Duh, Ratusan Ribu Kepala Keluarga di Jakarta Masih Buang Air Sembarangan
Kebiasaan buang air besar sembarangan, menjadi salah satu faktor pencemaran sungai-sungai di Jakarta. Feses yang mencemari sungai menimbulkan bakteri e-coli.
Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mencatat hingga 2021, sebanyak 194.063 kepala keluarga masih melakukan buang air sembarangan. Kondisi tersebut disebabkan warga tidak memiliki septic tank.
Berdasarkan data yang diterima merdeka.com dari Dinas Sumber Daya Air (SDA), wilayah dengan persentase tertinggi buang air sembarangan yaitu Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
-
Bagaimana air menopang ekosistem di Bumi? Di alam, air membentuk dan menopang berbagai habitat, dari sungai dan danau hingga lautan yang luas. Ekosistem air tawar dan laut menyediakan tempat tinggal bagi beragam spesies, baik flora maupun fauna, yang membentuk jaring makanan yang kompleks.
-
Di mana letak Air Terjun Kedung Kayang yang mirip dengan pemandangan di luar negeri? Lokasinya yakni berada di Dusun Ngagrong, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
-
Apa yang dimaksud dengan air? Pengertian air adalah suatu zat yang tersusun dari unsur kimia hidrogen dan oksigen dan berada dalam bentuk gas, cair, dan padat.
-
Kapan Mata Air Cikandung ramai pengunjung? Setiap akhir pekan kawasan ini selalu dipadati pengunjung hingga luar daerah.
-
Bagaimana air di Bumi bergerak? Jumlah air tersebut diambil dari rata-rata kedalaman lautan yaitu 2,7 kilometer, dengan volume air 1.338.000.000 kilometer kubik.Persediaan tersebut juga nantinya akan terus berputar melalui 3 proses, yaitu penguapan, kondensasi, dan limpasan permukaan, dimana proses tersebut akan menjadi menggerakan siklus air dalam waktu lama.
-
Kenapa air tanah mudah tercemar? Namun, salah satu kekurangan yang dimiliki air tanah adalah mudah tercemar oleh zat tertentu, sehingga diperlukan sumber lainnya untuk menunjang kebutuhan air.
"BABS (buang air besar sembarangan) masih terjadi di 233 kelurahan di DKI Jakarta. Dengan jumlah tertinggi di wilayah Kelurahan Kalibaru Kecamatan Cilincing, yaitu 24 persen atau 8.745 kepala keluarga dari jumlah kepala keluarga di wilayah kelurahan tersebut," demikian informasi yang diterima pada Rabu (13/4).
Kepada merdeka.com, pejabat pada Dinas Sumber Daya Air itu menegaskan bahwa segala upaya telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Mulai dari sosialisasi kepada masyarakat untuk berhenti buang air besar sembarangan. Sosialisasi bahkan dilakukan atas kerjasama dengan Dinas Kesehatan.
Upaya lainnya adalah penanganan pengelolaan air limbah domestik, dengan melakukan pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) setempat maupun terpusat.
Untuk pembangunan SPALD setempat, Dinas SDA bekerja sama dengan PAL Jaya untuk merevitalisasi septic tank warga.
"Diharapkan dengan program-program tersebut dapat mengurangi BABS yang dilakukan oleh warga DKI Jakarta," ucapnya.
Kebiasaan buang air besar sembarangan, menjadi salah satu faktor pencemaran sungai-sungai di Jakarta. Feses yang mencemari sungai menimbulkan bakteri e-coli.
Kebiasaan tidak higienis beberapa warga Jakarta, dengan mengonsumsi ikan sapu-sapu turut menjadi andil pencemaran sungai. Sebab ekskresi dari zat yang terkandung pada ikan sapu-sapu turut memperparah pencemaran sungai.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mempublikasi temuan mereka, pencemaran di sungai-sungai di Jakarta ada di fase sedang dan berat. Kualitas air dari sungai-sungai tersebut untuk kehidupan warga Jakarta, patut diteliti.
Pakar gizi dr Raissa Djuanda menjelaskan bahwa ikan sapu-sapu hasil tangkapan sungai tidak layak dikonsumsi. Alasannya, ikan ini dapat hidup di lingkungan yang pencemarannya parah.
Bahkan, ikan tersebut juga memakan kotoran, lumut dan alga.
"Dikenal sebagai pembersih akuarium. Sehingga daging ikan ini bisa mengandung logam berbahaya yang tinggi merkuri, timbal, dan logam berat lainnya," demikian kata Raisa yang dikutip melalui akun instagram @dr.raissadjuanda.
Dia mengingatkan agar konsumen waspada atas segala makanan olahan yang tidak jelas higientiasnya. Sebab menurutnya, mengonsumsi ikan sapu-sapu dalam frekuensi tinggi berpotensi menjadi kanker, gatal pada kulit, tukak lambung, kerusakan otak (meracuni aliran darah), anemia, dan tulang keropos.
Larangan memakan ikan sapu-sapu bukan berarti ikan tersebut tidak dapat dikonsumsi. Raisa mengatakan ikan tersebut dapat dikonsumsi jika hidup di habitat bersih.
"Bisa, karena kemungkinan terkontaminasi oleh zat berbahayanya sedikit," tandasnya.
Baca juga:
Apa yang Harus Dilakukan saat Sungai-Sungai di Jakarta Tercemar?
Pegiat Lingkungan Somasi Gubernur Jabar, Jateng dan Jatim
Walhi: Pencemaran Sungai di Jakarta Berada pada Fase Sedang dan Berat
Viral Air Sungai di Denpasar Berubah Merah
Bau Tak Sedap di Sungai Tebet Eco Park, Wagub DKI Minta Dinas LH Segera Atasi
Pemprov DKI Sanksi Dua Perusahaan karena Pencemaran Lingkungan di Marunda