Kisah Perajin Batik Tulis Giriloyo, Lalui Masa Sulit COVID-19 dengan Bersholawat
Keberadaan sentra batik di Kampung Giriloyo ini turut membuat Kalurahan Wukirsari menyabet gelar Anugerah Desa Wisata Tahun 2023.
Keberadaan sentra batik di Kampung Giriloyo ini turut membuat Kalurahan Wukirsari menyabet gelar Anugerah Desa Wisata Tahun 2023.
Kisah Perajin Batik Tulis Giriloyo, Lalui Masa Sulit COVID-19 dengan Bersholawat
Pagi itu, Kamis (4/4) dua orang wanita paruh baya tampak sedang membatik pada sebuah bangunan gazebo kecil di Sentra Kampung Batik Giriloyo yang berada di Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Bantul.
Dengan hati-hati, mereka menggerakkan canting yang ujungnya telah dioleskan malam yang selanjutnya dibubuhkan ke atas selembar kain.
-
Bagaimana cara membuat Batik Ciwaringin? Sejak dulu, batik Ciwaringin dibuat secara terbatas oleh para santri. Mereka memanfaatkan apapun yang ada, termasuk dedaunan dan batang akar untuk mewarnai kain batik.
-
Bagaimana Solikhin membuat batik tulis? Pembuatan batik tulis dengan pewarna alami sama dengan pembuatan batik lainnya. Pertama-tama motif dibuat, lalu menempelkan bahan malam pada gambar, selanjutnya motif diberi warna, setelah itu kain batik dikeringkan.
-
Di mana Batik Terogong dibuat? Sesuai namanya, batik ini lahir dari kampung Terogong di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan.
-
Mengapa Batik Ciwaringin punya makna perjuangan? Dalam selembar kainnya juga tersirat pesan perjuangan para santri yang berkobar untuk memukul mundur para penjajah yang menyengsarakan rakyat.
-
Batik Terogong dibuat dengan cara apa? Gambar-gambar lalu dilukis di atas kain batik rajut yang halus, dengan cat malam yang awet dan melekat ke serat kain.
-
Apa ciri khas Batik Ciwaringin? Motif Ciwaringin diketahui banyak mengambil inspirasi dari alam dan lingkungan sekitar, seperti tumbuhan, sungai dan lain sebagainya. Salah satu yang menjadi ciri khas adalah pola wit ngrambat yakni dedaunan yang merambat dan menjuntai.
Di Giriloyo, perajin batik tulis merupakan sebuah profesi yang diwariskan secara turun-temurun. Konon ilmu membatik di Giriloyo pertama kali diajarkan oleh Raja Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo pada abad ke-17.
Pada waktu itu, sebagian besar penduduk Giriloyo merupakan para abdi dalem yang ditugaskan merawat Makam Raja-Raja Mataram.
Pada masa jayanya, perajin batik di Desa Giriloyo jumlahnya mencapai ribuan. Namun jumlah itu terus berkurang karena banyak warganya yang memilih menekuni profesi lain.
Sampai saat ini Kampung Giriloyo tak pernah kehabisan pembatik. Salah satu perajin batik di Giriloyo adalah Siti Baroroh (52 tahun).
Wanita yang akrab disapa Ninik itu sudah mulai membatik sejak SD. Ia sempat berhenti membatik karena fokus untuk menyelesaikan pendidikannya hingga ke jenjang S1.
Ninik kembali menekuni pembuatan batik pada tahun 2006. Setelah Gempa Bantul, ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Institute for Research and Empowerement (IRE) mengadakan pelatihan membatik bagi masyarakat Giriloyo. Ninik diajak temannya untuk ikut pelatihan itu.
“Selama dua tahun saya ikut pelatihan itu. Di sana saya belajar membatik, mewarnai, dan sebagainya,” kata Ninik saat ditemui Merdeka.com pada Kamis (4/4).
Tak berhenti pada program pelatihan bagi warga, IRE menjalin kerja sama dengan LSM Jogja Heritage Society (JHS) dan Dompet Dhuafa untuk menjadikan Kampung Giriloyo sebagai kampung wisata. Waktu itu Ninik ditunjuk untuk menjadi pengurus di kampung wisata itu.
