Susahnya jadi guru perbatasan, ngajar di kebun dan sepi murid
Mengajar di kelas bobrok, murid cuma 2 orang, itu sudah biasa.
Weny Nilasari cuma satu dari segelintir guru yang merasakan susahnya mengajar di perbatasan. Sebenarnya kurang tepat menyebut tempat perempuan berhijab asal Malang ini mengabdi sebagai perbatasan. Daerah tempat Weny mengajar sudah masuk ke wilayah Kinabalu, Malaysia. Di sana dia mengajar anak-anak para buruh perkebunan sawit asal Indonesia.
Namun upayanya untuk menyampaikan ilmu pada anak-anak Indonesia pun tak mudah. Pasalnya tempat dinas Weny jauh dari kota. Tak ada kantor guru yang nyaman. Bahkan ruang kelas tempat mengajar pun tak bisa disebut memadai. Kalau guru-guru di perkotaan Indonesia saja harus susah payah mendidik murid, Weny dan kawan-kawan senasib di perbatasan harus banting tulang lebih keras lagi.
Sebenarnya Weny adalah seorang sarjana pertanian, sama sekali tak ada latar pendidikan guru. Pengalamannya mengajar pun cuma sebatas menjadi guru les. Tetapi Weny berhasil lolos seleksi untuk mengikuti program mengajar di daerah-daerah perbatasan.
-
Apa yang membuat nama ilmiah spesies unik? Dengan menggunakan kombinasi ini, setiap spesies dapat diidentifikasi dengan jelas dan unik. Misalnya, nama Latin Homo sapiens mengidentifikasi manusia secara spesifik.
-
Kapan Ken Ken beralih profesi? Setelah menghilang dari dunia hiburan selama 18 tahun, ia menemukan panggilan barunya sebagai seorang petani.
-
Apa saja alasan unik karyawan zaman Mesir Kuno untuk bolos kerja? Dari mulai masalah kesehatan hingga urusan keluarga.Pentingnya kehadiran di tempat kerja tampak jelas berpengaruh.
-
Kenapa taksi-taksi ini unik? Taksi umum biasanya menggunakan mobil jenis sedan atau MPV yang dapat ditemui hampir di seluruh dunia. Namun, terdapat juga taksi yang menggunakan jenis mobil lainnya.Di beberapa bagian dunia lainnya, terdapat taksi yang menggunakan Lamborghini sebagai kendaraannya. Bahkan, ada juga taksi yang menggunakan mobil kecil dengan desain yang mirip dengan helm.
-
Bagaimana bentuk taksi yang unik ini? Dengan bentuk yang unik seperti ini, taksi-taksi ini pasti tidak ada yang serupa di seluruh dunia.
-
Apa profesi Kendis Nasya? Seorang Penyanyi Bukan orang biasa, Kendis Nasya dikenal sebagai salah satu selebgram terkenal. Tak hanya itu, ia juga menggeluti dunia musik, kerap mengcover lagu dan manggung di acara offline.
Berikut ini sekelumit suka-duka mengajar di pedalaman Kinabalu yang dia sampaikan pada Merdeka.com.
Lumayan, cuma 6 jam perjalanan
Weny menganggap nasibnya sebagai guru di Kinabalu cukup lumayan. Dia masih kebagian rumah dinas dari salah satu perusahaan. Jarak yang harus ditempuh dari rumah ke tempat anak didik berkumpul pun baginya masih cukup dekat, hanya 6 jam perjalanan.
Persyaratan yang dia ajukan yaitu tempat untuk mengajar pun dipenuhi oleh perusahaan. Meskipun kadang hanya ruang kelas bobrok, gubuk, atau malah tenda. Selain itu dia masih harus mendatangi lokasi yang berbeda-beda setiap mengajar. Maklum, anak didiknya yang total berjumlah 78 orang itu belajar di sekolah milik perusahaan perkebunan yang berbeda-beda.
Setiap perusahaan perkebunan di Kinabalu wajib mendirikan sekolah sebagai bentuk CSR (Corporate Social Responsibility). Pada usia 0-5 tahun, setiap anak wajib ditempatkan di kandang budak (tempat penitipan anak) selagi para orang tua bekerja. Setelah itu mereka wajib mengikuti pendidikan humana yang terdiri dari tadika (TK) dan darjah (SD).
