Panwas Kota Jakut buka posko aduan warga tak masuk DPT di kecamatan
Panwas Kota Jakut buka posko aduan warga tak masuk DPT di kecamatan. Temuan Pengawas TPS di lapangan kertas suara justru malah sisa di semua TPS tersebut.
Divisi Hukum Panwas Kota Jakarta Utara tengah melakukan proses secara maraton terkait masifnya pemilih yang tidak dapat mencoblos di wilayah Jakarta Utara pada pemilihan tanggal 15 Februari 2017.
Komisioner Divisi Hukum Panwas Kota Jakarta Utara, Benny Sabdo mengatakan Panwas juga membuka Posko Pengaduan bagi pemilih yang tidak dapat memilih di seluruh Kantor Panwas Kecamatan, yaitu kantor Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Kelapa Gading, Tanjung Priok dan Cilincing.
"Kami menemukan cukup masif pemilih yang tidak dapat mencoblos di wilayah Jakarta Utara. Misalnya di wilayah Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Kelapa Gading dan Cilincing," tegas Benny dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Jumat (17/2).
Alumnus Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI ini memaparkan berdasarkan investigasi Panwas Jakarta Utara ditemukan data sebagai berikut; Kelurahan Kelapa Gading Barat di TPS 42 (15 pemilih), TPS 47 (57 pemilih), TPS 48 (50 pemilih) dan TPS 49 (39 pemilih). Kelurahan Ancol di TPS 16 (17 pemilih). Kelurahan Sukapura hampir merata ada sebanyak 75 TPS, misalnya TPS 60 (5 pemilih), TPS 61 (10 pemilih) dan TPS 62 (8 pemilih). Dan, Kelurahan Penjaringan di TPS 27 (7 pemilih), TPS 17 (5 pemilih) dan TPS 127 (52 pemilih).
Menurut Benny, kasus ini sudah dijadikan temuan dan sedang diproses secara maraton di Panwas Kota Jakarta Utara. "Hingga malam ini kami masih memproses kasus ini. Panwas juga membuka Posko Pengaduan bagi pemilih yang tidak dapat memilih di seluruh Kantor Panwas Kecamatan, yaitu kantor Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Kelapa Gading, Tanjung Priok dan Cilincing," ucapnya.
Menurutnya, Panwas serius mengawasi setiap tahapan pilkada DKI. "Panwas ingin mewujudkan pilkada yang berintegritas dan bermartabat," tandasnya.
Selama masa tenang, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Panwas, Kepolisian dan Kejaksaan) melakukan patroli antipolitik uang.
Benny menegaskan problem yang fundamental bukan tingginya partisipasi pemilih sehingga menyebabkan kehabisan kertas suara di TPS.
Menurutnya, temuan Pengawas TPS di lapangan kertas suara justru malah sisa di semua TPS tersebut. "Pemilih tidak dapat memilih karena form pernyataan DPTb (Daftar Pemilihan Tambahan) tidak disiapkan dengan cermat sehingga terjadi kericuhan pada pemilihan tanggal 15 Februari 2017," tegasnya.
Pengajar Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta ini menandaskan memilih adalah hak konstitusional warga negara.
"Hal ini adalah wujud dari azas kedaulatan rakyat," urainya. Ia menyitir Pasal 57 UU 10/2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU 1/2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota sebagai Undang-Undang:
"Untuk dapat menggunakan hak memilih, WNI harus terdaftar sebagai Pemilih dan dalam hal WNI tidak terdaftar sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada saat pemungutan suara dapat menunjukkan KTP Elektronik."
Dia mengutip Pasal 178 UU 10/2107: “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 24 bulan dan denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 24 juta.”
Benny menegaskan jika ada dugaan KPPS tidak imparsial dan profesional dalam bekerja, Panwas akan merekomendasikan kepada KPU Kota Jakarta Utara agar diberhentikan secara tidak hormat.