Kisah Nabi Harun, Saudara yang Selalu Setia Menemani Dakwah Nabi Musa
Dalam kisah Nabi Musa, Nabi Harun sebenarnya juga ada di sana mendampingi saudaranya tersebut dalam melakukan dakwah kepada penduduk Mesir, terutama Fir’aun. Karena kedua Nabi ini diutus bersama untuk kaum yang sama, maka kisah Nabi Harun pun tidak jauh berbeda dengan kisah Nabi Musa.
Kisah Nabi Harun mungkin tidak banyak diketahui oleh beberapa orang. Hal ini karena Nabi Harun sendiri ditugaskan menjadi nabi bersama dengan saudaranya Nabi Musa.
Dalam kisah Nabi Musa, Nabi Harun sebenarnya juga ada di sana mendampingi saudaranya saat melakukan dakwah kepada penduduk Mesir, terutama Fir’aun. Karena kedua Nabi ini diutus bersama untuk kaum yang sama, maka kisah Nabi Harun pun tidak jauh berbeda dengan kisah Nabi Musa.
-
Kapan Shalawat Nabi Muhammad dibaca? Shalawat pertama yang sangat dikenal adalah Shalawat Nabi Muhammad, sebuah doa yang mengandung pujian dan permohonan keberkahan kepada Nabi beserta keluarga dan keturunannya.
-
Siapa Nabi Khidir itu? Sejumlah ulama juga memiliki pendapat berbeda tentang siapa sebenarnya sosok Nabi Khidir, apakah dirinya seorang nabi, atau orang sholeh yang memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT.
-
Kapan Rasulullah berziarah kubur? Rasulullah setiap kali giliran menginap di rumah ‘Aisyah, beliau keluar rumah pada akhir malam menuju ke makam Baqi’ seraya mengucapkan salam: Salam sejahtera atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukmin.
-
Kapan Nabi Muhammad SAW lahir? Berdasarkan catatan beberapa buku sejarah, Nabi SAW lahir tanggal 12 Rabi’ul tahun Gajah atau bertepatan dengan 20 April 571 M.
-
Apa yang dimaksud dengan Sholawat Nabi? Sholawat Nabi merupakan doa dan pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW. Pentingnya membaca sholawat Nabi terletak pada makna spiritual dan keutamaan yang terkandung di dalamnya.
Baca juga: Tongkat Nabi Musa As Sebagai Perantara Penolong Umatnya
Dikatakan bahwa Nabi Harun lahir terlebih dulu dari pada Nabi Musa. Sehingga Nabi Harun terhindar dari perintah Fir’aun yang menyuruh untuk membunuh anak laki-laki pada masa Nabi Musa dilahirkan.
Nabi Harun Diangkat Menjadi Nabi
Ketika Nabi Musa diangkat sebagai Nabi, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk pergi menemui Fir’aun dan memberikan dakwah padanya. Maka Nabi Musa pun menyanggupinya.
Namun, sebelum berangkat, Nabi Musa berdoa kepada Allah SWT untuk meminta bantuan.
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.” (Q.S Thaha: 25 – 35).
Atas permintaan Nabi Musa itulah, Allah SWT memberi wahyu dan mengangkat Nabi Harun sebagai Nabi untuk mendampingi Nabi Musa dalam menyebarkan dakwah.
“Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi.” (Q.S Maryam: 53).
Nabi Musa pun pulang menuju keluarganya dan memberitahu kepada Nabi Harun apa yang terjadi agar Nabi Harun setuju untuk ikut menyampaikan dakwah kepada Fir’un dan kaumnya.
Nabi Harun yang mendengar kabar tersebut merasa senang dan setuju untuk ikut bersama dengan saudaranya tersebut untuk pergi berdakwah.
Kelebihan Nabi Harun
Dengan adanya Nabi Harun sebagai rekan Nabi Musa membuat beban Nabi Musa menjadi lebih ringan dalam berdakwah. Dipilihnya Nabi Harun oleh Nabi Musa bukan tanpa sebab.
Nabi Harun dikenal karena kecakapannya dalam berbicara. Nabi Musa pun mengakui sendiri kelebihan yang dimiliki oleh saudaranya tersebut.
“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku." (Q.S Al-Qashsash: 34).
