Mengenal Ragam Pantangan ala Orang Betawi, Tak Boleh Makan Pisang Dempet hingga Buang Air Kecil di Bawah Pohon
Pantangan ini biasanya dilestarikan sebagai sebuah kearifan lokal.
Pantangan ini biasanya dilestarikan sebagai sebuah kearifan lokal.
Mengenal Ragam Pantangan ala Orang Betawi, Tak Boleh Makan Pisang Dempet hingga Buang Air Kecil di Bawah Pohon
Masyarakat Betawi di seputaran Jakarta masih meyakini adanya pantangan sebagai sebuah pedoman hidup. Mereka percaya akan mendapat hal-hal buruk jika dilanggar.
-
Apa maksud pantang larang di Desa Padang Genting? Pantang larang merupakan mitos yang dipercaya masyarakat Melayu. Mitos tersebut mengenai ajaran-ajaran terhadap perilaku masyarakat berbentuk larangan terkait apa yang tidak boleh dilakukan. Jika larangan tersebut dilanggar maka dipercaya akan memiliki kesan yang buruk.
-
Dimana pantang larang ini berasal? Mitos Pantang Larang Desa Padang Genting yang terletak di Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Sumatra Utara memiliki tradisi berharga yang berperan penting dalam membentuk cara hidup dan pandangan masyarakat.
-
Kenapa pantang larang di Desa Padang Genting penting? Pantang larang menjadi landasan kuat dalam kehidupan masyarakat Melayu di Desa Padang Genting. Menurut mereka, pantang larang bukanlah mitos belaka, namun juga panduan hidup yang perlu dipegang teguh agar dapat menjalani kehidupan yang baik.
-
Apa yang menjadi pantangan warga Baduy? Masyarakat menjadikan perintah leluhur sebagai ajaran sehari-hari, agar saling menjaga antara alam, manusia, dan kondisi sosial kemasyarakatannya.
-
Tradisi unik apa yang ada di Palembang? Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang unik dalam menyambut datangnya Idulfitri. Seperti halnya di Bumi Andalas atau Palembang yang memiliki tradisi bernama rumpak-rumpakan.
-
Apa pantangan utama setelah makan petai? Salah satu pantangan utama setelah makan petai adalah bau mulut yang kuat. Bau ini disebabkan oleh senyawa-senyawa belerang yang terkandung dalam petai.
Pantangan sebagai pedoman hidup orang Betawi
Mengutip buku Betawi Tempo Dulu: Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi yang ditulis Abdul Chaer. Pantangan sebagai sebuah pedoman hidup sudah dipegang sejak zaman nenek moyang.
Sebenarnya terdapat pesan tersembunyi di baliknya agar seseorang yang melakoni pantangan bisa mendapat kebaikan dan mempererat relasi sosial.
Walau terkadang terdengar tak masuk akal, namun pantangan-pantangan yang diwariskan turun-temurun itu sebenarnya mengandung makna baik dan jadi sebuah kekhasan bagi kalangan masyarakat Betawi.
Dilarang makan pisang dempet
Dalam bukunya, Abdul Chaer mengatakan bahwa pantangan pertama yang diyakini masyarakat Betawi adalah dilarang memakan pisang dempet.
Jika pisang dempet dimakan oleh anak laki-laki, diyakini alat kelamin mereka akan mati atau tidak berfungsi. Pisang dempet merupakan dua buah pisang yang berdekatan dan saling menempel pada kulitnya.
Namun demikian, mitos ini memiliki makna yang baik bahwa anak-anak tidak boleh serakah dengan memakan dua pisang sekaligus supaya bisa dibagi.
Dilarang duduk di depan pintu
Rumah warga Betawi umumnya memiliki pintu yang bagian bawahnya dipasangi kayu balok melintang.
Kayu tersebut tak jarang dijadikan tempat duduk yang nyaman. Namun mereka turut meyakini bahwa remaja perempuan yang duduk di sana saat dewasa akan mendapati posisi “dilamar urung”.
Maksudnya, dia akan selalu gagal dilamar oleh kekasihnya. Jika ditilik, tidak ada kaitan antara duduk di pintu dengan gagalnya pernikahan.
Namun pesan baiknya bahwa duduk di pintu akan menghalangi orang yang akan masuk ke rumah.
Orang Betawi pantang makan sambil berdiri
Makan menjadi momen yang menyenangkan sekaligus sakral. Menyenangkan karena bisa mengobati rasa lapar dan memperbaiki mood.
Namun sakral yang dimaksud adalah, saat makan orang Betawi harus mengedepankan adab salah satunya tak boleh berdiri. Konon jika makan sambil berdiri, kakinya akan membesar karena makanan akan menumpuk di kaki.
Namun ini hanyalah mitos sebagai pesan agar orang tersebut terlihat sopan dan menghormati orang lain yang sedang makan.
Tidur setelah subuh tidak dapat rezeki
Pantangan berikutnya adalah dilarang tidur lagi setelah salat subuh. Jika dilanggar konon tidak akan mendapat rezeki atau masyarakat Betawi meyakininya dengan istilah “rezeki dipatuk ayam”.
Ini jelas tidak mungkin dan jauh dari nalar, lantaran ayam tidak memakan rezeki orang (dalam hal ini uang).
Sisi baiknya, tidak tidur setelah subuh akan meningkatkan semangat sekolah, bekerja dan beraktivitas di rumah.
Biasanya jika setelah subuh tidur, seseorang tersebut akan merasakan malas sepanjang hari.
Dilarang membeli terasi atau memetik cabai saat magrib
Berikutnya, orang Betawi juga pantang membeli terasi atau memetik cabai saat petang hari menjelang magrib.
Mitosnya jika dilanggar, setan yang lewat akan terganggu dengan aroma terasi dan justru gangguannya akan berbalik ke pemilik rumah di mana aromanya akan berkumpul di sana. Kemudian dilarang memetik cabai juga diyakini akan cepat busuk dan pohonnya segera mati.
Sebenarnya tidak ada hubungan, namun nilai moralnya adalah magrib merupakan waktu peralihan dari siang ke malam. Akan lebih baik jika di waktu tersebut diisi dengan kegiatan ibadah.
Dilarang buang air kecil di bawah pohon
Saat bermain, anak-anak Betawi selalu diingatkan oleh orang tua dan gurunya untuk tidak buang air kecil di bawah pohon.
Jika dilanggar konon alat kelamin dari anak laki-laki yang buang air di pohon tersebut akan digigit oleh setan yang menjaga pohon. Ini tentu sangat ditakuti anak-anak karena setan merupakan makhluk yang menakutkan.
Namun di balik itu, terciptanya pantangan tersebut agar pohon-pohon yang biasanya di tepi jalan bisa nyaman dilalui orang dan tidak berbau. Dalam agama juga disebut jika setelah buang air diwajibkan untuk membersihkannya agar tidak terkena najis.