Tak Banyak yang Tahu, Peci Hitam Sukarno Tersimpan Rapih di Museum Ini
Sukarno dan peci tidak pernah terpisahkan. Ia mengenakan peci sebagai simbol kebangsaaan
Sukarno dan peci tidak pernah terpisahkan. Ia mengenakan peci sebagai simbol kebangsaaan. Kini, banyak para pejabat yang menggunakan peci sebagai atribut tiap kampanye.
Peci menjadi salah satu atribut ikonik Sukarno. Pada masa pergerakan nasional sekitar 1917, Sukarno lah sosok yang pertama kali mempopulerkan peci hitam.
- Bocah 4 Tahun Tak Sengaja Pecahkan Guci Berusia 3.500 Tahun di Museum, Begini Reaksi Orang Tuanya
- Menengok Jejak Sejarah Perkeretaapian di Museum Lawang Sewu, Kini Jadi Tempat Wisata Favorit di Semarang
- Berusia 124 Tahun, Begini Kisah Lokomotif Tertua di Indonesia yang Tersimpan Utuh di Museum Kereta Api Ambarawa
- Kisah Pirngadie Keliling Indonesia untuk Melukis Wajah Semua Suku, Kini Jadi Arsip Penting Museum Nasional
Pada masa Kolonial Belanda, peci merupakan salah satu atribut masyarakat kelas bawah, biasanya dipakai tukang becak atau rakyat jelata lain. Orang yang pakai peci zaman dulu itu sudah dicap sebagai masyarakat kelas bawah.
Tetapi Sukarno pada saat itu menggunakan peci untuk mempertegas identitas diri sebagai bangsa Indonesia. Mulanya, terjadi perbincangan hangat mengenai adanya kaum yang menamai diri mereka kaum ‘intelegensia’ yang menjauhkan diri dari rakyat-rakyat biasa.
Mereka merasa terhina jika memakai bangkon, sarung, dan peci. Maka, untuk menyatukan diri dengan semua kalangan masyarakat, Sukarno memutuskan untuk memakai peci sebagai lambang persatuan dan Indonesia Merdeka.
“Orang-orang ini bodoh dan perlu belajar, bahwa seseorang tidak akan dapat memimpin rakyat banyak ini jika tidak menyatukan diri dengan mereka. Sekalipun tidak seorang juga yang melakukan ini di antara kaum terpelajar, aku memutuskan untuk mempertalikan diriku dengan sengaja kepada rakyat jelata,” ungkap Sukarno dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams.
Sempat Ragu Pakai Peci
Sukarno juga menceritakan bagaimana perasaan tegangnya saat pertama kali memutuskan memakai peci. Kala itu, ia sedang datang dalam pertemuan Jong Java, sesaat sebelum ia meninggalkan Surabaya.
Ia bahkan berlindung di belakang tukang sate untuk menenangkan pikirannya ketika sedang menunggu kawan-kawan seperjuangannya. Namun ia bisa mengendalikan dirinya dengan berpikir ia adalah seorang pemimpin.
Sukarno berdialog dengan pemikirannya sendiri “Jadi pengikutkah engkau, atau jadi pemimpinkah engkau?... Aku pemimpin,” “Kalau begitu, buktikanlah. Ayo maju. Pakailah pecimu. Tarik napas yang dalam dan masuk SEKARANG!,” ujar Sukarno kepada dirinya sendiri.
Reaksi orang-orang yang sudah menunggunya di dalam seketika terdiam melihat penampilan Sukarno memakai peci. Untuk memecah keheningan tersebut, Sukarno mengatakan “Janganlah kita melupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasal dari rakyat dan bukan berada di atas rakyat,”.
Peci Lambang Indonesia Merdeka
Sukarno juga mengatakan bahwa kita memerlukan suatu lambang kepribadian Indonesia. Dan peci adalah atribut yang pas untuk dijadikan sebagai simbol karena peci memiliki khas perorangan, di mana banyak pekerja dari bangsa melayu yang memakainya, dan oleh karena itu peci juga menjadi kepunyaan rakyat kita.
“Ayolah saudara-saudara, mari kita angkat kita punya kepala tinggi-tinggi dan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka,” ujar Sukarno.Sejak saat itu peci jadi populer di semua kalangan.
Sukarno merasa bangsa kepada dirinya sendiri karena berhasil menjadikan peci sebagai lambang kebangsaan bagi para pejuang kemerdekaan. Selain itu, masyarakat bahkan menganggap tidak pantas jika membuka peci dimuka umum.
Saat ini koleksi peci hitam milik Sukarno dipamerkan di Galeri Kepresidenan klaster, Sukarno, Museum Kepresidenan RI Balai Kirti.
Kurniawan Ivan, seorang edukator museum mengatakan kepada merdeka.com (5/11) kalau Sukarno memiliki dua langganan peci. Yang pertama peci Haji Iming di Bandung, dan yang kedua peci Haji Sjarbaini di Bukit Tinggi.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti