Kisah Pasien Asal Purbalingga Berjuang Melawan Virus Corona, Penuh Haru
Agus Haryanto, pasien COVID-19 asal Purbalingga menjalani hari-harinya di ruang isolasi dengan suasana batin yang tidak menentu. Dia total menjalani isolasi selama 32 hari di RSUD Banyumas hingga dia dinyatakan sembuh pada 16 April 2020. Agus kemudian membagikan kisahnya selama berada di ruang isolasi.
Agus Haryanto, pasien COVID-19 asal Purbalingga menjalani hari-harinya di ruang isolasi dengan suasana batin yang tidak menentu. Sebelumnya, dia menghabiskan waktu dengan membaca Al-Qur’an sampai khatam 30 juz. Dia total menjalani isolasi selama 32 hari di RSUD Banyumas hingga dia dinyatakan sembuh pada 16 April 2020.
Dilansir dari Liputan6.com pada Selasa (21/4) Agus kemudian membagikan kisahnya selama berada di ruang isolasi. Kisah itu kemudian ditulis istrinya, Lilis Putri Rahayu berdasarkan penuturan Agus sendiri. Kisah itu kemudian dibagikan di akun Instagram Purbalinggaku melalui direct message.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa itu virus? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Di mana virus dapat menyebar? Virus juga dapat menyebar melalui udara, air, makanan, dan kontak langsung dengan individu yang terinfeksi.
-
Bagaimana para ilmuwan mengetahui virus mana yang berbahaya? Tim peneliti menggunakan sel amoeba untuk mengetahui virus apa yang berbahaya. Dalam penelitian, tim peneliti menemukan hanya satu virus yang dapat membunuh sel amoeba yaitu ‘lytic viruses’.
-
Bagaimana mutasi virus Corona pada pria tersebut terjadi? Selama masa infeksi, dokter berulang kali mengambil sampel dari pria tersebut untuk menganalisis materi genetik virus corona. Mereka menemukan bahwa varian asli Omicron BA1 telah mengalami lebih dari 50 kali mutasi, termasuk beberapa yang memungkinkannya untuk menghindari sistem kekebalan tubuh manusia.
Dalam tulisannya itu, Agus menceritakan bagaimana suasana batinnya saat dia dinyatakan positif mengidap COVID-19. Selain itu dia juga menceritakan bagaimana dirinya bangkit dari keterpurukan hingga mampu melewati masa sulit di ruang isolasi.
Perjuangan Agus Menghadapi COVID-19
2020 liputan6.com
Kisah Agus dimulai saat dia berangkat ke Bandung untuk suatu pekerjaan. Saat itu dia tidak takut terkena COVID-19 karena belum terlalu berbahaya.
Senin, 9 Maret 2020 saya berangkat ke Bandung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan mobil pribadi. Tugas ini saya lakukan rutin dua minggu sekali memang. Saat itu posisi nasional adalah 6 orang positif COVID-19 seluruh Indonesia.
Saya masih berani ke Bandung kenapa? Ya karena saya merasa ini masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah seluruh rakyat Indonesia, dan pemerintah pun terasa sangat biasa menghadapinya.
Saya sempat mampir ke RSUD Banyumas dan RSUD Majenang untuk suatu pekerjaan. Pekerjaan saya memang tidak jauh dari dunia kesehatan dan rumah sakit.
Mulai Merasakan Gejala
Agus kemudian mulai merasakan gejala tidak enak badan. Tapi waktu itu dia belum menyadari kalau virus COVID-19 sudah bersarang di tubuhnya.
Malam hari sesampainya di Bandung saya diare satu hari. Entahlah, dulu itu sudah demam atau belum. Saya hanya merasakan badan saya kurang nyaman dan tak tahu bahwa itu adalah gejala COVID-19.
Pagi harinya saya bekerja seperti biasa, belum ada aturan soal social distancing ataupun physical distancing. Yang saya tahu, saya harus menghindari jabat tangan dan lebih rajin menggunakan hand sanitizer yang memang sebelum-sebelumnya selalu ada di dalam mobil.
Pergi Ke Jakarta Menemui Istri
Agus kemudian berangkat ke Jakarta untuk menemui istrinya walaupun masih dalam kondisi yang kurang fit. Sesampainya di Jakarta dia harus beristirahat di indekos istrinya karena sakitnya tambah parah.
Selasa 10 Maret saya pergi ke Jakarta untuk menemui istri saya yang sedang kuliah. Sesampainya di sana istri memegang badan saya dan bilang kalau saya demam.
Badan saya memang masih terasa tidak enak, bahkan lebih parah dari hari kemarin. Selama di Jakarta saya tinggal di kost. Keluar hanya untuk makan ke kantin kampus. Selebihnya istri saya yang selalu beli keluar karena memang keadaan aya yang sedang sakit.
Setiap malam saya selalu merasa kedinginan bahkan menggigil. Ada batuk dan pilek tapi tidak sesak sama sekali.
Belum Ada Tanda Membaik
Setelah sekian hari berjalan, belum ada tanda-tanda kondisi Agus bakal membaik. Oleh karena itu Ia berinisiatif untuk berobat ke rumah sakit.
