Tes keperawanan polwan Indonesia, jadi ulasan media dunia
Situs Kepolisian Republik Indonesia masih mencantumkan adanya tes keperawanan bagi perempuan hendak tes kepolisian.
Kewajiban tes keperawanan untuk menjadi polisi wanita (polwan) di Indonesia mendapat perhatian dunia. Surat kabar Daily Mail Inggris hari ini, Selasa (18/11) mengulasnya dan menyebut tes itu sangat menyakitkan dan membuat trauma bagi kaum hawa.
Menurut laporan organisasi hak asasi Human Rights Watch (HRW), perempuan di Tanah Air ingin menjadi petugas kepolisian dipaksa mengikuti tes keperawanan. Tahun ini peserta ujian masuk mencapai 7.000 perempuan dari seluruh provinsi. Beberapa persyaratan itu misalnya harus berusia antara 17-22 tahun, beragama, tinggi sekitar 165 sentimeter, tidak berkacamata, dan, punya selaput dara yang belum tersentuh.
"Untuk tambahan dalam tes kesehatan dan mental, perempuan yang ingin menjadi polisi harus tes selaput dara. Jadi seluruh calon polwan harus bisa mempertahankan keperawanan mereka," demikian tertulis di situs kepolisian Republik Indonesia, dan belum dihapus hingga berita ini dilansir oleh surat kabar asal Inggris tersebut. Majalah Time dari Amerika Serikat juga mengangkat isu tersebut.
Lembaga hak asasi HRW menambahkan beberapa peserta bahkan baru diinformasikan tes ini setelah mencapai tahap akhir seleksi. "Saya sangat malu, gugup, namun tak bisa menolak," ujar salah seorang peserta tahun lalu pada organisasi nirlaba tersebut. Perempuan ini takut jika menolak dites soal keperawanan bisa mengagalkannya menjadi polwan.
Menurut peserta lain, mereka bahkan harus bugil di depan 20 orang lainnya, sesama calon polwan, sebelum akhirnya dibawa ke sebuah ruangan tanpa pintu. Seperti itulah tes keperawanan berlangsung.
Menurut Nisha Varia, Direktur Asosiasi Hak Asasi Perempuan HRW, kepolisian Republik Indonesia menggunakan tes keperawanan untuk mendiskriminasi, melakukan kekerasan, dan menghina martabat wanita. Mereka yang tidak lulus tes ini langsung diusir. Tes ini juga digambarkan amat menyakitkan dan membuat trauma.
Namun Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Inspektur Jenderal Polisi Ronny F Sompie membantah jika praktik itu masih dilakukan sekarang.
"Seleksi dilakukan antara lain pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh untuk lelaki dan perempuan, termasuk pemeriksaan organ reproduksi. Tapi bukan tes keperjakaan atau tes keperawanan," kata Ronny.