Susu Tertinggal & Kesaksian Istri Bung Karno Tentang Penculikan ke Rengasdengklok
Dini hari tanggal 16 Agustus 1945, para pemuda menculik Sukarno-Hatta. Kedua pemimpin ini dibawa ke Rengasdengklok. Ini kesaksian Fatmawati soal peristiwa itu.
Oleh: Arsya Muhammad
14 Agustus 1945, Jepang menyerah pada sekutu. Sehari setelahnya, para pemuda di Indonesia sudah mengetahui tentang kekalahan Jepang.
-
Mengapa Bung Karno sungkem pada ibunya? Sadar betapa besarnya jasa sang ibu, Bung Karno selalu menghomati perempuan yang melahirkan dan membesarkannya itu.
-
Kapan Bung Karno diasingkan ke Bengkulu? Provinsi Bengkulu pernah menjadi tempat pengasingan Presiden Soekarno selama era sebelum kemerdekaan dalam rentang tahun 1938-1942.
-
Dimana lokasi rumah pengasingan Bung Karno? Lokasi rumah ini berada di Jalan Jeruk yang kini berganti nama menjadi Jalan Soekarno-Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu.
-
Apa yang terjadi saat Sukarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok? Para pemuda juga merencanakan aksi bumi hangus dan revolusi melawan Jepang di Jakarta.
-
Siapa ibu dari Bung Karno? Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, menjadi orang hebat salah satunya berkat peran besar sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai.
-
Apa saja peninggalan Bung Karno di rumahnya? Di dalam bangunan, banyak sekali barang-barang peninggalan Bung Karno yang sampai saat ini masih awet. Di antaranya yaitu sepeda onthel, satu set kursi yang ada di ruang tamu, lemari makan, bahkan surat cinta yang ia tulis untuk Fatmawati, dan beberapa perabotan klasik lainnya.
Para pemuda berpendapat, revolusi harus segera dikobarkan. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus segera diumumkan. Mereka khawatir jika menunggu, maka kemerdekaan Indonesia akan dianggap pemberian Jepang.
15 Agustus malam hari, para pemuda mendatangi rumah Bung Karno. Mereka mendesak agar Bung Karno segera bergerak memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Terjadi perdebatan sengit antara para pemuda dan Sukarno.
“Sekarang Bung, malam ini juga. Mari kita kobarkan revolusi yang hebat malam ini juga. Kita memiliki pasukan PETA, pemuda pasukan Pelopor, bahkan Heiho sudah siap. Bila Bung memberi sinyal, seluruh Jakarta, akan terbakar,” kata Khairul Saleh, seorang pemuda seperti ditulis Sukarno dalam biografinya Penyambung Lidah Rakyat.
Bung Karno menolak desakan pemuda itu. Dia menilai tindakan itu terburu-buru dan beresiko. Bung Karno memutuskan Revolusi akan terjadi tanggal 17, bukan malam itu, atau tanggal 16 Agustus seperti desakan para pemuda.
Situasi sangat tegang. Para pemuda kemudian meninggalkan kediaman Sukarno di Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, dengan tidak puas.
Diculik Saat Dini Hari
Para pemuda yang tidak puas itu ternyata merencanakan penculikan terhadap Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka beralasan penculikan itu untuk menekan Sukarno dan Hatta agar cepat-cepat memproklamasikan kemerdekaan. Selain itu agar Bung Karno dan Bung Hatta terbebas dari pengaruh Jepang dalam memutuskan proklamasi Indonesia.
16 Agustus 1945 dini hari, sekitar pukul 03.00 pagi, Sukarno masih terjaga. Dia baru saja berniat untuk makan sahur seorang diri, ketika tiba-tiba melihat ada gerakan di semak-semak halaman rumahnya.
Sukarno melihat jika para pemuda ini bersenjata pisau, pedang dan pistol. Mereka memaksa Sukarno untuk mengenakan seragam militer PETA agar tidak menimbulkan kecurigaan Jepang.
“Berpakaianlah Bung, sudah saatnya,” ancam mereka.
Fatmawati, Istri Bung Karno, mendengar ribut-ribut itu mengintip dari kamarnya. Guntur yang saat itu masih bayi terbangun.
