Cerita Ahok-Prasetyo, 2 sahabat yang kini jadi musuh bebuyutan
Meski dimediasi JK, kisruh Ahok dan DPRD belum juga berakhir.
Sudah hampir tiga tahun Basuki Tjahaja Purnama menjabat di Pemprov DKI. Sejak awal mula menginjakkan kaki di kantornya pula, Ahok, sapaan Basuki, sudah mendapatkan perlawanan baik dari PNS maupun mitra kerjanya di DPRD.
Apalagi, di awal kepemimpinannya Ahok sudah menunjukkan tidak akan kompromi pada pemain proyek yang memakan duit negara. Jelas saja sikap keras Ahok membuat politikus Kebon Sirih resah.
Ketidakcocokan DPRD pada Ahok makin memuncak saat mantan bupati Belitung Timur itu ngotot paling berpeluang menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo yang maju di Pilpres. Sebagai pejabat tak berpartai, karena sudah keluar dari Gerindra, Ahok dianggap tak pantas menduduki kursi DKI 1.
"Logika berpikirnya begini, anggota DPR atau DPRD itu kalau keanggotaannya di partai dicabut, otomatis dia juga berhenti dari DPR ataupun DPRD. Gubernur dan Wakil Gubernur kan juga diusulkan partai. Kalau dia keluar dari partai, bagaimana?" ucap Taufik, kala itu.
Tak cuma dari DPRD, suara penolakan Ahok sebagai gubernur juga datang dari Ormas FPI. Penolakan mereka pun mendapat dukungan dari DPRD.
"Kita akan lakukan upaya pelengseran Ahok melalui DPRD. DPRD bisa mengajukan pemecatan Ahok ke Kemendagri. Contohnya, seperti pelengseran Aceng Fikri," ucap Ketua FPI, Habib Rizieq.
Melihat kondisi itu, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, coba menengahi. Dia menyebut menyebut Ormas tak pantas ikut campur soal pelantikan Ahok.
"Itu bukan hak FPI, ini konstitusi. Kita terima kalau mau bertemu. Yang penting demonya baik. Tidak anarkis," jelas Prasetyo membela Ahok saat didemo FPI.
Politikus PDIP itu pun memutuskan melakukan pembahasan dengan rekan-rekannya di DPRD meski Lulung, Taufik dan beberapa pimpinan lain masih tak terima sehingga mangkir saat rapim. Ancaman Lulung dkk untuk memboikot pelantikan Ahok pun dijamin Prasetyo tak pernah ada.
"Kalau ada yang keberatan itu urusan mereka masing-masing. Beliau (Ahok) sudah secara konstitusi kok. Besok di Istana Negara pukul 14.00 WIB," tegas Prasetyo sehari sebelum Ahok dilantik pada 18 November 2014.
Ahok saat itu menaruh simpati pada perjuangan dan sikap tegas Prasetyo menghadapi teman-temannya yang menentang pelantikan dirinya. Tapi sayang, hubungan baik dua sahabat itu tak berlangsung lama.
Ribut-ribut proyek UPS di APBD 2014 sampai dana siluman di RAPBD 2015 membuat hubungan baik keduanya berubah jadi amarah dan saling cibir.
Berikut cerita seteru Ahok-Prasetyo yang terus bergulir:
-
Apa yang dirayakan oleh Ahok dan Puput? Ahok dan Puput merayakan ulang tahun putri mereka dengan acara yang sederhana, namun dekorasi berwarna pink berhasil menciptakan atmosfer yang penuh semangat.
-
Apa yang diminta oleh DPRD DKI Jakarta kepada Pemprov DKI terkait Wisma Atlet? Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua meminta Pemprov memanfaatkan Wisma Atlet Kemayoran sebagai tempat rekapitulasi dan gudang logistik Pemilu 2024.
-
Bagaimana Ahok terlihat dalam fotonya saat kuliah? Tampak pada foto, Ahok tengah bergaya bersama teman-temannya saat awal masa kuliah di Trisakti.
-
Bagaimana Ahok memulai karier politiknya? Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta setelah terpilih pada tahun 2004.
-
Apa itu DPK? DPK adalah singkatan dari Daftar Pemilih Khusus. DPK adalah daftar pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
-
Bagaimana TKN Prabowo-Gibran menanggapi putusan DKPP? Meski begitu, dia menyampaikan TKN Prabowo-Gibran menghormati keputusan DKPP. Namun, kata dia keputusan tersebut tidak bersifat final.
Mula Prasetyo kesal ke Ahok karena diam-diam kirim draf RAPBD ke Kemendagri
Ahok dan DPRD setujui RAPBD 2015 dianggarkan Rp 73,08 triliun. Setelah pembahasan selesai dan diketuk pada 27 Januari, diam-diam Ahok mengirimkan draf ke Kemendagri tanpa persetujuan DPRD.
Setelah dikirim, ternyata Mendagri memberikan evaluasi ada Rp 12,08 triliun yang tak jelas penganggarannya. Saat itu DPRD kaget, bagaimana bisa RAPBD dikirim tanpa tanda tangan pimpinan.
Ulah Ahok memancing kemarahan Ketua DPRD, Prasetyo Edi Marsudi. Prasetyo mengaku kecewa dengan sikap Basuki yang kurang komunikatif.