Kamis 12 Maret 2020 belum ada perbaikan sehingga saya memutuskan untuk memeriksakan diri ke RS Aulia Srengseng Sawah Jagakarsa. Di sana saya diberikan cefixime dan kapsul rajikan.
Karena setiap meminum kortikosteroid saya selalu cegukan, maka dokterpun tidak menambahkan obat tersebut. Diagnosa sementara dokter adalah radang tenggorokkan.
Pulang Ke Purbalingga
Dalam keadaan yang kurang fit, Agus tetap memaksakan diri pulang ke Purbalingga. Di tengah jalan dia sempat mampir ke pijat refleksi agar dia merasa lebih baik. Sesampainya di Purbalingga, Agus dan istrinya tidak menghadiri beberapa undangan karena takut tertular COVID-19.
Jumat 13 Maret saya bersama istri pulang ke Purbalingga mengendarai mobil probadi. Karena merasa sangat lelah saya pijit di salah satu refleksi. Setelah itu saya tak pernah ke mana-mana lagi karena kewaspadaan terhadap COVID-19 juga.
Istri sayapun juga sudah tidak mendatangi beberapa undangan pada tanggal 14 karena kekhawatiran setelah pulang dari daerah pandemi. Dan Alhamdulillah dua undangan pertemuan dan tiga undangan pernikahan yang kami lewatkan itu tidak menjadi penyesalan bagi kami.
Dirujuk Ke RSUD Banyumas
2020 liputan6.com
Setelah sekian lama kondisi Agus belum juga membaik. Akhirnya dia memeriksakan diri ke rumah sakit lagi. Saat dirawat dokter menduga bahwa ia telah terkena COVID-19. Ia pun harus menjalani isolasi di rumah sakit.
Minggu tanggal 15 Maret siang karena belum ada perbaikan saya memeriksakan diri ke salah satu RS swasta di Purbalingga. Dokter kemudian merujuk saya ke RSUD Banyumas pada malam harinya karena ada indikasi COVID-19.
Saya langsung masuk ke ruang isolasi bertekanan negatif. Istri saya akhirnya pulang pada malam harinya karena dilarang untuk menemani dan saya harus menjalani isolasi sendiri.
Perawat hanya akan masuk saat mengantarkan obat dan makanan. Tanggal 16 dan 17 Maret 2020 saya di-swab untuk memastikan apakah saya terinfeksi Corona atau tidak.
Serasa Berada di Alam Kubur
Hari-hari di ruang isolasi merupakan hari yang berat bagi Agus. Di sana dia merasa kesepian. Di lubuk hatinya yang paling dalam dia sangat merindukan rumah.
Perawat dan dokter menginfokan kalau secara teori hasil ini bisa didapat selama dua atau tiga hari, tapi beberapa hasil yang keluar sebelumnya selama lima hari. Baiklah, selama itu artinya saya harus bersabar untuk sendirian di ruang isolasi.
Malam pertama yang saya rasakan di ruang tekanan negatif ini adalah saya merasa sedang berada di alam kubur. Tanpa siapapun yang bisa menjenguk saya dan orang-orang melakukan aktivitas lain sesuai kesibukannya. Nelangsa kalau orang Purbalingga bilang.
Hari demi hari saya lalui dengan kejenuhan. Tapi saya berpikir kalau hasil swab saya akan positif karena dari gejala-gejala yang saya baca dan yang saya alami banyak yang berbeda.
Tanggal 19 Maret saya tidak merasakan gejala apapun, tapi hasil tes swab belum juga keluar. Sampai akhirnya tanggal 23 Maret saya dipulangkan karena sudah sepenuhnya sehat tanpa gejala.
Dinyatakan Positif COVID-19
Waktu sudah berada di rumah, ada kabar dari Dinas Kesehatan kalau dia positif terkena COVID-19. Saat itulah dia dan keluarga harus siap mental menghadapi stigma masyarakat.
Tanggal 25 Maret saya kaget sekaget-kagetnya karena mendapat telepon dari Dinas Kesehatan Purbalingga kalau saya dinyatakan positif COVID-19.
Hal pertama yang harus saya tekankan pada istri adalah mengenai mental. Dan benar saja, setelah Bupati mengumumkan update mengenai hasil tes saya, identitas saya beserta istri tersebar luas di berbagai grup.
Ini berat untuk saya, karena stigma masyarakat masih negatif dan minimnya pengetahuan. Saya diinfokan akan dijemput sore harinya dan diisolasi kembali di RSU Panti Nugroho.
Diisolasi dalam Keadaan Tanpa Gejala
2020 liputan6.com
Saat petugas menjemputnya dan hendak membawanya ke rumah sakit, hal yang tak boleh lupa dibawanya adalah Al-qur'an. Selama di rumah sakit, Agus menjalani aktivitas seperti biasa.
Petugas menyampaikan untuk menyiapkan pakaian dan keperluan lain yang harus saya bawa di RS. Dan di saat waktu terburuk itu saya langsung terpikir untuk membawa Al-Quran.
