Biaya perawatan capai Rp 64 juta, bayi ini ditahan di RS
Cerita pilu ini menambah deretan kasus yang menunjukkan kesehatan masih mahal untuk warga tidak mampu.
Akibat tidak bisa melunasi biaya perawatan saat melahirkan, pasangan Galih Prasetya dan Maggie Dwi Listiani, terpaksa harus merelakan anak kedua mereka ditahan di Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Timur. Cerita pilu ini menambah deretan kasus yang menunjukkan kesehatan masih mahal untuk warga tidak mampu.
Pasangan suami istri tersebut harus menebus biaya kelahiran dan perawatan bayi senilai Rp 64 juta. Padahal selama ini mereka hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Galih yang baru memperoleh pekerjaan tiga bulan lalu dengan status masa percobaan mengaku sulit menebus biaya perawatan tersebut. Cerita pilu ini bermula pada 31 Maret 2015 silam, saat itu Maggie harus melahirkan bayi dalam kondisi prematur yang usia kandungannya masih tujuh bulan.
Saat itu, proses kelahiran anak kedua mereka dirujuk bidan yang berada tak jauh dari kontrakannya di Kelurahan Kampung Rambutan, Kecamatan Ciracas, ke Rumah Sakit Pasar Rebo. Anak kedua Maggie, yang bernama Muhammad Danendra Ibrahim ini kemudian mendapat perawatan intensif di ruang NICU.
Saat itu, baik Galih dan Maggie mengaku meminta agar pembayaran dilakukan melalui BPJS, tetapi ditolak pihak rumah sakit dengan alasan permohonan telat. "Kami mengajukan pembiayaan melalui BPJS, namun ditolak karena terlambat membuat permohonan. Apalagi dalam mengurus pembuatan BPJS sangat terbatas waktunya," ujar Galih saat ditemui di Rumah Sakit Pasar Rebo, Minggu (10/5).
Karena penolakan tersebut, mereka harus menanggung beban biaya perawatan sebesar Rp 64 juta. Keduanya mengaku keberatan dengan biaya yang ditanggungkan tersebut secara tunai.
"Kami berusaha menemui pihak rumah sakit dan meminta agar pembayaran bisa dicicil. Saat itu ada kesepakatan dan pihak rumah sakit berjanji akan melakukan survei, namun hingga saat ini belum ada survei dari rumah sakit ke rumah kami. Kami takut kalau biaya akan semakin membengkak jika masih dirawat, padahal kondisi anak kami sudah dinyatakan sehat dan bisa dibawa pulang," ucap Galih.
Selain itu, Maggie mengaku pernah mendapat intimidasi dari paramedis yang mengurus bayinya. "Waktu itu, istri saya pernah dibilang kalau tidak melunasi, anak kami akan diserahkan ke panti asuhan. Bentuk intimidasi ini terjadi, karena kami rasakan seperti ada miss komunikasi antara birokrasi dengan medis. Bahasa seperti itu seharusnya tidak keluar dari paramedis yang bertugas," tandas Galih.