Menggapai Kebangkitan UMKM Indonesia Melalui Transformasi Digital
Tak pakai uang cash lagi meski belanja di pedagang kecil kaki lima, Soraya membayarnya menggunakan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS).
Soraya Putri, tampak sibuk membayar aneka jajanan yang dijual rapi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di depan salah satu supermarket yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta. Tak pakai uang cash lagi meski belanja di pedagang kecil kaki lima, Soraya membayarnya menggunakan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS).
“Pokoknya kalau bisa dibayar pakai QRIS, saya selalu bayar pakai QRIS di semua tempat pembelian, termasuk di PKL ini,” kata Soraya kepada merdeka.com belum lama ini.
Alasannya, kata Soraya, selain ringkas karena tak perlu pakai uang cash atau pun kartu baik debut atau pun kredit, menggunakan QRIS membuat hidupnya lebih simpel. "Asal di tabungan ada uang saja, semua jadi gampang dan simpel," imbuhnya.
Kemudahan menggunakan pembayaran dengan QRIS ini tak Cuma dirasakan oleh Soraya. Salah seorang penjual jus di daerah Maguwoharjo, Yogyakarta, juga merasakan hal yang sama.
"Sangat dimudahkan, nggak perlu ngasih kembalian," ujar Yuli, belum lama ini.
Tanpa sadar, perkembangan dunia digital telah merambah semua sektor kehidupan. Tak jauh di sekitar kita, bahkan di depan mata.
Saat kita ke mal misalnya. Untuk berbelanja beraneka ragam kebutuhan, kita bisa membayarnya cukup dengan QRIS. Tak perlu lagi menggunakan uang cash, apalagi kartu debit atau kartu kredut.
Tak usah jauh-jauh ke mal, saat kita beli jus di toko jus di dekat rumah kita, atau pun belanja sayur dan bumbu-bumbu masak di warung kelontong, kita juga bisa melakukan pembayaran dengan menggunakan QRIS. Transformasi digital telah masuk ke segala sektor, tak terkecuali di sektor pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Pola Konsumsi Masyarakat Berubah
Dunia digital telah bertransformasi hingga mengubah pola konsumsi masyarakat dari arah tradisional ke arah digital. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Google, Bain dan Temasek, tercatat setidaknya ada 21 juta konsumen digital baru pada tahun 2021. Akibatnya, para pelaku usaha khususnya para UMKM harus segera beradaptasi agar mereka tidak kalah saing dan mampu bertahan di era industri 4.0.
Menurut Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) yang juga merpakan pengamat ekonomi digital, Bhima Yudhistira, para pelaku usaha mau tidak mau harus beradaptasi dengan derasnya perkembangan teknologi.
Menurut Bima, sebelum pandemi sebagian besar UMKM memang masih melakukan bisnis secara tradisional. Namun akibat pembatasan sosial dan perubahan perilaku konsumen yang berlangsung selama pandemi ini, telah mendorong percepatan digitalisasi UMKM.
"Selama pandemi masyarakat banyak melakukan transaksi jual beli barang secara digital. UMKM pun mau tidak mau juga melakukannya, karena melihat pola konsumsi mengalami perubahan," ujarnya dalam diskusi media di Jakarta, Kamis (27/10/2022) lalu.
Namun demikian, Bhima yakin dengan hadirnya ekosistem digital, akan mendorong inklusi keuangan dan menjadi solusi dalam pemecahan masalah rantai pasok yang selama ini terlalu panjang. Bhima mengatakkan, melalui inklusi keuangan digital UMKM yang hadir dalam bentuk platform digital akan memainkan peran penting dalam optimalisasi pengembangan bisnis.
Dengan percepatan inklusi keuangan digital dan adopsi solusi digital yang tepat, menurutnya pelaku UMKM dapat menjalankan bisnis dengan lebih efektif dan efisien. Di mana dengan dukungan tersebut akan dimungkinkan terjadi peningkatan kapasitas produksi dan kemampuan digitalisasi UMKM, perluasan pasar bahkan akses pada kredit yang lebih besar sehingga memperkuat daya saing UMKM tersebut.
"UMKM sebagai salah satu penopang ekonomi seharusnya menjadi penerima manfaat terbesar dari kehadiran digitalisasi," imbuhnya
Bhima berharap dengan adanya platform digital dalam inklusi keuangan, akan dapat ambil bagian untuk membantu edukasi keuangan masyarakat, membantu percepatan adaptasi transaksi digital serta menjadi wadah integrasi ekosistem bisnis antara, produsen distributor dan konsumen.
Bahkan dia berharap platform tersebut dapat memberikan kemudahan akses pembiayaan modal dengan adanya kolaborasi bersama bank atau fintech lainnya.
"Peran pelaku industri digital sangat penting untuk memberi pendampingan secara terstruktur dan berkala. Sampai sasaran edukasi bisa memahami cara kerja fitur di dalam platform untuk membantu usaha mereka berkembang," tutupnya.
