Suporter Sepak Bola Rusuh, 56 Orang Tewas Saat Berdesak-desakan di Stadion
Pihak berwenang tengah melakukan penyelidikan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya kerumunan di stadion tersebut.
Kerusuhan suporter sepak bola terjadi di Guinea, menyebabkan 56 orang tewas akibat terjebak kerumunan di stadion kota Nzerekore, menurut pernyataan pihak berwenang pada Senin (2/11).
Menteri Informasi Guinea, Fana Soumah mengungkapkan bahwa saat ini sedang dilakukan penyelidikan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerumunan tersebut. Rekaman video yang beredar di media sosial memperlihatkan para suporter sepak bola berusaha keluar dari stadion yang sangat sesak.
- Kronologi Lengkap Kerusuhan Suporter Pasca Pertandingan Persib Lawan Persija Hingga Menyerbu Lapangan, Ternyata ini Penyebabnya
- Pendukung Persib Rusuh Usai Lawan Persija, Ini Penyebabnya Hasil Investigasi Manajemen
- Pendukung Timnas Indonesia berani datang ke SUGBK dengan wajah yang dicat merah putih.
- Keributan di Stasiun Manggarai, KAI Duga Ulah Suporter
"Pemerintah sangat menyesalkan insiden yang terjadi dan mengganggu jalannya pertandingan sepak bola antara tim Lab dan Nzrkor sore ini di Nzrkor," ungkap Perdana Menteri Guinea, Bah Oury, dalam pernyataannya, dikutip dari CNN, Selasa (3/12).
"Pemerintah terus memantau perkembangan situasi dan menegaskan kembali seruannya agar semua pihak tetap tenang sehingga layanan medis tidak terhambat dalam memberikan pertolongan kepada para korban," tambah Oury, sembari meminta otoritas kota untuk menjaga "ketenangan sosial."
Pernyataan Oury tidak menjelaskan secara rinci mengenai kejadian di dalam stadion, namun ia menyatakan bahwa laporan yang lebih mendetail akan segera disampaikan. Video yang diambil oleh CNN menunjukkan suporter yang berusaha memanjat tembok untuk melarikan diri dari stadion tersebut.
Mediaguinee melaporkan, bentrokan antara suporter dan aparat keamanan dimulai akibat keputusan wasit yang kontroversial, yang kemudian diikuti oleh insiden berdesakan ketika kerumunan berusaha melarikan diri.
Saksi mata yang diwawancarai oleh Reuters mengungkapkan bahwa kekacauan mulai terjadi setelah wasit mengeluarkan seorang pemain di menit-menit akhir pertandingan, yang memicu kemarahan dan aksi pelemparan batu oleh para penggemar.
"Pelemparan batu dimulai dan polisi terpaksa menembakkan gas air mata. Dalam kekacauan dan perebutan yang terjadi, saya melihat orang-orang terjatuh, termasuk anak-anak perempuan dan anak-anak yang terinjak-injak. Semua itu sangat mengerikan," ujar Amara Conde, salah seorang yang berada di stadion, kepada kantor berita tersebut.
Turnamen Junta Militer
Mantan pemimpin yang telah digulingkan, Alpha Conde, mengungkapkan kritik terhadap penyelenggara yang mengadakan pertandingan di tengah "ketegangan dan pembatasan yang melanda negara ini."
Conde, yang kehilangan kekuasaan setelah kudeta yang dipimpin oleh Mamady Doumbouya pada tahun 2021, menegaskan bahwa "meskipun ada pembatasan ketat pada acara dan rapat umum, termasuk yang berkaitan dengan olahraga, penting bagi kita untuk mengevaluasi bagaimana acara ini direncanakan dan dilaksanakan."
Media lokal Avenirguinee melaporkan bahwa pertandingan tersebut merupakan bagian dari turnamen yang diadakan oleh junta militer yang berkuasa di Guinea untuk mendukung pencalonan Doumbouya.
Setelah mengambil alih kekuasaan, Doumbouya mengangkat dirinya sebagai presiden dan berambisi untuk mencalonkan diri dalam pemilihan yang direncanakan pada tahun 2025. Doumbouya termasuk dalam deretan tokoh yang telah merebut kekuasaan di kawasan yang tidak stabil ini sejak tahun 2020. Sejak tahun 2020, Afrika Barat dan Tengah telah mengalami setidaknya delapan kudeta yang sukses, dengan ketegangan politik yang semakin memperburuk situasi militer di wilayah yang kaya sumber daya namun dilanda kemiskinan.