8 Mitos Tentang HIV/AIDS dan Faktanya, Perlu Diketahui
Terdapat beberapa mitos tentang HIV/AIDS lain yang perlu diperhatikan. Mitos-mitos ini seperti adanya anggapan bahwa pengidap HIV akan selalu berujung kematian, heteroseksual bebas dari risiko penyakit HIV, hingga asumsi bahwa HIV selalu mengarah pada kondisi AIDS.
Seperti diketahui, Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kronis yang berbahaya dan dapat mengancam keselamatan nyawa penderitanya. Secara umum, HIV adalah salah satu penyakit menular seksual yang menyebar melalui kontak hubungan seksual dengan orang yang sudah terinfeksi.
Selain itu, HIV juga dapat menular dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Meskipun begitu, bukan berarti seorang wanita yang mengidap HIV tidak dapat memiliki anak dengan sehat dan aman. Ini merupakan salah satu mitos dan kesalahpahaman yang berkembang dan dipercaya oleh sebagian orang hingga kini.
-
Kenapa bantuan pangan diberikan di Jateng? “Bantuan ini sebagai bentuk kepedulian dan perhatian pemerintah kepada masyarakat. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang masih membutuhkan,” kata Nana.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Siapa yang menerima bantuan pangan di Jateng? Ada sebanyak 3.583.000 keluarga penerima manfaat di Jawa Tengah yang bakal menerima bantuan tersebut.
-
Apa itu kue talam jagung? Kue talam merupakan salah satu jenis kue tradisional Indonesia yang memiliki cita rasa manis dan tekstur lembut.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
-
Kenapa Doa Sapu Jagat penting? Bukan hanya menambah pahala, doa sapu jagat juga akan meningkatkan keimanan dan dekat dengan Allah SWT.
Bukan hanya itu, terdapat beberapa mitos tentang HIV/AIDS lain yang perlu diperhatikan. Mitos-mitos ini seperti adanya anggapan bahwa pengidap HIV akan selalu berujung kematian, heteroseksual bebas dari risiko penyakit HIV, hingga asumsi bahwa HIV selalu mengarah pada kondisi AIDS.
Dapat dikatakan, beberapa mitos tentang HIV/AIDS ini kurang tepat, sehingga perlu diluruskan dengan fakta yang benar sesuai medis. Dengan begitu, masyarakat akan lebih teredukasi dengan penyakit HIV dan tidak mudah menghakimi kondisi pengidap HIV hanya karena percaya dengan mitos-mitos tersebut.
Melansir dari Healthline, berikut kami rangkum beberapa mitos tentang HIV/AIDS dan fakta penjelasannya yang perlu Anda ketahui.
Mitos Tentang HIV/AIDS dan Faktanya
- HIV selalu berujung kematian
Mitos tentang HIV/AIDS yang pertama, yaitu anggapan bahwa HIV selalu berujung kematian. Dalam hal ini, ahli menyebutkan bahwa HIV dengan pengobatan yang tepat dapat memberikan peluang dan harapan hidup normal pada penderitanya.
Faktanya, sejak tahun 1996, dengan munculnya terapi antiretroviral yang sangat aktif, orang dengan HIV yang melakukan terapi antiretroviral (ART) dengan baik dapat hidup normal, selama mereka meminum obat yang diresepkan.
- HIV dapat dilihat
Mitos tentang HIV/AIDS berikutnya menyebutkan bahwa penyakit HIV dapat diketahui dengan hanya melihatnya saja. Faktanya, orang yang tertular infeksi HIV mungkin menunjukkan gejala umum seperti infeksi penyakit lainnya, misalnya demam, kelelahan, atau malaise.
Tentu jika hanya dilihat melalui gejalanya saja, akan kurang akurat sebab gejala awal orang yang terkena HIV tak berbeda dengan penyakit pada umumnya. Bahkan sebagian besar orang yang terkena HIV tidak menunjukkan gejala, seperti memiliki kondisi yang sehat.
Gejala stereotip yang sering diasosiasikan orang dengan HIV sebenarnya adalah gejala komplikasi yang dapat timbul dari penyakit atau komplikasi terkait AIDS. Namun, dengan pengobatan yang memadai, gejala tersebut tidak akan muncul pada orang yang hidup dengan HIV.
- Orang heteroseksual bebas dari HIV
Orang heteroseksual dianggap bebas dari risiko HIV juga termasuk salah satu mitos HIV/AIDS yang berkembang. Memang benar bahwa HIV lebih banyak terjadi pada pria yang juga memiliki pasangan seksual pria. Gay dan biseksual muda kulit gelap memiliki tingkat tertinggi penularan HIV.
