveer Singh Tyagi, seorang pemimpin desa di Khilwai, mengatakan sulitnya membujuk orang agar mau divaksinasi.
“Kami sudah membuka kamp vaksinasi, setidaknya empat kali, tapi tetap saja tidak ada yang datang,” kata Tyagi.
“Mereka mengatakan corona tidak mempengaruhi salah satu dari mereka, jadi mengapa mereka harus divaksinasi?”
Fasilitas kesehatan terbatas
Dengan tidak adanya vaksinasi menyeluruh, Uttar Pradesh, seperti negara bagian lain di India, hanya bisa berharap gelombang infeksi ketiga tidak terulang seperti yang kedua.
Negara bagian ini dikuasai anak didik Modi, Yogi Adityanath. Para kritikus menudingnya meremehkan kehancuran akibat pandemi, bahkan ketika pejabat rumah sakit berteriak meminta oksigen dan mayat-mayat muncul di Sungai Gangga.
Jumlah mayat yang dimakamkan di pemakaman di pinggiran sungai Gangga dekat Garh Mukteshwar, yang mencakup tiga desa yang berdekatan itu, meningkat delapan kali lipat dari akhir April hingga awal Mei, mencapai 160 per hari.
Khilwai, desa yang bernasib baik, terselamatkan sebagian karena kebetulan. Orang kedua yang meninggal adalah kerabat kepala desa. Pengaruhnya digunakan untuk menekan pemerintah kabupaten untuk mendirikan kamp tes Covid, satu di rumahnya dan yang lainnya di kuil.
Sementara para tokoh masyarakat setempat menghitung lebih dari 30 kematian di masing-masing dua desa lainnya, tim yang dikirim dinas kesehatan kabupaten untuk “mensurvei” klaim tersebut akan secara resmi mendaftarkan kematian akibat Covid-19 hanya jika ada sertifikat tes positif. Sebuah kolom yang mencantumkan penyebab kematian lainnya berbunyi: “Demam tidak diketahui. Asma. Infeksi dada.”
“Semua sesepuh sudah tiada,” kata Ram Nath, warga salah satu desa Janupura.
“Tapi tidak ada tes. Bagaimana kita tahu itu corona?”
Fasilitas kesehatan di ketiga desa sebagian besar serupa. Di Khilwai, klinik pemerintah hanya diisi satu perawat di ruangan panas terik yang tidak memiliki listrik selama hampir satu dekade. Di Janupura, praktik pribadi Dr. Rajendra Prasad adalah harapan terakhir.
(mdk/pan)