10 Alasan Mengapa Anak Zaman Sekarang Lebih Mudah Cemas Dibanding di Masa Lalu
Anak zaman sekarang cenderung lebih mudah mengalami kecemasan dibanding di masa lalu karena sejumlah hal.
Kecemasan pada anak-anak telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, menjadikan mereka generasi yang paling cemas sepanjang masa. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini, baik yang berada di luar kendali kita maupun yang dapat diatasi dengan pendekatan yang tepat.
Dilansir dari Psychology Today, berikut adalah 10 alasan mengapa anak-anak zaman sekarang lebih rentan terhadap kecemasan dibanding masa lalu.
-
Apa saja ketakutan anak? Dilansir dari Understood, berikut ini adalah enam ketakutan umum yang biasa dimiliki anak-anak dan cara mengatasinya agar mereka tidak menjadi penakut.
-
Kapan anak bisa cemas? Perceraian orang tua, terdapat keluarga atau kerabat yang meninggal, atau peristiwa mendadak lainnya juga dapat menjadi salah satu penyebab gangguan kecemasan pada anak.
-
Apa itu gangguan kecemasan pada anak? Anxiety atau kecemasan tidak hanya dapat dialami oleh orang dewasa, gangguan kecemasan pada anak juga dapat terjadi.
-
Mengapa anak suka takut? Anak-anak sering kali menjadi penakut karena pengaruh dari perkembangan kognitif dan emosional mereka. Pada usia dini, imajinasi anak sangat berkembang tetapi mereka belum memiliki kemampuan penuh untuk membedakan antara kenyataan dan khayalan.
-
Apa penyebab stres pada anak? Penyebab stres pada anak bukan hanya merupakan masalah kecil, tetapi juga dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan fisik mereka.
-
Kenapa anak-anak rentan stres digital? “Dengan kemajuan teknologi, anak-anak lebih rentan terhadap kecemasan dan depresi. Pergeseran fokus ini disebabkan oleh konten digital yang dihasilkan dan dikonsumsi oleh anak-anak dengan tingkat kritis,“ jelas Mehrotra.
1. Tekanan untuk Berprestasi di Segala Bidang
Anak-anak saat ini dihadapkan pada tuntutan tinggi dalam bidang akademis dan olahraga sejak usia dini. Mereka diharapkan untuk unggul di segala bidang, menciptakan lingkungan kompetitif yang penuh tekanan. Hal ini sering kali menutupi kegembiraan dalam belajar dan menumbuhkan ketakutan terhadap kesalahan. Alih-alih melihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar, anak-anak kerap merasa gagal ketika tidak memenuhi ekspektasi.
2. Orang Dewasa yang Stres, Anak yang Terdampak
Laporan terbaru dari U.S. Surgeon General menunjukkan bahwa ada krisis kesehatan mental di kalangan orang tua, dengan 48 persen dari mereka merasa stres hampir setiap hari. Ketika orang tua tidak memiliki keterampilan atau dukungan sosial yang memadai, anak-anak menjadi lebih rentan terhadap masalah perilaku, penurunan harga diri, dan isolasi sosial akibat dampak negatif dari orang tua yang stres.
3. Waktu Layar Mengurangi Interaksi Tatap Muka
Kemajuan teknologi telah meningkatkan penggunaan layar pada anak-anak, yang secara negatif memengaruhi pola tidur dan mengurangi interaksi langsung. Padahal, interaksi tatap muka sangat penting untuk mengembangkan kecerdasan emosional dan ketahanan mental. Tekanan untuk mempertahankan citra sempurna di media sosial juga menambah lapisan kecemasan yang tidak dihadapi oleh generasi sebelumnya.
4. Jadwal yang Terlalu Padat
Banyak anak-anak sekarang memiliki jadwal yang dipenuhi oleh berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Meski kegiatan ini dapat memperkaya, gaya hidup yang terlalu padat justru menyebabkan kelelahan dan kecemasan. Anak-anak kehilangan waktu luang yang penting untuk pemulihan mental dan emosional mereka.
5. Terlalu Banyak Pengawasan
Anak-anak perlu kesempatan untuk mengeksplorasi dunia mereka sendiri tanpa terlalu banyak pengawasan. Ketika kita terlalu banyak mengawasi, mengintervensi, dan mengarahkan setiap langkah mereka, anak-anak akan merasa cemas. Seperti halnya seorang pekerja yang merasa tertekan saat bosnya terus-menerus mengawasi, anak-anak juga memerlukan kebebasan untuk membangun rasa percaya diri dan kemandirian.
