Peristiwa 30 April 2006: Wafatnya Sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer adalah seorang sastrawan besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Bahkan, karya-karyanya diakui oleh dunia. Terbukti sudah banyak karyanya yang diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing.
Bumi Manusia, Gadis Pantai, Rumah Kaca, dan Arus Balik. Siapa yang tidak mengenali judul-judul novel legendaris tersebut. Keempat novel tersebut memiliki kesamaan, yaitu ditulis oleh orang yang sama, yaitu Pramoedya Ananta Toer, atau juga akrab disapa Pram.
Selain empat novel tersebut, masih ada banyak hasil karya dari seorang Pram. Ya, Pramoedya Ananta Toer adalah seorang sastrawan besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Bahkan, karya-karyanya diakui oleh dunia. Terbukti sudah banyak karyanya yang diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing.
-
Kapan Prabowo tiba di Sumatera Barat? Calon Presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman pada Sabtu (9/12) pagi.
-
Siapa yang menarik Pramono Anung ke hadapan Prabowo Subianto? Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani, terekam dalam kamera saat dirinya menarik bakal calon gubernur Jakarta Pramono Anung ke hadapan presiden terpilih Prabowo Subianto.
-
Mengapa Slamet Tohari membunuh Paryanto? Pembunuhan berencana itu dilakukan karena korban atas nama Paryanto menagih hasil penggandaan uang yang dijanjikan terdakwa Slamet Tohari.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Bagaimana narasi Prabowo menolak Kaesang menyebar? Beredar sebuah video bernarasikan Prabowo lawan perintah Jokowi dan menolak mentah-mentah Kaesang untuk menjadi gubernur DKI Jakarta.Video yang diunggah akun YouTube ONE NATION pada 6 Juni 2024, bernarasi; TEPAT MALAM JUMAT:bangbang:PRABOWO MELAWAN PERINTAH JKW, TOLAK MENTAH2 KAESANG JADI GUBERNUR DKIKABAR MENGGEMPARKANPRABOWO LAWAN PERINTAH JKWTOLAK MENTAH2 KAESANG JADI GUBERNUR DKI
-
Kapan Jalur Lingkar Barat Purwakarta dibangun? Sebelum dibangun jalan lingkar pada 2013, Kecamatan Sukasari yang berada paling ujung di Kabupaten Purwakarta aksesnya tidak layak.
Sosok Pramoedya Ananta Toer juga dikenal sering keluar masuk penjara. Bukan karena tindakan kriminal, melainkan karena karya sastranya yang penuh dengan kritik sosial.
Dan, tepat 15 tahun yang lalu, Pramoedya Ananta Toer mengembuskan napas terakhirnya. Sastrawan tanah air ini meninggal karena komplikasi jantung dan diabetes.
Masa Kecil
Memiliki nama asli Pramoedya Ananta Mastoer, Pram lahir di Blora, 6 Februari 1925 sebagai sulung dari sembilan bersaudara. Orang tuanya bernama Mastoer Imam Badjoeri dan Saidah, yang masing-masing bekerja sebagai guru dan pedagang.
Dilansir dari kenangan.com, beliau menimba ilmu di Sekolah Institut Boedi Utomo Blora, di bawah bimbingan ayahnya yang juga mengajar di sana. Namun, dirinya sempat tidak naik kelas sampai tiga kali. Tamat dari Boedi Utomo, ia melanjutkan bersekolah di Sekolah Teknik Radio Surabaya selama satu setengah tahun. Di samping bersekolah, ia membantu ibunya berdagang beras.
Perang Dunia II pecah saat beliau berusia 17 tahun. Pram berangkat ke Jakarta dan bekerja sebagai juru ketik di Domei, yaitu kantor berita Jepang saat Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang. Sembari bekerja, Pram juga mengikuti pendidikan di Taman Siswa milik Ki Hajar Dewantara sejak 1942 sampai 1943.
Pasca kemerdekaan Indonesia, Pram mengikuti pelatihan militer Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan bergabung dengan Resimen 6 dengan pangkat letnan dua, yang ditugaskan di Cikampek dan kembali ke Jakarta pada tahun 1947.
22 Juli 1947 Pram ditangkap oleh Belanda dengan tuduhan menyimpan dokumen pemberontakan melawan Belanda yang kembali ke Indonesia untuk berkuasa. Pram pun akhirnya dipenjara. Selama di penjara, Pram banyak menghabiskan waktu dengan menulis. Novel pertamanya Perburuan (1950) berhasil diselesaikannya.
Hidup di Penjara
Pram sudah terbiasa surat menyurat dengan keluarga kecilnya untuk saling bertukar kabar. Namun, untuk mendapat balasan surat, mereka harus bersabar karena mengirim surat dari Jakarta ke Pulau Buru, tempat Pram ditahan, membutuhkan waktu satu tahun.
Di masa penahanannya, Pram terus berkarya. Dirinya menyusun Ensiklopedia Citrawi Indonesia yang digarap sejak 1958 dan berlanjut setelah dibebaskan dari Pulau Buru. Ia juga menulis Tetralogi Pulau Buru, yang jilid pertamanya adalah Bumi Manusia.
Empat seri novel semi fiksi sejarah ini berkisah tentang perkembangan nasionalisme Indonesia yang sebagian berasal dari pengalamannya sendiri. Naskah-naskahnya ia selundupkan melalui tamu-tamu yang berkunjung ke Pulau Buru.
Pada 21 Desember 1979 Pram akhirnya bebas. Namun, dirinya tidak sepenuhnya bebas karena masih harus menjalani diri sebagai tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999.
Namun kondisi tersebut tidak menghentikan jari-jemarinya untuk terus menulis. Ia pun berhasil merampungkan Gadis Pantai, yang ditulis berdasarkan pengalaman neneknya sendiri, kemudian Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995) yaitu autobiografi berdasarkan tulisan yang ditulis untuk putrinya yang tidak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik (1995).
Masa Tua
Banyak tulisan-tulisan pendek dari Pramoedya yang mengkritik pemerintahan Indonesia. Tulisannya terkenal detail dan berbasis riset mendalam sehingga banyak menyentuh tema interaksi antar budaya.
Pada tahun 1999, setahun setelah dirinya dibebaskan dari tahanan negara, dirinya memperoleh gelar Doctor of Humane Letters dari Michigan University, Amerika Serikat.
Karyanya yaitu Bumi Manusia dipuji sebagai karya sastra agung internasional dan telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Setelah Orde Baru runtuh, Pram pun dibebaskan dan diizinkan bepergian dengan leluasa. Buku-bukunya sendiri juga baru bisa diterbitkan secara bebas dan tersedia di toko buku mengikuti kebebasan dirinya.
Pramoedya akhirnya mengembuskan napas terakhir pada 30 April 2006 karena diabetes, sesak napas, dan jantung yang melemah di usianya yang ke 81 tahun. Jenazahnya dikebumikan di TPU Karet Bivak, Jakarta.