"Ini seperti saya menyuruh eksekutif membeli rokok Djarum, tetapi saya malah dibelikan rokok Dji Sam Soe," ujar Prasetyo.
Prasetyo meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali melakukan pembahasan bersama dengan DPRD.
Serta bukannya menuduh DPRD mengirimkan 'APBD tandingan' ke Kemendagri demi menyertakan anggaran siluman sebesar Rp8,8 triliun yang menurut Prasetyo, dituduhkan oleh Ahok masih berusaha dimasukkan oleh oknum DPRD ke dalam rincian APBD itu.
"Untuk APBD ini, ayolah dibahas bersama. Kita ini mitra. Saya bukan kacung eksekutif dan begitu pula sebaiknya," ujar Prasetyo.
Ahok sarankan Prasetyo pintar pilih teman
Ahok santai dengan protes Prasetyo. Dia malah memberikan saran, bila Prasetyo bersih harus mendukung dirinya ungkap kelakuan DPRD yang suka main anggaran.
"Memang sama dia (Prasetyo) teman. Tetapi, dia itu terlalu baik, semua orang mau dijadikan teman sama dia," kata Ahok.
Ahok pun menyarankan Prasetyo pintar pilih teman agar tak terjebak.
"Seharusnya kalau di posisi seperti ini ada temannya yang lagi berantem, dia harus pilih bela siapa dan di posisi mana? Enggak bisa semuanya kamu belain," tambahnya.
Meski sahabat, Prasetyo terlalu lelah bela Ahok yang tempramen
Prasetyo sudah terlanjur kecewa dengan sikap Ahok. Apalagi Ahok kerap menyebut jajaran DPRD DKI sebagai penipu.
Sebagai pimpinan DPRD, Prasetyo mengaku tidak senang dengan sikap Ahok itu. Sebab, hal itu sama saja dengan menyinggung dia. Padahal, kata Prasetyo, selama ini, ia telah cukup banyak membela Ahok.
"Saya teman Ahok, sahabatnya Ahok, saya berjuang bersama Ahok. Sampai saya tidak kuat, saya sempat jatuh masuk rumah sakit. Tetapi, apa (yang) dilakukannya, bukan malah makin baik, tetapi malah mengatakan anggota DPRD penipu," kata Prasetyo.
Prasetyo mengatakan, sikap Ahok itulah yang kemudian membuat semua anggota DPRD DKI setuju untuk mengajukan hak angket untuk Ahok. Sebab, Prasetyo ingin membuktikan bahwa ia dan lembaganya tidak seperti yang dituduhkan Ahok.
"Kita kan dibilang penipu. Jadi, ayo kita cari. Kita panggil SKPD-nya. Kalau memang DPRD yang salah, tangkap. Kalau PNS yang salah, tangkap PNS-nya. Jadi, jangan merasa paling hebat," ujar dia.
Prasetyo mulai tegas soal bicara kasar Ahok
Prasetyo tak habis pikir dengan kelakuan Ahok sebagai pejabat publik. Ucapan kotornya tak mencoreng dirinya sebagai gubernur.
"Saya pribadi 'appreciate' tindakan pak Basuki sebagai pemimpin untuk transparansi namun tolonglah mulutnya," kata Prasetyo.
Dikatakan Prasetyo dalam masalah APBD memang harus ada pembahasan karena sesuai dengan undang-undang, jika tidak cocok maka harus dihapus.
"Kan ini buat warga Jakarta, kita kan mengawasi uang yang dikuasai Pemprov itu. Sebetulnya bisalah tinggal komunikasi yang baik, ini selesai tapi jika mau dibuat kayak orang berantem ya terserah," kata politikus PDIP itu.
"Kita mau Jakarta punya APBD, kita ingin masyarakat merasakan, yang pengguna anggaran siapa sih, gua mau tanya ama lu? Uang rakyat siapa yang ngumpulin. Gua enggak ngumpulin uang, gua ngawasin uang rakyat, jadi jangan dibalik-balik dong. Capek gua bos, beneran gua capek, makanya gua lepas gitu saja," tambahnya.
Bingung lihat Ahok, Prasetyo sampai telepon Jokowi
Prasetyo dan pimpinan DPRD lainnya sempat dipanggil Wakil Presiden Jusuf Kalla soal ribut-ribut RAPBD 2015. Dia pun menceritakan kronologis dari awal hingga akhir soal pertengkaran mereka.
"Kita dibilang ada enggak ada. Ini yang terjadi, padahal saya sebagai ketua udah menjembatani antara gubernur dengan DPRD. Tapi temen-temen siapa yang berani menjamin statement Pak Gubernur," jelas Prasetyo.
Soal pernyataan Ahok yang seringkali membuat pedas banyak orang, Prasetyo yang juga Politikus PDIP itu mengaku pernah menghubungi Presiden Joko Widodo. Kepada Jokowi, Prasetyo bertanya apakah bisa ada jaminan Ahok bisa berubah dalam menyampaikan pernyataannya dan Jokowi pun tak berani menjamin.
"Minggu setengah 11, saya coba hubungi presiden, saya tanya siapa berani menjamin statement Pak Ahok, tidak ada. Ini yang saya sayangkan yang harus punya etika tapi tidak ada," jelas Prasetyo.