Langkah Nyata BRI Gandeng UMKM Lakukan Transformasi Digital
Menghadapi transformasi digital yang kian menantang, perusahaan BUMN harus terus bertransformasi untuk menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Sejalan dengan hal tersebut, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Group telah menetapkan langkah penguatan yang ditempuh dalam Transformasi BRIvolution 2.0. Transformasi tersebut merupakan strategic response dari kondisi pandemi, sehingga rencana jangka panjang yang dituangkan pada BRIvolution 1.0 telah disesuaikan dengan situasi pasar terkini.
Pada Transformasi BRI, BRIvolution 2.0, BRI Group menetapkan visi The Most Valuable Banking Group in South East Asia & Champion of Financial Inclusion di tahun 2025. Bank dengan jaringan terluas di Indonesia ini sekaligus mempertegas komitmen untuk mempertajam fokus menumbuhkembangkan sektor UMKM dengan sinergi bersama anak usaha atau secara BRI Group.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BRI Sunarso yang menjelaskan bahwa pihaknya memiliki sumber pertumbuhan bisnis baru yang berkelanjutan. Oleh karenanya, BRI akan terus konsisten melakukan perluasan fungsi anak usaha.
Perluasan fungsi anak perusahaan dalam BRI Group tersebut dilakukan untuk diversifikasi income, spreading risk, dan memperkuat customer base BRI.
"BRI Grup harus menjangkau masyarakat sebanyak mungkin, kemudian dengan proses bisnis yang kita digitalisasikan, biayanya bisa menjadi seefisien mungkin," kata Sunarso dalam wawancara dengan media beberapa waktu lalu.
Dalam hal membentuk sumber pertumbuhan baru, pihaknya memberi contoh pembentukan Holding Ultra Mikro (UMi) bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) merupakan wujud komitmen BRI untuk go smaller. Sejak resmi terbentuk setahun lalu, Holding UMi setidaknya telah melayani kebutuhan 23,5 juta nasabah dengan total outstanding pembiayaan mencapai sebesar Rp183,9 triliun per Agustus 2022.
Tak hanya dari sisi pembiayaan, hingga Agustus 2022 integrasi layanan ketiga entitas atau co-location melalui Gerai Senyum sudah mencapai 1.003 lokasi. Bentuk integrasi layanan lainnya dapat tercermin dari PNM Mekaar yang bergabung sebagai Agen BRILink sudah mencapai 40.121. Adapun nasabah tabungan baru UMi telah mencapai 6,85 juta nasabah atau melampaui target awal sebanyak 3,3 juta nasabah pada 2022.
"Strategi pertumbuhan BRI ada dua, yang pertama mengikuti nasabah yang ada (existing) di BRI tapi dibantu untuk naik kelas, yang kedua adalah BRI harus mampu menjangkau yang lebih kecil lagi atau "go smaller" jadi karena kita punya strategi pertumbuhan ke atas mengikuti naik kelas nasabah yang ada, kebawah kita cari sumber pertumbuhan baru atau nasabah baru, maka ‘go smaller’, dari situlah kita membuat konsep membentuk holding ultra mikro bersama PNM dan Pegadaian," tambahnya.
Pemulihan Ekonomi
Perjalanan BRI Grup dalam mencapai visi tersebut tentu banyak dihadapkan dengan tantangan, mulai dari pandemi COVID-19 hingga gejolak ekonomi global. Oleh karenanya selama pandemi, strategic response yang dilakukan BRI adalah dengan menyelamatkan UMKM melalui strategi business follows stimulus.
"Agar stimulus berjalan efektif, BRI menyiapkan empat syarat. Pertama, harus ada dananya, yaitu memastikan anggarannya tersedia. Kedua, data pihak yang mendapatkan stimulus tersedia. Ketiga, kami akan menyiapkan sistem yang kredibel dan reliable agar stimulus tersebut tepat sasaran. Dan keempat, adalah komunikasi secara terus menerus kepada masyarakat," tuturnya.
Menanggapi tantangan bisnis dari gejolak ekonomi global, Sunarso menyebut BRI jauh dari epicentrum gejolak ekonomi global dikarenakan backbone bisnis BRI, yakni UMKM, relatif tahan banting terhadap dampak dari konflik global tersebut.
Di sisi lain, BRI melihat bahwa UMKM sebagai tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia perlu dieskalasi pertumbuhannya. Tidak heran, BRI sebagai lembaga keuangan mengambil peran dengan mengucurkan 83,27% dari total kredit kepada pelaku UMKM per kuartal II-2022.
"Pelaku usaha di Indonesia sebanyak 98.7% adalah skala UMKM. Itu baru jumlah pelakunya, tapi kontribusinya terhadap produk domestik bruto mencapai 68%, artinya sebenarnya PDB kita itu mayoritas dikontribusi oleh bisnis yang skalanya UMKM."
"Ketiga, adalah dari sisi penyerapan tenaga kerja 97,22 % tenaga kerja di Indonesia itu pekerja dia segmen UMKM, jadi ini menjadi penting dan strategik dalam konteks negara, karena tugas utama negara adalah mensejahterakan rakyatnya, dan cara yang paling baik dalam mensejahterakan rakyat adalah dengan memberi pekerjaan," tegasnya.