Sumarsono akan kaji ulang Permendikbud 75 Tahun 2016
Sumarsono akan kaji ulang Permendikbud 75 Tahun 2016. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono akan mengkaji ulang dan mensosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono akan mengkaji ulang dan mensosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam Permendikbud tentang Komite Sekolah ini dikatakan bahwa masyarakat dapat ikut serta, bergotong royong memajukan pendidikan di sekolah secara demokratis dan akuntabel.
Nantinya masyarakat dapat membedakan mana saja yang tergolong sumbangan dan bantuan melalui Komite Sekolah, pungutan pendidikan yang sah oleh sekolah dan pungutan liar oleh oknum. Namun, hal tersebut malah menjadi momok yang menakutkan bagi pihak sekolah. Mereka menjadi lebih berhati-hati ketika akan mengadakan acara yang memerlukan dana dari siswanya.
Sumarsono juga menyarankan agar aturan tersebut disosialisasikan kepada sekolah-sekolah supaya koridornya jelas mana yang boleh dan mana yang tidak. Sehingga setiap sekolah bisa tetap kreatif dan memanfaatkan kebebasannya.
"Makanya mereka (pihak sekolah) meminta kepastian karena sekarang itu pihak sekolah takut membuat kegiatan yang ada kaitannya dengan uang. Termasuk pelajarnya juga ikut terbelenggu," kata Sumarsono, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (20/1).
Menurut Sumarsono, semua kebutuhan sekolah tidak ditanggung semua oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sehingga memang perlu ada beberapa penggalangan dana dalam bentuk sumbangan di lingkungan sekolah.
"Namun, ada kebutuhan lain yang sebenarnya tidak tertampung dalam BOS, dalam anggaran yang tersedia. Misalnya, seperti kalau mau studi banding dan bertemu siswa di provinsi lain bagaimana? ini kan anggarannya tidak tercover. saya kira pertanyaan seperti ini yang harus kita respon karena banyak sekolah yang ingin lakukan kegiatan kreatif dengan inisiatif seperti ini," ujar Sumarsono.
Selain itu, Sumarsono juga mencontohkan dampak lainnya, ketika sebuah sekolah akan melaksanakan sebuah pentas seni (pensi) untuk mendapatkan anggaran, siswanya harus berjibaku mengumpulkan dana sendiri.
"Ini kan kreativitas anak remaja, mereka harus mencari dana dengan ngamen dan seterusnya. Itu kan ga boleh, mereka merasa dikerangkeng. mereka merasa dibatasi padahal itu kreativitas anak muda. Nah mereka mendengar kabar, yang begini dilarang oleh sekolah, mereka sekarang ketakutan membuat birokrasi baru sekolah. karena informasi yang menyebar ke bawah salah," ujar Sumarsono.
Padahal, menurut Sumarsono, dari pihak pemerintah tidak ada yang membatasi hal-hal semacam itu. selama permintaan sumbangan atau infaq tidak menimbulkan beban, itu tidak masalah dan tidak tergolong pungutan liar (pungli).
"Itu pemerintah memang bertugas untuk menjembatani kepentingan sekolah agar memperkuat peran komite sekolah, sehingga semua kebutuhan lokal bisa direspon oleh komite sekolah. Yang penting pihak sekolah tidak memberikan peraturan atau menekan dan memaksa adanya pungutan-pungutan," terangnya.
Sumarsono menilai sumbangan yang diminta pihak sekolah diperbolehkan selama masih dalam koridor yang berlaku dan jelas maksud tujuannya.
"Termasuk infaq dan sedakah, itu sebenarnya aturan karena di agama ada norma infaq dan sedekah saya kira itu dibolehkan. Tetapi yang utama adalah tidak ada paksaan," ujarnya.
Yang tidak diperbolehkan adalah adanya penentuan, seperti misalnya sebuah sekolah membuat peraturan agar masing-masing memberikan infaq sekian. Jadi harus bayar seikhlasnya dan tanpa paksaan serta patokan nominal sumbangan.