“Kita ikut terlibat dalam membangun kampung wisata ini. Waktu itu belum ada upah sama sekali. Di saat ada tamu pun upah kita hanya Rp10 ribu,” ujar Ninik.
Pada tahun 2009, Giriloyo resmi dijadikan Kampung Wisata. Sejak saat itu, kampung itu makin dikenal luas. Tamu-tamu dari dalam negeri maupun mancanegara terus berdatangan tiada henti.
Saat itu adalah masa-masa indah bagi para pembatik di Giriloyo. Ninik mengatakan, pada awalnya para perajin batik sempat khawatir apakah batik hasil karya mereka laku. Tapi setelah membuat satu potong, ternyata batik mereka langsung laku. Para pembatik pun makin semangat dalam berkarya.
“Bikin lagi, laku lagi. Bikin lagi, laku lagi. Walaupun banyak uang yang kita keluarkan, tapi kita puas. Karena ini hasil karya kita. Kita juga bisa menjelaskan pada tamu proses pembuatan batik ini, dan mereka percaya. Banyak tamu yang kemudian membeli batik di sini,” kata Ninik.
Pada tahun 2020, Kampung Giriloyo mengalami masa-masa suram akibat pandemi COVID-19. Karena tidak ada tamu yang datang, para pembatik hanya bisa berdiam diri di rumah.
“Pekerjaan kami hanya baca sholawat setiap hari. Saya berdoa sambil nangis,‘Ini kehendak-Mu ya Allah. Kalau memang Engkau menakdirkan seperti ini saya ikhlas’,” ujar Ninik mengenang kembali masa-masa sulit itu.
Ninik tak mau pasrah dengan keadaan. Ia mencoba memasarkan produknya dengan cara online. Ternyata cara tersebut berhasil. Produk-produk batik yang selama pandemi harus disimpan di rumah satu per satu laku berkat penjualan online.
Pada tahun 2021, Ninik dan para pembatik lain di Giriloyo sudah bisa berjualan kembali di sentra batik. Kunjungan tamu kembali meningkat. Bahkan pada tahun 2023 omzet mereka mencapai miliaran rupiah.
Keberadaan sentra batik di Kampung Giriloyo ini turut membuat Kalurahan Wukirsari menyabet gelar Anugerah Desa Wisata Tahun 2023. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno datang langsung ke Kampung Giriloyo untuk memberikan penobatan itu.
“Dampaknya, tamu-tamu terus berdatangan. Kita sudah dikunjungi (Menteri Keuangan) Ibu Sri Mulyani, Ibu Iriana Jokowi, bahkan (Capres) Muhaimin Iskandar sempat membatik di sini,” kata Ninik.
Ninik mengatakan, rata-rata harga kain batik tulis miliknya dihargai Rp1,5-2,5 juta. Satu kain baik pengerjaannya mencapai 1-2 bulan.
Ninik sendiri menyerahkan tugas pembuatan batik kepada para perajin batiknya yang berjumlah 10-12 orang. Ninik tinggal mengambil batik yang sudah jadi dan memberi upah pada para perajinnya.
“Mereka keahliannya beda-beda. Ada yang membuat pola, ada yang mewarnai, ada yang proses granit, dan lainnya. Jadi satu kain batik ini yang mengerjakan 3-4 orang,” imbuhnya.
Disiplin Mengangsur KUR
Para pembatik di Giriloyo menjadi salah satu klaster usaha Bank Rakyat Indonesia (BRI). Beberapa perajin batik meminjam uang di BRI melalui layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk modal dalam memproduksi batik. Ninik mengaku, ia dan para perajin lain selalu tepat waktu dalam mengangsur pinjaman
Kita disiplin kalau masalah itu. Kalau tidak nama baik kita bakal tercemar,” kata Ninik
Sampai saat ini, Ninik sendiri masih ada pinjaman di BRI atas nama anaknya. Biasanya ia mengangsur pinjaman modal pada mantri BRI yang sudah akrab dengannya.
“Saya malas kalau harus ke customer service. Saya langsung ke lantai atas ketemu orangnya langsung,’Jo, tolong ke sini sebentar. Ini angsuran saya,” kata Ninik sembari diiringi tawa.