Tragedi Peter Erberveld: Dihukum VOC dengan Cara Sadis, Tubuhnya Ditarik Empat Kuda
Dituduh makar terhadap kekuasaan VOC, seorang tuan tanah peranakan Jerman mendapat hukuman kejam. Tubuhnya ditarik empat ekor kuda yang melesat ke berbagai arah mata angin. Menjadi asal mula istilah 'pecah kulit'.
Dituduh makar terhadap kekuasaan VOC, seorang tuan tanah peranakan Jerman mendapat hukuman kejam. Tubuhnya ditarik empat ekor kuda yang melesat ke berbagai arah mata angin. Menjadi asal mula istilah 'pecah kulit'.
Penulis: Hendi Jo
-
Apa peran penting Tegal dalam sejarah VOC? Tegal adalah sebuah bandar kecil di pantai utara Jawa yang menjadi persinggahan Tome Pires pada abad ke-16. Bertahun-tahun kemudian, kota itu berkembang menjadi kota industri penting pada zaman VOC.
-
Apa yang dilakukan seniman AI itu pada tokoh-tokoh sejarah? Gambar-gambar tersebut menunjukkan Mahatma Gandhi dalam avatar berotot, Albert Einstein dengan tubuh kekar, dan Rabindranath Tagore memamerkan fisik berototnya.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
Pieter Erberveld terus 'bergerilya' untuk mengumpulkan kekuatan. Pertemuan demi pertemuan dengan kaum bumiputra memunculkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Dari ikatan emosional tersebut muncul hasrat melakukan pemberontakan. Bersama seorang ningrat asal Banten, Raden Ateng Kartadriya dan dua puluh lima pengikutnya, Pieter lantas merencanakan aksi pemberontakan. Hari H-nya: 31 Desember 1721, bertepatan dengan pesta malam tahun baru 1722.
Raden Ateng secara rahasia meminta bantuan pihak Kesultanan Banten. Selain itu, dia juga mengaku sudah menyiapkan banyak bantuan dari berbagai pihak.
"Saya sendiri dan beberapa kawan sudah mengumpulkan 17.000 prajurit yang telah siap memasuki kota," ujar Raden Ateng Kartadriya seperti ditulis Alwi Shahab dalam Batavia Kota Banjir.
Namun mujur tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Pemufakatan subversif itu malah bocor sebelum waktunya kepada telik sandi VOC. Lewat mulut seorang budak Pieter yang 'bernyanyi', Reykert Heere (Komisaris VOC untuk urusan bumiputera) memiliki alasan kuat menangkap dua puluh tiga pelaku rencana pemberontakan tersebut termasuk Pieter dan Raden Ateng Kartadriya.
Hukuman Mati Paling Sadis
Setelah empat bulan memenjarakan Pieter dan komplotannya, Collage van Heemradeen Schepenen (Dewan Pejabat Tinggi Negara) memutuskan hukuman mati untuk mereka. Namun caranya tidak biasa dan sangat kejam.
Di sebuah lapangan sebelah selatan dekat Balai Kota, mereka menjalani hukuman sebagai pemberontak. Punggung mereka diikat pada sebuah salib. Tangan kanan dibacok hingga putus. Lengan dijepit, daging kaki dan dada dicungkil keluar.
Jantung mereka dikeluarkan dan dilemparkan ke wajah para terhukum. Kepala dipancung dan tubuh mereka diikat oleh empat ekor kuda yang berada pada empat posisi arah mata angin.
Begitu kuda-kuda tersebut dihela, maka berpecahanlah tubuh dan kulit mereka. Seolah tidak cukup dengan kebrutalan itu, para algojo VOC menancapkan kepala mereka masing-masing ke sebuah tonggak di sebuah tempat di luar kota.
Maksudnya agar menjadi makanan burung-burung sekaligus pembangkit efek jera kepada siapapun yang berniat melakukan pemberontakan terhadap VOC.
"Kelak bekas tempat eksekusi Pieter dan kawan-kawanya disebut sebagai Kampung Pecah Kulit," ujar Alwi Shahab.
Konspirasi Politik Berdarah
Benarkah Pieter dan kawan-kawan bumiputeranya merencanakan sebuah pemberontakan berdarah? Tak jelas benar. Namun dua ratus tahun setelah eksekusi barbar itu, seorang sejarawan Belanda bernama Prof.Dr.E.C.Godee Molsbergen dalam De Nederlandsch Oostindische Compagnie in de Achtiende eeuw, menyebut Insiden Pieter Erberveld sebagai peristiwa berdarah yang sarat konspirasi politik.
Selain faktor ketamakan ekonomi VOC, Prof.Godee menyatakan insiden Pieter Erberveld terjadi karena adanya intrik dan nafsu politik di kalangan para pejabat maskapai dagang tersebut.
Dia percaya bahwa isu rencana pemberontakan hanya bualan semata. Baginya tidaklah mungkin seorang Pieter yang terpelajar dan pintar berlaku sembrono dengan merencanakan kudeta tanpa persiapan dan serba mendadak.
"Itu mungkin sekali, karena berbagai keadaan pada masa itu, orang tak dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sengala rencana komplotan itu diperoleh dari hasil siksaan-siksaan," ujar Prof.Godee dalam tulisan yang termuat dalam buku sejarah Geschiedenis van Nederlands Indie, jilid empat, himpunan Dr. F. W. Stapel itu.