[Part 1] Cinta yang terkoyak di tengah gejolak perang
Ini adalah kisah nyata tentang cinta yang harus terpisah karena perang.
Ini adalah kisah nyata tentang seorang pria dan wanita yang tumbuh sebagai kakak dan adik. Tapi ... kamu bisa menebak akhir ceritanya. Nasib menyatukan mereka sebagai pasangan. Bukan akhirnya yang membuat kisah kisah cinta mereka unik. Jalan panjang yang harus mereka lalui untuk bisa bersama yang membuat kisah mereka layak untuk diceritakan.
Jauh sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaannya, ada seorang pria bernama Durian. Dia adalah seorang penjahit yang cukup sukses di Porong. Penghasilannya didapat dari membuat pakaian untuk warga imigran China dan Belanda. Durian memiliki istri keturunan China bernama Siu dan 6 anak yang untungnya mewarisi wajah dan kulit ibu mereka yang cantik, bukan kulit Jawa miliknya yang legam.
Siu tak hidup lama. Perempuan itu meninggal ketika anak-anaknya masih kecil. Tapi tak butuh waktu lama bagi Durian untuk mendapatkan istri baru. Kali ini ia menikahi perempuan Jawa, seorang janda yang bekerja sebagai pedagang di pasar dan kadang-kadang dukun manten. Beberapa orang mengatakan Durian kena guna-guna, karena istri keduanya tak secantik yang pertama. Tapi siapa yang bisa memastikan kebenarannya?
Sri, si istri baru membawa serta anak angkatnya, seorang pemuda bernama Durachim. Durachim adalah anak semata wayang tetangganya yang bernama Rah. Karena Sri tidak memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, dia mengambil Durachim sebagai anak angkat. Setelah menikah dengan Durian, dia mengadopsi anak lagi. Kali ini seorang anak perempuan bernama Sianah.
Dalam penanganan Sri, kekayaan Durian berlipat. Dia membeli beberapa petak sawah dan mengelolanya sendiri. Lalu suatu hari Durian meninggal karena angin Duduk setelah diminta mencangkul di tegalan. Sekarang, Sri menjadi satu-satunya orang tua untuk 8 anak di rumahnya. Sri pintar mengolah sawah dan berdagang di pasar, tetapi dia bukan tipe ibu yang telaten. Jadi dia menghabiskan sebagian besar waktunya di sawah.
Anak-anaknya mulai belajar untuk saling menjaga satu sama lain. Mereka mengumpulkan bahan makanan, masak, makan, dan bekerja bersama-sama. Tapi satu per satu dari mereka mulai meninggalkan rumah untuk menikah atau merantau. Tinggal dua anak termuda, Pi'ah dan Han serta dua saudara angkat mereka.
Sebagai anak tertua yang masih tinggal di rumah, Pi'ah jadi merasakan kedekatan lebih dengan Durachim yang 9 tahun lebih tua darinya. Mereka melakukan hampir segala hal bersama-sama. Kalau Durachim memotong kayu bakar, Pi'ah yang kebagian tugas memasak. Bersama-sama mereka mengisengi pertunjukan wayang yang digelar tetangga. Mereka mengoleskan kotoran sapi di batang pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang. Akibatnya semua penonton mengeluhkan bau tinja sepanjang malam.
Pi'ah dan Durachim memperlakukan satu sama lain seperti saudara kandung. Namun lambat laun ada sesuatu yang yang lain tumbuh di antara mereka.
Suatu hari, Durachim mendengar pengumuman pendaftaran tentara ketika dia sedang dalam perjalanan untuk mengantar susu. Durachim bekerja sebagai pengantar susu untuk keluarga Belanda dan kadang-kadang ikut tampil sebagai pelawak di pertunjukan komidi koncer (sejenis kesenian ludruk dari Jawa Timur). Saat itu Indonesia belum merdeka, jadi kemungkinan besar yang disebut tentara saat itu cuma berangkat berperang atau gerilya. Tak ada gaji untuk dibawa pulang. Tetapi menjadi tentara jelas terdengar menarik untuk pemuda desa dengan jiwa petualangan Durachim. Jadi dia menjatuhkan kaleng susunya begitu saja dan segera mendaftar.
Saat itu, tidak perlu persyaratan macam-macam untuk menjadi seorang tentara. Yang dibutuhkan cuma tubuh yang cukup sehat dan kuat untuk mengangkat senjata. Jadi sama sekali tidak mengherankan kalau Durachim yang tak lulus Sekolah Rakyat bisa diterima segera ditugaskan.
Sebelum pergi berperang, Durachim sempat menitip pesan kepada ibu angkatnya. "Pi'ah jangan dinikahkan dengan orang lain. Nanti aku akan pulang dan membawanya."
Durachim mengatakan hal yang sama kepada adik angkatnya. "Tunggu aku kembali."
Durachim pun pergi ke medan perang. Bertahun-tahun dia tak kunjung kembali, bahkan setelah Indonesia merdeka. Pi'ah tetap menunggu seperti yang Durachim minta. Tetapi siapa yang tahu Durachim masih hidup atau tidak. Zaman perang adalah situasi yang penuh ketidakpastian.
Lagipula usianya sudah 15 tahun. Pada masa itu anak perempuan dinikahkan begitu memasuki usia 12 tahun. Untuk menghindari omongan tetangga, ibu tiri Pi'ah segera mengatur perjodohan untuknya.
-
Kenapa Hari Valentine dikaitkan dengan cinta? Karena alasan inilah hari Valentine lantas dikaitkan dengan hari perayaan cinta.
-
Apa yang dirayakan pada Hari Valentine? Perayaan ini memiliki akar sejarah yang kompleks dan berbagai versi asal-usulnya. Namun, secara umum, Hari Valentine diidentikkan dengan cinta romantis dan ekspresi kasih sayang.
-
Apa itu Hari Valentine? Hari Valentine, yang juga disebut Hari St. Valentine, adalah perayaan kasih sayang yang jatuh pada tanggal 14 Februari setiap tahunnya.
-
Kapan Hari Valentine dirayakan? Februari juga dikenal sebagai bulan cinta dengan perayaan Hari Valentine pada tanggal 14 Februari.
Seperti dituturkan Li'ana, putri tertua alm. Durachim dan Pi'ah