Kisah Sukses Paguyuban “Pokoke Blangkon”, Berdayakan Anak Muda Jadi Fotografer Sekaligus Lestarikan Budaya Jawa
Kehadiran "Pokoke Blangkon" menjadi magnet baru bagi wisatawan Malioboro
Kehadiran "Pokoke Blangkon" menjadi magnet baru bagi wisatawan Malioboro
Kisah Sukses Paguyuban “Pokoke Blangkon”, Berdayakan Anak Muda Jadi Fotografer Sekaligus Lestarikan Budaya Jawa
Yogyakarta merupakan kota pariwisata sekaligus budaya. Asset budaya yang dimanfaatkan sebagai komoditas budaya menjadi nilai penting bagi para pelaku usaha di Yogyakarta.
Tekattono (65 tahun) merupakan salah satu pelaku usaha di Yogyakarta yang mencoba memanfaatkan nilai-nilai budaya Yogyakarta sebagai komoditas pariwisata.
Hal ini ia terapkan dalam sebuah paguyuban yang ia bentuk bernama “Pokoke Blangkon”.
- Tak Disangka Anak Tongkrongan Miliki Suara Emas, Jibon Peserta Indonesian Idol Ini Lolos ke Babak Selanjutnya
- Melihat Kreasi Kerajinan Tangan di Teras Malioboro Yogyakarta yang Estetik, dari Mainan Anak hingga Aksesoris Fesyen
- Liburan ke Pakistan, Rombongan Asal Indonesia Ini Mendadak Jadi Artis dan Banyak Dimintai Foto Bareng
- FOTO: Seru dan Kocak Lomba Gebuk Bantal di Katulampa, Ibu-Ibu dan Anak-Anak Tak Mau Mengalah sampai Basah Kuyup
Tekattono membuka tempat penyewaan busana Jawa di rumahnya yang berada di Kampung Pajeksan, GT 1/693 RT 41 RW 11 Kelurahan Sostromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta. Letaknya tak jauh dari pusat wisata di sepanjang Jalan Malioboro.
Awalnya, Tekattono membuka usaha kaki lima penjualan blangkon dan pakaian adat Jawa pada tahun 2017. Saat itu Tekattono memberi bonus rias gratis bagi wisatawan yang membeli pakaian adat yang ia jual.
Setelah dirias, biasanya wisatawan akan meminta Tekattono untuk mengambil foto mereka dengan busana Jawa lengkap menggunakan handphone pribadi masing-masing.
“Seiring waktu animo wisatawan makin lama makin ramai. Karena hasil foto dari handphone biasanya kurang sempurna, saya menarik seorang fotografer Malioboro,” ujar Tekattono menjelaskan situasi saat itu.
Namun seiring waktu fotografer yang hanya seorang itu dinilai kurang. Tekattono kemudian mengajak para anak muda sekitar, khususnya di Kampung Pajeksan, Kalurahan Sosromenduran, Kota Yogyakarta, untuk menjadi fotografer.
Pada awalnya jumlah anak muda yang mau ikut hanya 8 orang. Seiring waktu jumlah itu terus bertambah. Kini, sudah ada 60 fotografer dari kalangan anak muda di Paguyuban Pokoke Blangkon.
“Karena kami tidak ada biaya, sistem pendidikan kami adalah otodidak. Yang senior yang mengajari yang baru. Tapi khusus anak-anak kampung sini saja,” kata Tekattono saat ditemui Merdeka.com pada Kamis (4/4).
Pada tahun 2019, Tekattono mengajukan surat pengakuan di Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Surat dari Dinas Kebudayaan turun sehingga paguyuban Pokoke Blangkon ditetapkan sebagai salah satu pelaku pelestari budaya khususnya di ranah busana Jawa.
Seiring waktu, usaha Tekattono di bidang fotografi busana adat Jawa terus berkembang. Tak hanya jumlah fotografer yang bertambah, koleksi busana yang menjadi opsi wisatawan juga makin bervariasi.