Nabi Harun diberi anugerah oleh Allah SWT berupa kefasihan dalam berbicara. Dikatakan bahwa cara berbicara yang dimiliki Nabi Harun sangat lembut, tenang, dan mudah dipahami. Nabi Harun pandai menata setiap perkataannya sehingga membuat banyak orang senang berbicara dengan beliau.
Selain itu, Nabi Harun juga diketahui memiliki pendirian yang sangat kuat dan tegas. Dengan kelebihan yang dimiliki oleh Nabi Harun, membuatnya di tetapkan sebagai juru bicara Nabi Musa.
Berdakwah Bersama Nabi Musa
Kemudian pergilah Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berdakwah di hadapan Fir’aun dan kaumnya. Namun karena sifat Fir’aun saat itu yang terkenal kejam, maka Nabi Musa dan Nabi Harun berdoa kepada Allah SWT untuk diberikan perlindungan.
Berkatalah mereka berdua: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas." (Q.S Thaha: 45).
Kemudian Allah SWT berfirman, "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat". Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” (Q.S Thaha: 46 – 48).
Kemudian dengan perlindungan Allah SWT, kedua saudara itu pun berangkat untuk menyebarkan ajaran agama Islam kepada kaumnya dan kepada Fir’aun.
Nabi Harun terus mendampingi dan membantu saudaranya dalam berdakwah, termasuk ketika terjadi penenggelaman Fir’aun.
Amanah untuk Nabi Harun
Kisah Nabi Harun yang mungkin banyak diingat adalah ketika Nabi Musa menerima wahyu dari Allah SWT berupa Kitab Taurat. Dalam menerima wahyu tersebut, Nabi Musa harus pergi berdiam diri di sebuah bukit yang bernama Bukit Tursina selama 40 hari.
Sebelum pergi, Nabi Musa memberikan amanat kepada Nabi Harun untuk menggantikannya untuk mengawasi dan memimpin Bani Israil. Namun, kepergian Nabi Musa untuk menerima wahyu ini justru dimanfaatkan oleh seseorang bernama Samiri.
Samiri mencoba untuk membujuk Bani Israil kembali menyembah berhala dengan membuat berhala dan melakukan tipu muslihat terhadap berhala tersebut. Melihat kaumnya yang kembali menyembah berhala, Nabi Harun pun memperingatkan dan berusaha mencegah kaumnya agar tidak menyekutukan Allah SWT.
Nabi Harun berkata bahwa berhala tesebut adalah cobaan bagi kaumnya, "… Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku." (Q.S Thaha: 90).
Namun, upaya Nabi Harun untuk menyadarkan kaumnya tidak dipedulikan oleh kaumnya. Mereka tetap akan menyembah berhala yang menyerupai sapi tersebut sampai Nabi Musa kembali.
Kembalinya Nabi Musa
Akhirnya, Nabi Musa pun kembali dengan membawa wahyu berupa Kitab Taurat. Melihat kaumnya yang kembali menyembah berhala membuat Nabi Musa marah dan menegur saudaranya, Nabi Harun.
Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?" (Q.S Thaha: 92-93).
Dikisahkan bahwa Nabi Musa yang marah mendatangi Nabi Harun dan menarik janggut Nabi Harun. Harun menjawab' "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): "Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku." (Q.S Thaha: 94).
Akibatnya janggut yang dipegang oleh Nabi Musa berubah warnanya menjadi putih dan janggut yang tidak dipegang oleh Nabi Musa tetap berwarna hitam. Sejak saat itu janggut Nabi Harun mempunyai dua warna yaitu putih dan hitam.
Setelah Nabi Harun menceritakan apa yang terjadi pada saudaranya tersebut, Nabi Musa pun akhirnya tahu siapa yang membuat kaumnya menjadi seperti ini. Pergilah Nabi Musa menemui Samiri dan beliau berkata, "Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?” (Q.S Thaha: 95).
Samiri pun menjawab, "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku." (Q.S Thaha: 96).
Nabi Musa pun mengusir Samiri dan berjanji akan menghancurkan berhala-berhala yang dibuatnya dan akan dihanyutkan kedalam laut.
Berkata Musa: "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: "Janganlah menyentuh (aku)". Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).” (Q.S Thaha: 97).