Menurut Penelitian, Ini 5 Alasan Kenapa Perkawinan Anak Sebaiknya Tak Dilakukan
Menurut penelitian, ini 5 alasan kenapa perkawinan anak tak sebaiknya dilakukan. Perkawinan anak adalah sumber dari pelbagai masalah sosial di masyarakat, mulai dari KDRT, ledakan jumlah penduduk, gangguan kesehatan, hingga perceraian.
Perkawinan anak di bawah umur kerap menjadi kontroversi di Indonesia. Salah satu masalah yang terkait dengan fenomena ini adalah undang-undang di Indonesia masih rancu dengan batasan umur untuk menikah. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan bahwa atas usia minimal untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun. Di sisi lain, UU Perlindungan Anak tahun 2002 menyebut seseorang yang belum berusia 18 tahun masih dianggap belum cukup umur.
Ada banyak faktor terkait budaya, pendidikan, ekonomi, budaya yang mendorong suburnya perkawinan anak di bawah umur hingga saat ini. Dalam hasil penelitian Siti Musdah Mulia, Professor of Islamic Studies, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dipublikasikan di The Conversation, perkawinan anak merupakan sumber dari berbagai masalah sosial di masyarakat.
-
Kapan Diah Permatasari dan suaminya menikah? Mereka mengucapkan janji suci pada tanggal 5 April 1997. Kini, mereka telah menikah selama 24 tahun dan diberkati dengan kedua anak mereka.
-
Kenapa ucapan pernikahan penting? Tak sekedar mengikat janji suci, kedua pasangan juga akan berbagi kebahagiaan dengan keluarga dan orang terdekat mereka.
-
Kapan Dastia Prajak menikah? Dastia Prajak mengakhiri masa lajangnya pada Maret 2021.
-
Siapa yang berperan dalam menekan angka pernikahan dini? Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta (Kemenag DIY) menggencarkan sosialisasi pendewasaan usia pernikahan bagi pelajar SMA/MA untuk menekan angka pernikahan usia dini.
-
Apa yang terjadi dengan pernikahan di Indonesia? Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah menyaksikan penurunan tajam dalam jumlah pernikahan.
-
Bagaimana pernikahan tersebut dilakukan? Pernikahan tersebut selayaknya yang terungkap dalam video singkat unggahan akun Instagram @undercover.id beberapa waktu lalu. Video berdurasi pendek itu menampilkan momen sakral saat kedua mempelai tengah menjalani proses akad nikah. Diketahui, pernikahan tersebut berhasil digelar melalui jalur pendekatan taaruf dari kedua belah pihak.
"Sejumlah penelitian menyimpulkan perkawinan anak adalah sumber dari pelbagai masalah sosial di masyarakat," tuturnya.
Menurut Siti, berikut ini beberapa alasan perkawinan anak lebih baik tidak dilakukan.
Salah satu penyebab tingginya angka perceraian
Angka perceraian pasangan di antara usia 20-24 tahun di Indonesia lebih banyak ditemui pada perkawinan yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Perkembangan fisik, mental, dan spiritual yang belum matang ditengarai sebagai salah satu penyebabnya.
Berdampak negatif bagi kualitas sumber daya manusia
Pernikahan dini membuat sebagian besar anak terpaksa putus sekolah dan beralih peran menjadi ibu rumah tangga atau bahkan pencari nafkah. Tentunya hal ini membuat program wajib belajar yang digalakkan pemerintah jadi terhambat..
"Dengan lebih dari 90% perempuan usia 20-24 tahun yang menikah secara dini tidak lagi bersekolah, tidak heran bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia mengalami penurunan."
Lebih berisiko terjadi kekerasan dalam rumah tangga
"Data global menunjukkan bahwa bagi anak perempuan yang menikah sebelum umur 15, kemungkinan mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga meningkat 50%."
Siti menyebut ketimpangan relasi kuasa di mana anak perempuan dianggap memiliki posisi lebih rendah sebagai salah satu penyebabnya. Begitu juga dengan kedewasaan emosional yang belum optimal menjadikan pasangan lebih mudah terpancing amarah.
Memicu munculnya berbagai masalah kesehatan
"Tingginya AKI (angka kematian ibu) setelah melahirkan disebabkan karena ketidaksiapan fungsi-fungsi reproduksi ibu secara biologis dan psikologis. Anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun."
Kasus kematian bayi yang ditemukan pada ibu di usia remaja lebih tinggi daripada ibu yang sudah berusia di atas 17 tahun. Sebanyak 14 persen bayi yang lahir dari ibu berusia remaja adalah prematur. Mereka juga lebih rentan mengalami stunting (pertumbuhan yang terhambat).
"Bahkan, pengantin anak memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap HIV/AIDS akibat hubungan seksual dini dan kurangnya pengetahuan mengenai kontrasepsi," bunyi artikel yang juga ditulis oleh Rizkina Aliya.
Menyebabkan ledakan jumlah penduduk
"Perkawinan anak mengancam agenda-agenda pemerintah seperti program Keluarga Berencana (KB) dan Generasi Berencana (Genre) oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)."
Tingginya angka kesuburan remaja Indonesia yang sudah aktif secara seksual lewat pernikahan bisa menyebabkan ledakan jumlah penduduk di kemudian hari. Jika tidak diatasi, program-program kependudukan yang lain juga bisa terkena imbasnya.
Pada akhirnya, Siti menyarankan agar pernikahan dilakukan oleh individu yang sudah memiliki kedewasaan dari segi biologis, psikologis, sosial, mental, dan spiritual. Menurutnya semua itu bisa ditemukan pada individu yang setidaknya sudah berusia 19 tahun.
(mdk/tsr)