Melihat Cara Warga Betawi Tempo Dulu Obati Penyakit, Manfaatkan Dedaunan di Sekitar Rumah
Orang Betawi biasa memakai dedaunan untuk mengobati penyakit yang diderita.
Orang Betawi biasa memakai dedaunan untuk mengobati penyakit yang diderita.
Melihat Cara Warga Betawi Tempo Dulu Obati Penyakit, Manfaatkan Dedaunan di Sekitar Rumah
Masyarakat Betawi tempo dulu punya berbagai tradisi, mulai dari budaya bersantap makanan, merayakan hari besar, sampai pengobatan tradisional, seperti yang dilakukan masyarakat di wilayah Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan.
-
Bagaimana cara masyarakat Betawi menyambut roh nenek moyang dalam tradisi ruwahan? Mula-mula tetangga dan keluarga besar diundang ke rumah warga Betawi yang melaksanakan ruwahan. Kemudian mereka melaksanakan pengajian berupa pembacaan tahlil, yasin dan doa bersama. Ini jadi salah satu cara untuk menyambut kehadiran roh nenek moyang, sekaligus mendoakan agar amal ibadahnya bisa diterima oleh Allah SWT.
-
Bagaimana cara warga Betawi melakukan Nyambat? Mengajak tetangga untuk meringankan pekerjaan yang dimiliki seseorang Dari segi bahasa, Nyambat sendiri merupakan upaya ajakan meminta bantuan tetangga dari seseorang yang tengah memiliki suatu pekerjaan berat.Ajakan ini biasanya meliputi pekerjaan membajak sawah, mendirikan rumah dan yang berkaitan dengan kebutuhan tenaga banyak.
-
Bagaimana cara perajin Batik Betawi mempertahankan tradisi dalam pembuatan batik? Meskipun sudah banyak pembatik yang menggunakan cap, para perajin Batik Betawi lebih memilih mempertahankan teknik tulis tradisional.
-
Apa itu tradisi ketupat lepas di Betawi? Ini bukan budaya makan bareng ketupat nasi, atau membagikannya ke warga. Melainkan sebagai pengiring nazar dari para orang tua terhadap anak-anak mereka.
-
Kenapa budaya palang pintu muncul di Betawi? Budaya palang pintu muncul ketika daerah-daerah Betawi masih rawan. Dulu jauh sebelum seperti saat ini, orang melamar untuk nikah harus berangkat pada malam hari.
-
Bagaimana cara melakukan tradisi ruwatan? Untuk melakoni proses ruwatan, harus dipersiapkan beberapa unsur pendukungnya seperti sajen yang berfungsi untuk berkomunikasi dan interaksi dengan mahluk gaib. Setelah ritual sajen dilakukan, kemudian dilanjut dengan acara pertunjukan wayang yang diperankan oleh lakon khusus bernama Murwakala dan turut disajikan sajen khusus untuk memuja Batara Kala.
Sebelum tahun 1990-an, warga di sana masih melestarikan tata cara pengobatan nonmedis yang memanfaatkan berbagai tumbuhan dari alam di sekitar tempat tinggal mereka. Dalam buku berjudul “Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat Betawi di Kelurahan Ciganjur” terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kebiasaan ini merupakan warisan turun temurun oleh orang tua zaman dulu.
Para anak dan cucu mereka meneruskan tradisi ini sebagai upaya pencegahan awal agar penyakit tak bereaksi lebih lama di dalam tubuh.
Pengobatan dari tumbuh-tumbuhan ini tak hanya mengobati penyakit luar, namun turut mampu meringankan penyakit dalam. Berikut informasi selengkapnya.
Budaya pengobatan Betawi
Menurut buku tersebut, warga Betawi menjalankan pengobatan agar penyakit yang diderita tidak semakin parah. Penggunaan bahan pengobatan dari alam sekitar juga merupakan upaya penanganan cepat, agar kondisi orang yang diobati bisa tetap stabil. Dalam kata lain, ini sebagai penanganan awal sebelum tindakan lanjutan ke fasilitas kesehatan.
Di masa itu, warga juga mengandalkan pengobatan dari rumah ini karena terbatasnya waktu, atau minimnya uang untuk biaya berobat.
Penyakit yang bisa diobati
Beberapa penyakit luar yang bisa diobati secara tradisional oleh masyarakat Ciganjur di antaranya kebotakan, jerawat, luka terkena benda tajam, luka bakar, memar, bengkak, kudis, panu, bisul, mata ikan dan kutil.
Sedangkan untuk penyakit dalam di antaranya demam, sakit kepala, keracunan makanan, sakit lambung, mimisan, batuk pada anak, sariawan, diare, cacingan, sakit ulu hati, radang tenggorokan, flu, campak, epilepsi sampai biduran.
Penyakit-penyakit itu biasanya akan secara bertahap berkurang kondisinya jika dilakukan pengobatan secara tradisional melalui resep dedaunan serta tumbuhan.
- Kisah Penderita Jantung Koroner Hidup Segar Bugar tanpa Obat, Kini Jadi Petani Anggur di Desa
- Mengenal Dhurung Bawean, Tempat Warga Gresik Berkumpul hingga Menyimpan Padi yang Dilengkapi Alat Penghalau Tikus
- 10 Tanda yang Perlu Dikenali saat Demam yang Dialami Ternyata Merupakan Gejala Penyakit yang Lebih Parah
- Pengungsi Gempa Bawean Mulai Terserang Penyakit
Manfaatkan Dedaunan Sekitar
Untuk mengobati penyakit kebotakan, warga Betawi di sekitar Ciganjur biasanya menggunakan beberapa jenis daun, seperti selederi, lidah buaya dan santan kelapa.
Bahan-bahan tersebut biasanya dijadikan sari lalu bisa dicampurkan atau digunakan satu per satu sesuai kebutuhan.
Untuk pengobatan, hasil sari tersebut langsung dioleskan di bagian kepala yang mengalami penipisan rambut atau kebotakan. Warga setempat biasanya melakukannya secara rutin, sebanyak dua sampai tiga kali per minggu. Dalam jangka waktu beberapa bulan, rambut dipercaya bisa tumbuh di area tersebut.
Kemudian warga Betawi di Ciganjur juga terbiasa mengobati penyakit kulit berupa jerawat, dengan menggunakan dedaunan seperti daun cabai, kencur, dan beras padi. Semua bahan itu ditumbuk halus sampai lunak dan dijemur. Setelah jadi bedak dingin, dicairkan dan dioles di area sekitar jerawat.
Sedangkan untuk sakit kepala, jenis daun yang bisa digunakan adalah daun pecah pala, daun sosor bebek, daun brahma, daun genting, dan daun tumpangan air. Semua daun ditumbuk dan diberi air lalu dibalurkan di ubun-ubun dan pelipis. Warga Ciganjur biasa menyebutnya obat popol.
Setiap Penyakit Ada Obatnya
Mengutip budaya-indonesia.org, pemanfaatan hasil alam sebagai media pengobatan didasarkan oleh melimpahnya pepohonan dan dedaunan di wilayah Jakarta.
Di zaman dulu, Jakarta belum sepadat sekarang dan masih tersedia banyak hutan di wilayah kota, seperti yang terjadi di wilayah Ciganjur. Lokasi ini juga berbatasan dengan Depok dan Bogor, yang secara geografis wilayahnya dekat dengan dataran tinggi.
Ditemukannya dedaunan sebagai obat dilandaskan kepercayaan warga Betawi yang meyakini jika melimpahnya tumbuhan mampu menjadi penyembuh penyakit. Selain itu, warga Betawi juga percaya jika setiap penyakit memiliki obat.