Bung Karno menceritakan dengan singkat tentang kedatangan para pemuda itu. Mereka bertujuan membawanya ke luar kota. Dia kemudian bertanya pada istrinya.
“Fat ikut apa tinggal?” tanya Bung Karno.
“Fat sama Guntur ikut. Ke mana Mas pergi, di situ aku berada juga,” tegas Fatmawati dalam biografinya Catatan Kecil Bersama Bung Karno.
Fatmawati bersiap-siap membawa perlengkapan bayi. Dia menggendong Guntur dengan selendang panjang.
“Aku tak sempat membawa pakaianku sendiri,” kenang Fatmawati di tengah ketegangan tersebut.
Di luar menunggu sedan Fiat. Sudah ada Bung Hatta di kursi belakang. Rupanya para pemuda lebih dulu menculik Bung Hatta sebelum pergi ke kediaman Sukarno.
Bung Karno, Fatmawati, Guntur kecil dan Bung Hatta duduk di kursi belakang. Sementara seorang pemuda, Sukarni duduk di depan. Fatmawati masih ingat pengemudi mobil Fiat itu bernama Winoto Danuasmoro.
Mobil itu segera melaju. Meninggalkan Jakarta di tengah kegelapan hingga Fat merasa udara terasa dingin.
Pukul 05.00 pagi mereka berhenti di sebuah pos. Fatmawati menyusui Guntur. Di sana dia baru sadar jika susu bubuk untuk Guntur tertinggal di Jakarta. Maka mereka harus pindah mobil, karena mobil Fiat itu kembali ke Jakarta untuk mengambil susu di rumah Bung Karno. Saat itu Guntur yang baru berusia 9,5 bulan memang minum campuran antara ASI dan susu formula.
“Aku tak tahu bahwa susu persediaan tertinggal di Jakarta,” kenang Fatmawati.
Dibawa ke Rengasdengklok
Sekitar pukul 06.00 pagi, rombongan Bung Karno dan Bung Hatta yang dikawal para pemuda tiba di Rengasdengklok. Sebuah wilayah di Kabupaten karawang yang pada saat itu masih terpencil.
Fatmawati mengingat bahwa mereka selalu dibawa berpindah-pindah untuk menghindari tentara Jepang. Dari Rumah Camat, lalu ke Asrama Tentara PETA. Setelah itu dipindahkan ke rumah Djiauw Kie Siong.
Selama di Rengasdengklok, Fatmawati mengaku sempat diberi sup untuk Guntur dari markas Tentara PETA. Namun rupanya sup itu pedas, Guntur pun menangis.
Mereka hanya duduk-duduk dan menunggu selama di rumah itu. Hingga sore hari, datanglah beberapa orang untuk menjemput Sukarno-Hatta. Ada Sukardjo dan Ahmad Subardjo.
Mereka segera berangkat ke Jakarta. Memasuki Jakarta, di jalan mereka melihat ada kobaran api. Sukarni dengan bersemangat berteriak menyangka revolusi sudah dimulai di Jakarta.
“Di Jakarta pemuda-pemuda sudah mulai berontak,” katanya yakin.
Fatmawati mengusulkan agar mobil mendekat ke sumber api tersebut. Setelah dekat, ternyata bukan revolusi, tetapi api dari pembakaran jerami. Mereka semua tertawa. Sukarno pun menyindir Sukarni.
“Rupanya itulah revolusi di Jakarta. Hai mana pemuda-pemudamu yang berevolusi itu?”
Baru pukul 20.00 malam mereka tiba di Jakarta. Bung Karno dan Bung Hatta segera menuju rumah Laksamana Maeda untuk mengadakan rapat.
Saat tiba di rumah, Fatmawati baru mengetahui kabar kalau ayahnya dipanggil oleh Kempetai (Polisi Militer Jepang), saat Sukarno diculik ke Rengasdengklok. Rupanya semua kebingungan dengan menghilangnya Sukarno-Hatta seharian itu,
“Bung Karno kembali baru saat subuh dari rumah Laksamana Maeda. Dia masuk kamar dan berkata: Fat, besok kita umumkan kemerdekaan bangsa kita,” katanya singkat.
Keesokan harinya, tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia mengumumkan kemerdekaannya. Revolusi benar-benar dimulai.