Dulunya anak-anak TKI ini masih diperbolehkan menempuh pendidikan di sekolah kerajaan. Namun kebijakan baru melarang mereka bersekolah bersama anak-anak Malaysia. Jadi untuk pendidikan mereka harus bergantung pada sekolah perusahaan yang biasanya juga disokong oleh yayasan nirlaba.
Menurut Weny, banyak rekan-rekannya yang lebih susah. Terutama guru-guru lelaki yang benar-benar ditempatkan di perbatasan. Mereka harus menempuh medan yang jauh lebih berat untuk menemui anak didik. Menempuh jarak sejauh 24 km setiap hari pun bukan tak mungkin.
"Ada teman saya yang mengajar di tempat yang lebih pelosok," tuturnya. "Sekolahnya benar-benar terbuka, karena memang semuanya terbuka, baik bangunan maupun penerimaan siswanya. Jadi tempat mengajarnya itu berupa tenda, dan muridnya ada sekitar 100 anak."
"Gurunya cuma ada dua orang. Kalau cuaca lagi buruk, mereka semua menyempit ke tengah tenda. Pernah suatu hari, ketika cuaca lagi buruk karena ada angin kencang, atap tenda diterbangkan angin."
Tak ada ruangan, kebun dan rumah guru pun jadi kelas dadakan
Mengajar dengan sumber daya seadanya membuat Weny dan kawan-kawan harus kreatif. Karena umumnya ruang tempat belajar mengajar yang disediakan tiap perusahaan hanya satu, tiga kelas yang berbeda tingkatan harus belajar bersama.
Untungnya para guru ini sudah dibekali metode khusus untuk mengajar beberapa kelas sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Biasanya dia menyiapkan materi yang sama, lalu memberikan pertanyaan dengan tingkat kesulitan yang berbeda untuk masing-masing kelas.
Anak-anak buruh sawit di Kinabalu sedang belajar di kelas. ©Weny NilasariTak jarang Weny dan kawan-kawan harus mengajar di tengah kebun, di dalam tenda yang dibuat dengan bahan seadanya. Jika ruang kelas tak ada, halaman atau teras rumah dinas guru pun beralih fungsi jadi kelas darurat.
Dari 10 murid, protol jadi tinggal 2
Di samping fasilitas seadanya, yang menjadi kesulitan terbesar bagi Weny untuk mengabdi justru berasal dari murid-muridnya sendiri.
Dari sekian banyak anak TKI di Sabah, mungkin yang menempuh pendidikan tak sampai ratusan. Murid-murid Weny sendiri tak sampai 100 orang. Anak-anak di sini umumnya memiliki minat belajar yang tergolong rendah. Sejak awal orang tua kurang menanamkan pentingnya pendidikan kepada anak-anak. Tak sedikit yang memutuskan agar anaknya ikut membantu di perkebunan selepas darjah.
Anak-anak yang melanjutkan pendidikan ke sekolah CLC (Community Learning Center), sekolah lanjutan yang dinaungi oleh pemerintah Indonesia pun biasanya tak banyak. Sebagian besar memilih mundur di tengah jalan.
"Kebanyakan yang masuk CLC beranggapan bahwa sekolah di CLC itu susah, dan mereka juga banyak yang protol. Jadi misalkan dalam satu perusahaan ada 10 anak CLC, nanti lama-lama itu protol jadi tinggal 2, selalu setiap tahun seperti itu."
Belum lagi kendala bahasa yang membuat komunikasi antara guru dan murid semakin sulit. Maklum, anak-anak ini lebih akrab dengan bahasa melayu.
Tetapi kesulitan-kesulitan itu tak lantas membuat para guru Indonesia patah arang. Mereka mengusahakan berbagai cara agar murid yang masih gigih belajar ini tetap semangat, kalau perlu sampai mendapatkan beasiswa dari pemerintah.
Pada kenyataannya sejumlah murid memang berhasil menunjukkan prestasi gemilang. Bahkan ada yang mendapat beasiswa untuk meneruskan SMA dan kuliah di Indonesia.
Baca juga:
Jawa Timur paling tinggi kasus pelajar hamil di luar nikah
DPR kritik Menteri Nasir, bikin mahasiswa di luar negeri terancam DO
Menristek Dikti: Perguruan tinggi berkualitas sebagian besar di Jawa
Peralihan PTS ke PTN agar kualitas pendidikan merata sampai pelosok
Komisi X minta pemerintah transparan pakai dana pendidikan Rp 419 T