Perayaan Unik Idul Fitri di Ponorogo, Warga Justru Tidur dan Lakukan Kenduri
Salah satu tradisi unik ada di Masjid Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. Jemaah masjid tersebut menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan melakukan tidur dan kenduri buceng encek.
Masyarakat muslim di berbagai daerah memiliki tradisi-tradisi khusus menyambut Hari Raya Idul Fitri. Hal ini pula yang terjadi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Bahkan meskipun satu kabupaten, masyarakat di Ponorogo memiliki tradisi yang berbeda-beda menyambut hari lebaran.
Salah satu tradisi unik ada di Masjid Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. Jemaah masjid tersebut menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan melakukan tidur. Selain tidur, masyarakat sekitar masjid juga melakukan kenduri buceng (tumpeng) encek.
-
Apa yang terjadi pada Pilkada di Jawa Timur? Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di lima wilayah di Jawa Timur dipastikan akan melawan kotak kosong.
-
Kapan Bojonegoro menjadi ibukota Provinsi Jawa Timur? Ada sejumlah daerah yang sempat menjadi Ibu Kota Jawa Timur selain Kota Surabaya. Daerah-daerah ini menjadi pusat pemerintahan Jatim sejak 11 November 1945 hingga 24 Desember 1949.
-
Siapa yang dijuluki Presiden Penyair Jawa Timur? Hal ini dirasakan Aming Aminoedhin, seniman yang dijuluki Presiden Penyair Jawa Timur.
-
Mengapa Aming dijuluki Presiden Penyair Jawa Timur? Keluarga jadi salah satu faktor terpenting bagi seorang anak. Hal ini dirasakan Aming Aminoedhin, seniman yang dijuluki Presiden Penyair Jawa Timur.
-
Dimana Bojonegoro menjadi ibukota Provinsi Jawa Timur? Mengutip Instagram @maliogorostory, Kabupaten Bojonegoro pernah menjadi ibu kota Provinsi Jawa Timur di masa silam.
-
Kenapa Pilkada di Jawa Timur akan melawan kotak kosong? Hal ini membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi tambahan waktu untuk perpanjangan pendaftaran pasangan calon (paslon) selama 3 hari."Ada lima daerah di Jatim yang hanya ada satu paslon yang mendaftar, atau calon tunggal. Sehingga akan diberi tambahan waktu perpanjangan pendaftaran paslon sebanyak 3 hari," kata Komisioner KPU Jatim, Choirul Umam, Jumat (30/8).
Konon, kedua tradisi itu sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang mereka. Hingga kini tradisi-tradisi tersebut masih terus dilestarikan oleh masyarakat karena selain warisan para pendahulu, makna tradisi tersebut juga selaras dengan nilai-nilai sosial dalam hidup bermasyarakat.
Tradisi Tidur
©2020 Merdeka.com/pngwing.com
Tradisi tidur di Masjid Tegalsari Ponorogo bukan tidur dalam arti sebenarnya. Tradisi tidur adalah memukul bedug masjid selepas salat Idul Fitri selama 15 hingga 30 menit.
“Sejak saya kecil tradisi ini sudah ada, jadi penanda kalau sudah Idul Fitri,” terang takmir Majid Tegalsari, Riyono, takmir Masjid Tegalsari Ponorogo, dikutip dari liputan6.com.
Pukulan bedug dilakukan secara rancak, namun menghasilkan nada yang indah dan enak didengar. Pemukulannya dilakukan secara bergantian oleh para jemaah masjid setempat.
Kenduri Buceng
Selain tidur, jemaah Masjid Tegalsari memiliki satu tradisi lagi untuk menyambut Idul Fitri, yakni kenduri buceng (tumpeng) encek. Encek adalah wadah kenduri yang berasal dari pelepah pisang berbentuk persegi yang di tengahnya diletakkan anyaman bambu untuk menopang makanan. Di dalam encek ada tumpeng lengkap dengan lauk-pauk.
Imam Masjid Tegalsari Kiai Qomaruddin mengungkapkan, tradisi tidur dan buceng encek adalah ekspresi rasa syukur warisan para pendahulu, termasuk para wali.
Masjid Tegalsari
Masjid Tegalsari Ponorogo merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Besari sekitar aba ke-18. Di masjid ini, tersimpan kitab yang berumur sekitar 150-170 tahun yang ditulis Ranggawarsito.
Pada masa itu, Masjid Tegalsari menjadi pusat penyiaran agama Islam terbesar di wilayah Ponorogo. Setelah keberadaan masjid, didirikan pula Pondok Pesantren Tegalsari yang kemudian memiliki ribuan santri dari berbagai daerah. Dua santrinya yang terkenal ada Ranggawarsita, pujangga Jawa yang masyhur dan tokoh pergerakan nasional H.O.S Cokroaminoto, seperti dikutip dari Wikipedia.
Masjid berarsitektur jawa ini memiliki 36 tiang dan atap berbentuk kerucut. Jumlah tiang mengandung arti jumlah wali/wali songo (3+6=9), sementara atap berbentuk kerucut merepresentasikan keagungan Allah Swt.
Komplek Masjid Tegalsari terdiri dari tiga bagian yaitu, pertama yaitu Dalem Gede kerajaan kecil yang dulunya merupakan pusat pemerintahan. Kedua, bangunan utama masjid yang digunakan untuk beribadah. Ketiga, komplek makam Kyai Ageng Hasan Besari.