6. Terpapar Media Secara Terus-Menerus
Akses mudah ke berita global membuat anak-anak semakin sadar akan masalah dunia seperti perubahan iklim, ketidakstabilan politik, dan krisis ekonomi. Kesadaran ini, meski penting, dapat memicu rasa tidak berdaya dan kecemasan karena mereka merasa menghadapi masalah yang terlalu besar untuk mereka atasi.
7. Gambaran Bahwa Mereka Rapuh
Pesan yang disampaikan melalui aplikasi pelacak keberadaan dan perlindungan berlebih dari orang tua dapat membuat anak-anak merasa rapuh. Ditambah lagi, banyak anak yang mendengar bahwa mereka telah "trauma" oleh pandemi, meskipun sebagian besar dari mereka tidak mengalami trauma tersebut. Hal ini menanamkan keyakinan bahwa mereka rusak atau terluka, yang memengaruhi persepsi mereka tentang kemampuan diri.
8. Kurangnya Waktu Bermain di Luar Ruangan
Kekhawatiran akan keselamatan dan daya tarik hiburan digital telah mengurangi waktu anak-anak bermain di luar ruangan. Padahal, alam dan aktivitas fisik terbukti memiliki efek positif pada kesehatan mental, memberikan pengurangan stres dan keseimbangan emosional. Kekurangan aktivitas ini dapat meningkatkan tingkat kecemasan pada anak-anak.
9. Tidak Diajari Cara Membangun Kekuatan Mental
Banyak anak zaman sekarang tidak dilengkapi dengan mekanisme coping yang efektif untuk mengatasi stres. Tanpa alat-alat ini, tantangan dan kegagalan dapat terasa tak tertahankan, memicu kecemasan yang lebih tinggi saat menghadapi tekanan hidup. Mereka kesulitan mengatur emosi, mengelola pikiran negatif, dan mengambil tindakan positif tanpa panduan tentang cara membangun kekuatan mental.
10. Perbincangan tentang Kesehatan Mental yang Meremehkan Seriusnya Kecemasan
Meskipun perbincangan tentang kesehatan mental telah meningkat, istilah seperti "kecemasan" dan "trauma" sering digunakan secara santai, yang dapat meremehkan pengalaman anak-anak yang benar-benar menderita gangguan kecemasan. Anak-anak yang mengalami kecemasan berat bisa merasa diabaikan ketika orang-orang di sekitar mereka menggunakan istilah ini tanpa pemahaman yang mendalam.
Mengatasi kecemasan pada generasi ini memerlukan peran aktif orang dewasa. Penting untuk mengurangi tekanan yang diberikan kepada anak-anak dan menyediakan akses lebih baik ke layanan kesehatan mental yang mendukung perkembangan mental yang kuat.
- Potret Momo Geisha Bareng Keluarga Liburan ke Taman Safari, Dua Buah Hatinya Happy Banget
- Kisah Mahasiswa UGM Jalani Program "Fast Track" Kuliah S1 dan S2 Berbarengan, Penuh Tantangan
- Wakil Ketua MK ke KPU: Jadikan Pilkada Serentak Pulihkan Kepercayaan Publik
- Jokowi Cerita Sempat Dibisiki 'Hati-hati Digulingkan' Saat Ingin Ambil Alih Freeport
- Sri Mulyani Rancang APBN 2025 Sesuai Ajaran Ayah Prabowo Subianto
Berita Terpopuler
-
Jokowi Cerita Sempat Dibisiki 'Hati-hati Digulingkan' Saat Ingin Ambil Alih Freeport
merdeka.com 19 Sep 2024 -
Pramono Anung Mundur dari Seskab, Istana Sebut Reshuffle Kabinet Mungkin Terjadi
merdeka.com 19 Sep 2024 -
Gus Miftah Bocorkan Rencana Jokowi Usai Purnatugas: Tidur Dua Minggu di Solo
merdeka.com 19 Sep 2024 -
Gus Miftah: Jokowi Ingin Pengasuh Pesantren Jaga Masa Transisi ke Pemerintahan Prabowo
merdeka.com 19 Sep 2024 -
Data NPWP Jokowi, Gibran dan Kaesang Diduga Bocor, Sri Mulyani Perintahkan Ditjen Pajak Lakukan Penyelidikan
merdeka.com 19 Sep 2024