Namun, heteroseksual menyumbang 24 persen dari infeksi HIV baru pada tahun 2016, dan sekitar dua pertiganya adalah perempuan. Selain itu, fakta lain menunjukan bahwa orang Afrika-Amerika menghadapi risiko penularan HIV yang lebih tinggi daripada ras lain, tidak peduli orientasi seksual yang dimiliki.
Tingkat diagnosis HIV untuk pria kulit gelap hampir delapan kali lebih tinggi daripada pria kulit terang dan bahkan lebih tinggi untuk wanita kulit gelap.
- Orang dengan HIV tidak memiliki anak dengan aman
Mitos HIV/AIDS selanjutnya, yaitu orang dengan HIV tidak dapat memiliki anak dengan aman. Namun, menurut ahli, jika seorang wanita positif HIV yang mempersiapkan kehamilan dengan bekerja sama penyedia kesehatan, termasuk pengobatan HIV, masih memiliki kemungkinan untuk melahirkan anak yang sehat.
Karena pengobatan HIV telah berkembang pesat, jika seorang wanita meminum obat HIV setiap hari seperti yang direkomendasikan selama kehamilannya (termasuk persalinan dan melahirkan), dan melanjutkan pengobatan untuk bayinya selama 4 sampai 6 minggu setelah lahir, maka risiko menurunkan penyakit HIV pada bayinya hanya sebesar 1 persen atau kurang.
- HIV selalu mengarah ke AIDS
Selanjutnya, mitos tentang HIV/AIDS juga menyebutkan bahwa HIV selalu mengarah pada kondisi AIDS. HIV memang infeksi yang menyebabkan AIDS. Namun, bukan berarti semua orang HIV-positif akan mengembangkan AIDS.
AIDS adalah sindrom defisiensi sistem kekebalan yang merupakan akibat HIV menyerang sistem kekebalan dari waktu ke waktu dan dikaitkan dengan respons kekebalan yang melemah dan infeksi oportunistik. Risiko AIDS ini dapat dicegah dengan pengobatan dini infeksi HIV.
Mitos Tentang HIV/AIDS dan Berbagai Faktanya
- HIV adalah penyakit biasa dengan pengobatan modern
Mitos tentang HIV/AIDS berikutnya adalah HIV akan menjadi penyakit biasa dengan pengobatan modern yang ada saat ini. Perlu dipahami bahwa meskipun banyak kemajuan medis dalam pengobatan HIV, virus masih dapat menyebabkan komplikasi, dan risiko kematian masih signifikan bagi kelompok orang tertentu.
Dengan begitu, masyarakat yang aktif secara seksual diharapkan untuk berhati-hati dengan risiko penyakit ini. Meskipun beberapa kelompok orang memiliki risiko lebih tinggi, namun penyakit ini dapat menyerang siapa saja dengan variasi usia, jenis kelamin, seksualitas, dan gaya hidup yang beragam.
- Konsumsi PrPP tak perlu memakai kondom
Mitos lainnya, menyebutkan orang mengonsumsi obat untuk mencegah infeksi HIV, tak perlu lagi menggunakan pengaman kondom saat melakukan hubungan seksual.
Faktanya, sebuah studi tahun 2015 menemukan bahwa obat ini efektif mencegah HIV jika diminum setiap hari, bukan hanya sekali minum. Meskipun telah mengonsumsi obat ini, juga disarankan untuk mengutamakan alat pengaman seksual, terutama bagi kelompok orang yang berisiko tinggi terhadap penyakit ini.
- Jika dua pasangan positif HIV, tak perlu pakai kondom
Mitos tentang HIV/AIDS yang terakhir adalah jika dua pasangan positif HIV, maka tidak perlu menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Namun, Pusat Pengendalian Penyakit di Amerika tetap merekomendasikan, meskipun kedua pasangan memiliki HIV, mereka harus menggunakan kondom setiap berhubungan seksual.
Dalam beberapa kasus, masih terdapat kemungkinan penularan jenis HIV yang berbeda ke pasangan, atau dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, menularkan bentuk HIV yang dianggap sebagai “superinfeksi” dari jenis yang resisten terhadap obat ART saat ini. Dengan begitu, meskipun kedua pasangan positif HIV akan lebih aman untuk tetap menggunakan kondom selama berhubungan seksual.