Demokrat Soal Sanksi Peti Mati: Hukuman Jangan Diadu dengan Pelanggaran HAM
Politikus Demokrat di DPRD DKI, Mujiyono memaklumi kegamangan Pemprov terhadap rem darurat. Menurutnya, secara psikologis masyarakat tidak akan mampu kembali ke masa awal. Namun di satu sisi, kata Mujiyono, ini turut berdampak dengan meningkatnya jumlah kasus.
Penambahan jumlah kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta semakin tak terkendali setiap harinya. Ibu kota kembali mencetak rekor pada Minggu (6/9), dilaporkan 1.245 tambahan kasus.
Rem darurat yang sempat disampaikan Gubernur Anies DKI Jakarta tak kunjung dilakukan, dengan berbagai pertimbangan. Rem darurat merupakan kebijakan Pemprov untuk kembali membatasi segala aktivitas warga, seperti pemberlakuan PSBB awal.
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Apa yang diuji coba oleh Pemprov DKI Jakarta? Penjelasan Pemprov DKI Uji Coba TransJakarta Rute Kalideres-Bandara Soekarno Hatta Dikawal Patwal Selama uji coba dengan menggunakan Bus Metro TransJakarta dikawal dengan petugas Patwal hingga ada penutupan sementara di beberapa persimpangan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta menjajal langsung TransJakarta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dimulai dari Terminal Kalideres.
-
Apa yang diminta oleh DPRD DKI Jakarta kepada Pemprov DKI terkait Wisma Atlet? Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua meminta Pemprov memanfaatkan Wisma Atlet Kemayoran sebagai tempat rekapitulasi dan gudang logistik Pemilu 2024.
-
Apa yang dibahas dalam rapat pimpinan sementara DPRD Provinsi DKI Jakarta? "Pembahasan dan penetapan usulan nama Calon Penjabat Gubernur DKI Jakarta dari masing-masing Partai Politik DPRD Provinsi DKI Jakarta," demikian informasi tersebut.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Bagaimana cara Pemprov DKI Jakarta menangani kasus DBD? Heru menyampaikan, Dinas Kesehatan (Dinkes) telah menangani kasus DBD yang cenderung meningkat dengan melakukan fogging atau tindakan pengasapan dengan bahan pestisida yang bertujuan membunuh nyamuk khususnya pembawa (vektor) penyakit DBD.
Politikus Demokrat di DPRD DKI, Mujiyono memaklumi kegamangan Pemprov terhadap rem darurat. Menurutnya, secara psikologis masyarakat tidak akan mampu kembali ke masa awal. Namun di satu sisi, kata Mujiyono, ini turut berdampak dengan meningkatnya jumlah kasus.
Untuk itu, Ketua Komisi A yang membidangi pemerintahan itu mendesak Pemprov tak surut memberikan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan selama masa PSBB transisi. Soal sanksi peti mati pun menurutnya wajar jika menuai kontroversi.
"Ya mau bagaimana lagi, Pemprov harus terus mendisiplinkan warga yang tidak taat menggunakan masker yang bisa menularkan virus," kata Mujiyono, Senin (7/9).
Ia enggan menjawab lugas saat disinggung dukung tidaknya praktik hukuman terhadap pelanggar yang diminta masuk ke dalam peti mati. Hanya saja menurutnya, jika cara tersebut terus dilakukan harus diperhatikan sterilisasi peti mati itu. Khawatir pelanggar yang masuk ke peti mati reaktif.
"Itu harus diperhatikan, steril enggak?" Tandasnya.
"Kalau hukuman, ya jangan juga sering dibentrokan dengan pelanggaran HAM, kita semua lagi cara bagaimana masyarakat bisa tertib dan jera jika melanggar satu aturan," imbuhnya.
Sanksi seperti ini pernah dilakukan di wilayah Pasar Rebo, Jakarta Timur. Pelanggar protokol kesehatan Covid-19 ke dalam peti jenazah dilakukan petugas Satpol PP dan Kecamatan Pasar Rebo pada Rabu (2/9) hingga Kamis (3/9). Pelanggar diminta untuk merenungkan kesalahannya di dalam peti jenazah selama lima menit atau menghitung mundur angka 100 hingga satu.
Lantaran menuai kritik sanksi bagi pelanggar kesehatan Covid-19 kemudian dicabut. Selain menuai kriitk warga, sanksi masuk peti jenazah juga tidak diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020.
Aturan tersebut hanya memberlakukan dua sanksi yang bisa dipilih oleh pelanggar, yaitu membayar denda Rp 250 ribu atau melakukan kerja sosial selama satu jam.
Penerapan hukuman sosial ini juga dinilai tidak akan efektif membuat jera masyarakat melanggar protokol kesehatan. Terlebih setelah tak ada payung hukum dalam penerapan aturan tersebut.
"Kalau ini diberlakukan, perlu banyak peti dan nanti malah jadi anggaran lagi, bisa terjadi penyimpangan lagi buat beli peti mati. Sedangkan benefit nya enggak ada kan," kata pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (5/9).
Trubus melihat banyak aturan inkonsistensi dalam memberikan efek jera bagi pelanggar kesehatan Covid-19. Dia mencontohkan Pergub Nomor 41 Tahun 2020 tentang pengenaan sanksi yang mengatur sanksi bagi warga yang tidak memakai masker akan dikenai denda sebesar Rp 250 ribu. Namun tak berselang lama muncul Pergub Nomor 79 Tahun 2020 yang membahas denda progresif. Ia menilai hal inilah yang membuat masyarakat jadi bingung.
Selain itu, tak sedikit masyarakat yang beranggapan Covid-19 ini hanya konspirasi belaka. Sikap masyarakat dalam merespon kebijakan ini terbagi menjadi tiga menurut Trubus, yaitu masyarakat yang patuh, masyarakat bandel, dan masyarakat tipe 'wait and see' yang tergantung situasi dan kondisi.