Hasil ini mengartikan bahwa saya diisolasi hari ke-15 sejak saya demam, dan saya pun tidak merasakan gejala apa-apa lagi. Saat di sana saya tetap melakukan pekerjaan yang bisa saya lakukan secara remote.
Terus Berpikir Positif
Selama berada di ruang isolasi, Agus terus menjaga pikiran agar tetap positif. Dia rutin melakukan olah raga setiap hari dan juga membaca Al-Qur'an. Setiap harinya perawat juga memberinya obat curcuma dan vitamin C.
Saya tetap melakukan olahraga seperti yang saya lakukan sehari-hari. Dalam satu set saya biasa melakukan 40-50 kali push up.
Waktu luang lain saya lakukan dengan mengaji dan mencari info tentang COVID-19 untuk membekali diri saya sendiri dari kepanikan. Alhamdulillah berkat ilmu yang cukup saya selalu bisa berpikir positif.
Masa darurat kesehatan saya sudah terlewat. Sekarang saya hanya perlu menjalani isolasi dan saya yakin akan pulang dan berkumpul bersama keluarga kembali. Di ruang isolasi saya tidak mendapatkan obat lain selain curcuma dan vitamin C.
Doa dari Anak Panti Asuhan dan Keluarga
Agus terus mendapat dukungan dari keluarga. Selain itu dia juga mendapat do'a dari anak-anak panti asuhan. Dokter dan petugas medis juga memberinya dukungan.
Di sisi lain saya terharu dengan lingkungan saya yang selalu memberikan support positif. Dokter dan perawat selalu melayani dan memberikan support terbaik.
Ada juga pemilik panti asuhan yang meminta doa dari anak-anak asuhnya untuk kesembuhan saya. Tetangga juga silih berganti mengirimkan makanan dan bahan pokok untuk keluarga. Semua ini membuat saya terharu, memberikan obat lain yang tidak terlihat.
Beberapa hari di ruang isolasi saya bertanya-tanya kapan saya di-swab untuk memastikan virus ini masih di tubuh saya atau tidak. Pada akhirnya tanggal 1 dan 2 April yaitu hari ke-7 dan ke-8 sejak saya dijemput kembali baru saya di-swab.
Hasil Tes Swab Tidak Kunjung Keluar
Setelah lewat 8 hari, hasil tes swab Agus tak kunjung pula keluar. Kejenuhannya memuncak. Pada saat itulah Agus mendapat kabar bahwa hasil tes swabnya negatif. Dia pun merasa bahagia luar biasa.
Saya kira hasil tes ini akan keluar selama 7-8 hari ke depan. Tapi nyatanya tidak. Hari demi hari saya lalui dengan menunggu hasil tes yang tak tahu kapan akan keluar.
Hari-hari tetap saya isi dengan beribadah, urusan pekerjaan, dan olahraga. Sampai pada akhir rekor hidup saya. Dalam 20 hari saya bisa khatam Al Quran tepatnya pada 14 April 2020.
Keputusasaan mulai membayangi saya di tengah kejenuhan yang makin memuncak. Hari-hari yang saya tunggu akhirnya datang juga. Tanggal 16 April 2020 di waktu subuh telpon berdering dan mengabarkan kalau hasil tes swab saya sudah keluar dan negatif.
Kebahagiaan yang luar biasa menghampiri saya, buah dari kesabaran selama 16 hari setelah pengambilan swab. Padahal kalau bisa langsung keluar hasilnya, seharusnya awal April saya sudah bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarga.
Merasa Miris dengan Indonesia
Karena lamanya menunggu hasil tes swab membuat dia merasa miris dengan kondisi Indonesia. Padahal di luar sana pasien COVID-19 terus bertambah.
Terus terang saya miris dengan Indonesia. Berapa kapasitas laboratorium yang masih sangat minim untuk wabah yang sudah menyebar luas ini.
Pesan saya untuk orang-orang di luar sana yang belum menyadari, bahwa kalau posisi mereka ada di sini sebagai PDP ataupun pasien positif seperti saya pasti yang paling mereka rindukan adalah rumah.
Selain itu tetaplah berpikir positif dengan membekali ilmu dari sumber-sumber yang terpercaya. Buang jauh-jauh berita yang tidak tahu sumber dan kebenarannya.
Ikuti Anjuran Pemerintah
2020 liputan6.com
Agus berpesan kepada masyarakat untuk terus mengikuti anjuran pemerintah. Selain itu kalau bosan berada di rumah usahakanlah melakukan kegiatan positif agar tidak cepat bosan.
Selalu ikuti anjuran pemerintah untuk physical distancing, melakukan PHBS, mencuci tangan dengan sabun, dan usahakan untuk menghindari virus berbahaya ini.
Kalau kalian merasa bosan saat karantina atau isolasi mandiri, isilah dengan kegiatan-kegiatan positif dalam hal ibadah dan olahraga. Karena itu sangat membantu dalam memberikan energi positif bagi tubuh dan imunitas kita. Ingatlah, betapa menderitanya diisolasi seperti saya dengan total 32 hari.