Jokowi tolak beri uang kerohiman bagi korban gusuran di Pluit
Diberi rusun sebagai pengganti tempat tinggal, warga meminta lahan.
Dikasih hati minta jantung. Pepatah itu cocok untuk menggambarkan sikap sebagian warga bantaran Waduk Pluit, Jakarta Utara yang digusur. Diberi rusun sebagai pengganti tempat tinggal, mereka meminta lahan. Padahal, lokasi yang mereka huni sekarang merupakan tanah milik Pemprov DKI Jakarta.
Menyikapi itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menegaskan, pemprov tidak akan memenuhi permintaan itu. Tidak ada uang pengganti apalagi lahan, karena yang pemprov sudah menyediakan rusun di kawasan Muara Baru.
"Ada yang minta tidak mau rusun, mintanya lahan. Kalau mintanya yang seperti ini, ya kita yang sulit, lahan di mana, tunjukkan. Kalau urusannya kita sudah beli lahan untuk rusun lagi," kata Jokowi di Balai Kota Jakarta, Rabu (24/4).
Rusun yang menampung warga gusuran itu nantinya akan dibangun di sekitar Muara Baru. Pemprov DKI, lanjut Jokowi, tidak akan memberikan uang kerohiman kepada para pemilik bangunan ilegal.
"Mendirikan bangunan disewain, ada satu orang yang 20 rumah, ada yang 15 ada yang 10, itu yang kita enggak mau (beri uang kerohiman). Kalau itu enggak kita hentikan, di mana-mana akan terjadi seperti itu. Nanti, tanah-tanah negara didirikan bangunan," tandasnya.
Jokowi mengaku sudah berdialog dengan perwakilan warga bantaran Waduk Pluit. "Kalau kita enggak terus-terusan berani memutuskan seperti itu ya enggak akan rampung-rampung. Tapi masalah warga ini diberi solusi," jelasnya.
"Proses diberi solusi itu karena ini kan kita kejar-kejaran dengan yang namanya banjir. Kalau waduknya masih seperti itu, itu waduk utama kita untuk mengatasi banjir di Jakarta," ujar
Berdasarkan data terakhir, dari luas awal 80 hektare Waduk Pluit, saat ini hanya tersisa 60 hektar, dengan kedalaman hanya 2-3 meter. Padahal, untuk bisa menampung limpahan air saat musim hujan, dibutuhkan kedalaman minimal 10 meter.