Ini kata Ahok soal revisi UU Ormas untuk bubarkan FPI
"Ketidaktegasan aparat penegak hukum dalam menindak pelaku kekerasan selama ini tidak ada kaitannya dengan UU Ormas."
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menyatakan akan ikut berperan dalam merevisi Undang-undang (UU) organisasi kemasyarakatan (Ormas) untuk mewujudkan pembubaran Front Pembela Islam (FPI) karena demonstrasinya kerap menggunakan kekerasan. Namun, masih menunggu instruksi dari Joko Widodo (Jokowi), yang akan resmi menjabat presiden pada 20 Oktober mendatang.
"Makanya tunggu saja, tunggu temen saya di Istana dulu (Jokowi)," kata Ahok, di Balai Kota, Jakarta, Kamis (9/10).
Namun, saat dimintai tanggapan terkait Menteri dalam negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang hanya memberikan surat teguran ke FPI, Ahok enggan memaparkan lebih jauh. Dia menyatakan lebih memilih menunggu keputusan dari Mendagri yang baru.
"Saya enggak tahu, saya enggak mau komentar lah sama Mendagri, tunggu Mendagri baru saja," cetus Ahok.
Sejauh proses penegakan hukum yang dilakukan Polda Metro Jaya atas aksi anarkis FPI di gedung Balai Kota dan DPRD DKI, Ahok mengapresiasi hal tersebut. Menurutnya itu merupakan langkah terbaik dari pihak kepolisian.
Merasa tidak puas dengan penahan Habib Novel, mantan Bupati Belitung Timur itu melayangkan surat ke Polda Metro Jaya untuk menyelidiki aktor utama maupun penyandang dana demo anarkis tersebut.
"Tadi saya baru tanda tangan surat nanti sore atau besok dikirim. Kita minta polisi menyelidiki siapa, aktor intelektual dan penyandang dana setiap demo, kita pengennya kejar sampai di situ saja," pungkasnya.
Sementara itu, Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB), Fransisca Fitri, menegaskan ketidaktegasan aparat penegak hukum dalam menindak pelaku kekerasan selama ini tidak ada kaitannya dengan UU Ormas.
"Perlu dicatat, penindakan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh FPI tidak ada kaitannya dengan status terdaftar atau tidak di instansi Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik). KUHP sudah lebih dari cukup untuk menjerat pelaku, yang turut serta, yang memerintahkan suatu tindak kejahatan, ataupun yang menyatakan permusuhan ataupun kebencian terhadap suatu golongan secara terbuka di muka umum," kata Fransisca.
Menurut dia, menggunakan UU Ormas untuk membubarkan atau memberi label ilegal sebuah organisasi tidak akan mengatasi dasar persoalan kekerasan oleh kelompok/organisasi yang memiliki massa. "Organisasi yang dibubarkan atau dicap ilegal, akan dengan mudah dibentuk kembali dan diberi nama lain," kata dia.
Pada kasus FPI, ujar Fransisca, tindakan yang diambil oleh Polda Metro Jaya dalam penegakan KUHP sudah tepat. "Yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum adalah tindakan tegas pada orang-orang atau kelompok yang terbukti melakukan kekerasan," tegas dia.