Demi bisa menampung banyaknya wisatawan yang antusias hendak berfoto dengan busana Jawa, Tekattono kemudian membuka cabang baru di gedung merah yang berada persis di pinggir Jalan Malioboro.
Setiap tamu yang hendak menyewa busana Jawa di Pokoke Blangkon diwajibkan untuk mengisi buku tamu. Pada hari biasa, buku tamu itu terisi hingga nomor 45-50. Sedangkan bila hari libur, buku tamu itu terisi hingga lebih dari 100 nomor.
Bila rata-rata setiap buku tamu mewakili 2 wisatawan, maka jumlah wisatawan yang menyewa pakaian adat Jawa di Pokoke Blangkon mencapai lebih dari 100 orang per hari.
Ingin Ikut Kembangkan Budaya Jawa
Dalam menjalankan usaha Pokoke Blangkon, Tekattono dibantu oleh 26 karyawan yang bertugas di bidang busana. Di samping itu, ia juga dibantu oleh puluhan fotografer yang mengambil foto sekaligus mendampingi para tamu.
Mereka tak hanya mendampingi wisatawan di wilayah Malioboro, namun ke tempat-tempat lain yang ingin dikunjungi wisatawan misalnya Candi Prambanan maupun Pantai Parangtritis.
Masing-masing dari fotografer yang bekerja untuk Pokoke Blangkon menggunakan kamera milik pribadi.
“Kebanyakan atau 70 persen dari para fotografer adalah anak-anak Kampung Pajeksan dan sekitarnya. Karena dulu ada ketentuan dari Pak Lurah dan Wali Kota kalau bisa orang wilayah diberdayakan,” kata Tekattono
Setiap anggota yang bekerja di Pokoke Blangkon punya motivasi yang berbeda. Regina Helen (34), salah satu penata busana di Pokoke Blangkon, bergabung di usaha itu karena ingin ikut memperkenalkan busana Jawa.
Sama halnya dengan Helen, Galang (30), salah seorang fotografer Pokoke Blangkon yang masih menjalani masa training. Pria asli Kampung Pajeksan itu mengaku memutuskan ikut bergabung dengan Pokoke Blangkon karena ingin melestarikan budaya Yogyakarta.
“Biar besok orang-orang yang hidup di zaman modern nggak lupa dengan adat kita,” kata Galang.
Fotografer lainnya, Ino (23) telah bergabung di Pokoke Blangkon sejak awal tahun 2022. Ia bercerita awalnya bergabung dengan Pokoke Blangkon karena ikut teman.
Selama dua tahun bergabung di Pokoke Blangkon, Ino mendapatkan banyak tantangan sebagai seorang fotografer.
Salah satu tantangan itu adalah menyamakan kualitas hasil fotonya dengan hasil kualitas foto dari para fotografer senior.
Selain itu, tantangan lainnya adalah ketika kameranya rusak. Untuk perbaikan kamera biasanya menelan biaya yang tidak sedikit.
Namun berbagai tantangan dalam menjalani profesi itu tak membuat Ino kendur. Ia ingin terus mengasah skill fotografi di Pokoke Blangkon dan berharap paguyuban itu lebih baik lagi ke depannya.
“Semoga maju terus dan sukses selalu untuk kami semua,” ujarnya.
Peran BRI untuk Klaster Usaha Pokoke Blangkon
Pokoke Blangkon sendiri terdaftar sebagai salah satu klaster usaha Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Tekattono merasa menjadi salah satu klaster usaha banyak manfaatnya karena para anggotanya diberi kemudahan dalam mengakses pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Misalnya lensa kamera anak-anak ada yang rusak. Kita kan harus cepat memperbaiki, karena setiap hari kebutuhan lensa itu harus ada. Hanya masalahnya mereka yang bisa pinjam uang hanya yang ber-KTP Pajeksan sini. Padahal anggota kami ada juga yang dari luar,” ungkap Tekattono.
Terkait pinjaman modal dari BRI, Tekattono memastikan bahwa anggotanya selalu tepat waktu dalam membayar angsuran.