Bulu Kucing yang Rontok Najis atau Tidak? Ini Penjelasannya Menurut Islam
Kucing adalah hewan yang menggemaskan dengan tingkah lakunya yang kerap membuat kita tersenyum.
Hewan berbulu ini sangat disukai oleh banyak orang karena sering menunjukkan gelagat yang mencuri perhatian. Namun, pernahkah Anda mengalami saat sedang sholat tiba-tiba ada kucing yang tiduran di atas sajadah? Atau mungkin kucing tersebut menggigit atau menjilat kaki Anda saat beribadah?
Bulu kucing yang rontok di sajadah, mukenah, atau pakaian sholat lainnya juga bisa menjadi perhatian. Lantas, apakah bulu kucing mengandung najis dan bisa membatalkan ibadah? Dikutip dari NU Online, berikut penjelasannya.
-
Mengapa gunting kuku dianjurkan dalam Islam? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada lima macam fitrah , yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
-
Kenapa memotong kuku kaki termasuk amalan dalam islam? Dalam Islam, memotong kuku kaki (dan kuku tangan) dianggap sebagai bagian dari menjaga kebersihan dan kebersihan adalah bagian dari iman.
-
Apa yang dimaksud dengan "kufur" dalam konteks Islam? Kufur adalah sikap yang harus dihindari dalam Islam. Iman kepada Allah adalah pondasi utama yang harus dimiliki oleh setiap muslim.
-
Kenapa kucing muntah cacing? Penyebab kucing muntah cacing, biasanya terjadi karena infeksi jenis cacing parasit di dalam tubuhnya. Seperti cacing gelang, cacing, tambang, cacing pita, atau cacing hati. Dari beberapa jenis ini, yang paling umum menyebabkan infeksi adalah cacing gelang.
-
Bagaimana cara memotong kuku menurut Islam? Cara memotong kuku menurut Islam harus memperhatikan adab yang telah dianjurkan, yaitu sebagai berikut: 1. Niat yang Ikhlas: Sebelum memotong kuku, hendaknya kita berniat dengan tulus ikhlas semata-mata karena mengikuti sunah Rasulullah saw. dan menjaga kebersihan tubuh. 2. Membaca Basmalah: Sebelum memotong kuku, bacalah "Bismillah" untuk memulai dengan menyebut nama Allah agar tindakan ini mendapat pahala dan rida dari-Nya. 3. Menjaga Kebersihan: Pastikan Anda memotong kuku pada saat yang bersih dan setelah mandi. Bersihkan area di sekitar kuku dari kotoran atau serpihan kuku yang terpotong. 4. Memotong Kuku pada Hari-hari yang Baik: Meskipun tidak ada ketentuan yang mengikat, disarankan untuk memotong kuku pada hari Jumat karena hari tersebut adalah hari yang istimewa bagi umat Islam.
-
Apa ciri khas Kucing Merah? Kucing Merah memiliki karakteristik bulu berwarna oranye kemerahan dengan corak huruf M di dahinya. Bentuk tubuhnya juga lebih berotot dibanding sesamanya.
Penjelasan Fiqih Tentang Najis Bulu Kucing
Dalam literatur fiqih dijelaskan bahwa bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup, status suci dan najisnya sama seperti bangkai hewan tersebut. Misalnya, bangkai dari hewan yang dihukumi suci seperti ikan dan belalang, maka potongan tubuhnya juga suci. Sebaliknya, jika bangkai hewan dihukumi najis, potongan tubuhnya juga najis, seperti pada hewan selain ikan dan belalang. Hal ini didasarkan pada hadits:
مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ
“Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai” (HR Hakim).
Namun, ada pengecualian untuk rambut atau bulu hewan. Jika bulu rontok berasal dari hewan yang halal dimakan, maka dihukumi suci. Sebaliknya, jika berasal dari hewan yang tidak halal dimakan, maka bulu tersebut dihukumi najis. Misalnya, bulu ayam, kambing, atau sapi yang halal dimakan dihukumi suci, sementara bulu tikus, anjing, atau keledai yang haram dimakan dihukumi najis.
Bulu Kucing Menurut Islam
Lalu, bagaimana dengan bulu kucing yang rontok? Bukankah kucing adalah hewan yang haram dimakan? Dalam hal ini, para ulama mengkategorikan bulu kucing sebagai benda yang najis. Namun, najis ini dihukumi ma’fu (ditoleransi, dimaafkan) ketika dalam jumlah sedikit. Ini juga berlaku dalam jumlah banyak bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing, seperti dokter hewan dan petugas salon kucing.
Hukum Najis Ma'fu Bulu Kucing
Ketentuan ini dirangkum dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi:
(وما قطع من) حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها (قوله المقطوع من حيوان مأكول) اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين
“Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis ‘kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya.’ Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan ini seperti bulu pada kambing. Kesucian rambut ini selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan. Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu. Dikecualikan dengan redaksi ‘hewan yang halal dimakan’ yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis. Namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang pemotong bulu” (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi, juz 2, hal. 290).
Pengaruh Bulu Kucing Terhadap Air
Najis ma’fu dari bulu kucing juga berlaku ketika bulu tersebut mengenai air yang kurang dari dua kullah. Air tersebut tidak dihukumi najis dan tetap bisa digunakan untuk bersuci. Hal ini dijelaskan dalam kitab Fath al-Wahab:
(و لا بملاقاة نجس لا يدركه طرف) أي بصر لقلته كنقطة بول (و) لا بملاقاة (نحو ذلك) كقليل من شعر نجس
“Air tidak najis sebab bertemu dengan najis yang tidak dapat dijangkau oleh mata, karena sangat kecilnya najis tersebut, seperti setetes urin. Dan juga dengan bertemu najis yang lain, seperti terkena bulu najis yang sedikit” (Syekh Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 28).
Batasan sedikit atau banyaknya bulu kucing yang rontok ditentukan oleh ‘urf (penilaian masyarakat secara umum). Jika masyarakat menganggap bulu kucing yang rontok masih sedikit, seperti dua atau tiga helai, maka dihukumi najis ma’fu. Namun, jika dianggap banyak, maka dihukumi najis yang tidak dima’fu, kecuali bagi orang-orang yang sulit menghindarinya.
Rontokan bulu kucing dihukumi sebagai najis ma’fu (ditoleransi) selama dalam jumlah sedikit, dan najis yang tidak ditoleransi ketika dalam jumlah banyak, kecuali bagi orang yang sering berinteraksi dengan kucing. Memelihara kucing diperbolehkan, namun penting untuk menjaga kesucian pakaian dan tubuh kita agar ibadah yang dilakukan tidak terganggu oleh najis bulu kucing. Wallahu a’lam.