Perbedaan NU dan Muhammadiyah yang Perlu Diketahui, Berikut Penjelasannya
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi dakwah yang sangat populer di Indonesia. Dua organisasi ini dipandang dari segi jumlah anggotanya yang sangat besar. Namun dalam praktiknya, tetap terdapat beberapa perbedaan NU dan Muhammadiyah yang perlu disadari dan diketahui. Berikut selengkapnya.
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi dakwah yang sangat populer di Indonesia. NU dikenal dengan toleransinya terhadap tradisi-tradisi yang ada di Indonesia, sementara Muhammadiyah dikenal dengan istilah pemurnian Islam dan gebrakannya dalam dunia pendidikan.
Dua organisasi ini dianggap sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Hal ini dipandang dari segi jumlah anggotanya yang sangat besar, dan banyak cabang-cabang organisasi Muhammadiyah maupun NU yang tersebar di seluruh penjuru negara ini.
-
Apa peran NU dan Muhammadiyah dalam sejarah Indonesia? NU dan Muhammadiyah berperan penting dalam sejarah perjalanan negara ini dan berpengaruh besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia.
-
Bagaimana NU dan Muhammadiyah berbeda dalam menjalankan ibadah? NU mengajarkan pendekatan yang lebih fleksibel dan toleran terhadap praktik-praktik lokal dan tradisional yang ada sebelumnya. Di sisi lain, Muhammadiyah mengedepankan pemahaman agama yang murni sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis.
-
Kenapa NU dan Muhammadiyah berdiri di Indonesia? NU atau Nahdlatul Ulama, didirikan oleh ulama Ahlussunnah wal Jamaah di Surabaya pada 31 Januari 1926. Organisasi ini lahir sebagai respons terhadap kolonialisme Belanda yang berusaha mengendalikan pendidikan Islam dan menyebarkan agama Kristen di Indonesia. Para pendiri NU berkomitmen untuk mempertahankan ajaran Islam yang warisan nenek moyang mereka, dan melawan pengaruh kolonialisme dengan memperkuat pendidikan Islam dan pemahaman yang sesuai dengan madzhab ahlusunnah wal jemaah. Sementara itu, Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 November 1912. Latar belakang berdirinya Muhammadiyah untuk menyadarkan umat Islam akan pentingnya pembaruan dan kemajuan dalam menjalankan agama mereka. Ahmad Dahlan ingin memberikan pendidikan dan kesejahteraan kepada umat Muslim yang lebih baik melalui organisasi ini. Dia menekankan pentingnya pendidikan Islam yang berkualitas dan pengabdian kepada masyarakat, serta menolak adat-istiadat atau praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
-
Siapa yang mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU)? KH Hasyim Asy'ari merupakan tokoh penting dibalik organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Ia memprakarsai berdirinya NU pada 1926, mendapat julukan Hadratus Syekh (maha guru), sekaligus menjadi Rais Akbar NU pertama.
-
Bagaimana PNM memberdayakan nasabah? PNM bekerja untuk pemberdayaan nasabah melalui pembiayaan dan pendampingan. Pembiayaan dan pendampingan merupakan dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan satu dengan lainnya.
-
Kenapa bacaan tasyahud akhir Muhammadiyah berbeda dengan NU? Perbedaan terletak pada frasa awal bacaan.
Keduanya mempunyai peran penting dalam kehidupan politik serta proses demokratisasi pada era Reformasi di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh keduanya dan memengaruhi kondisi masyarakat muslim di negara ini.
Sejarah Nahdatul Ulama
Nahdatul Ulama (NU) lahir pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. NU didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme Islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme.
Pembentukan NU merupakan upaya pengorganisasian peran para ulama, dan pesantren yang sudah ada sebelumnya. Agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan diluaskan jangkauannya.
NU menilai tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai relevansi kekinian bahkan tidak jarang tradisi bisa memberikan inspirasi bagi munculnya modernisasi Islam. Para ulama umumnya telah memiliki jemaah (komunitas warga yang menjadi kelompoknya) dengan ikatan hubungan yang akrab, yang terbentuk dalam pola hubungan kyai-santri, terutama pada masyarakat di lingkungan pondok pesantren.
Pola hubungan tersebut mempunyai kesinambungan dengan pola dakwah Nahdlatul Ulama’ yang mengambil wilayah dakwah kultural. Ini menyebabkan arah dan perjuangan dakwah Nahdlatul ulama’ tidak bisa dilepaskan dari proses dan perkembangan budaya dan tradisi yang ada di masyarakat.
Sejarah Organisasi Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Organisasi ini didirikan dengan tujuan memberikan dukungan pada upaya pemurnian ajaran Islam yang pada saat itu identik dengan hal-hal mistik, mengutip dari Al-Imam Jurnal Manajemen Dakwah UIN Imam Bonjol Padang.
Awalnya Muhammadiyah hanya ada di daerah-daerah karesidenan seperti Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Namun, saat ini persebarannya ada di berbagai daerah di Indonesia. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan dan pendidikan bertujuan mengajak masyarakat Indonesia untuk menjalankan ajaran Allah yang sebenarnya.
Muhammadiyah dibangun dengan tata kelola yang baik dan terstruktur keberadaannya. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan ke desa-desa. Setiap tingkatan juga dikelola dengan baik. Muhammadiyah menerapkan manajemen yang terstruktur guna menunjang segala aktivitas dakwahnya.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis tetapi juga dinamis.
Berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Pembentukan Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung". (QS: Ali Imran: 104)
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi.
Butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan: “melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi”, mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Dampak positif dari organisasi ini ditandai telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia
Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Secara doktrinal, NU dan Muhammadiyah mempunyai beberapa perbedaan atau distingsi terutama dalam pengamalan ibadah yang bersifat Furuiyah (cabang-cabang) dalam Islam. Karena perbedaan sudut pandang dan metode ijtihad yang dikembangkan oleh dua organisasi Islam itu, efeknya sangat terasa, misalnya ketika menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, Zulhijjah dan sebagainya.
Perbedaan orientasi keagamaan NU dan Muhammadiyah bisa dilacak berdasarkan proses polarisasi pemikiran dan pengalaman pendidikan dua tokoh utama pendiri organisasi tersebut, yaitu KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy‟ari. Keduanya merupakan representasi ulama nusantara yang hidup pada abad ke 19 dan ke 20.
Perbedaan pendidikan dan pengalaman itulah yang menyebabkan NU dan Muhammadiyah menjadi dua organisasi yang berbeda, meski hal tersebut tidak bersifat prinsipil. Sehingga, perbedaan NU dan Muhammadiyah ini masih berada dalam koridor toleransi dan tidak sampai menimbulkan konflik. Berikut ini rincian mengenai perbedaan NU dan Muhammadiyah, dikutip dari Nizham Journal of Islamic Studies IAIN Metro;
1. Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam Hal Pengaruh Guru
KH. Ahmad Dahlan dipengaruhi oleh Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah dan Kiai Faqih Kembang. Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida sebagai guru-gurunya.
Kecenderungan orientasi keagamaan yang dibawa oleh para guru kepada pendiri Muhammadiyah ini adalah soal Reformisme (Tajdîd) Islam, Puritanisasi atau Purifikasi (pemurnian) ajaran Islam, Islam Rasional, dan Pembaruan sistem pendidikan Islam.
Sementara pada KH. Hasyim Asy’ari, para guru yang berpengaruh adalah KH Kholil Bangkalan, KH Ya‟kub, Syaikh Ahmad Amin al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Atthar, Sayyid Alawy Ibn Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadal dan Syaikh Sultan Hasym al-Dagastany.
Kecenderungan orientasi keagamaan yang dibawa oleh para guru ini adalah soal Penganjur Fiqih Madzhab Sunni terutama madzhab Syafi'i, menekankan pendidikan tradisional (pesantren), dan praktek Tasawuf dan /tarekat , dan Faham Ahlusunnah Wal Jama'ah.
2. Perbedan NU dan Muhammadiyah dalam Hal Faham Keagamaan
Berikut ini adalah perbedaan faham keagamaan antara NU dan Muhammadiyah yang perlu diketahui;
Nahdlatul Ulama:
- Membaca Qunut dalam sholat Subuh
- Membaca Sholawat/puji-pujian setelah Adzan
- Tarawih 20 Rakaat
- Niat shalat dengan membaca Ushalli
- Niat puasa dengan membaca nawaitu sauma ghadin dengan jahr, niat berwudulu dengan nawaitu Wudu’a lirafil hadats
- Tahlilan, Dibaiyah, barjanzi dan selamatan (kenduren)
- Bacaan Dzikir setelah sholat dengan suara Nyaring
- Adzan subuh dengan lafad Ashalatu khair minan naum
- Adzan Jum'at 2 kali
- Menyebut Nabi dengan kata Sayyidina Muhammad
- Shalat Id di masjid
- Menggunakan Madzhab Empat dalam Fikih (Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi)
Muhammadiyah:
- Tidak membaca Qunut dalam Shalat Subuh
- Tidak membaca puji-pujian/sholawat
- Tarawih 8 rakaat
- Niat Shalat tidak membaca Ushalli
- Niat Puasa dan Wudlu tanpa dijahr-kan.
- Tidak boleh Tahlilan, Dibaiyah, Berjanzi dan Selamatan (kenduren)
- Dzikir setelah shalat dengan suara pelan
- Adzan Subuh tanpa Ashalatu khairu minan Naum
- Adzan Jum'at 1 kali
- Tidak menggunakan kata Sayyidina
- Shalat Id di lapangan
- Tidak terikat pada madzab dalam fikih
Bagaimana Cara Menyikapi Perbedaan Keduanya?
Menyikapi perbedaan antara NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah dapat dilakukan dengan beberapa cara yang berorientasi pada toleransi dan penghargaan terhadap keragaman dalam Islam.
Meski kedua organisasi ini memiliki perbedaan yang signifikan dalam pengamalan ibadah dan orientasi keagamaan, tetapi perbedaan ini tidak harus dianggap sebagai sumber konflik. Sebaliknya, perbedaan ini dapat meningkatkan toleransi bangsa Islam, seperti yang disebutkan dalam artikel Merdeka.com.
Dua organisasi ini juga memiliki peran penting dalam kehidupan politik dan proses demokratisasi di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk menghargai perbedaan mereka sebagai bagian dari keragaman yang memperkuat masyarakat Islam.
Yang terpenting, meski ada perbedaan, NU dan Muhammadiyah juga memiliki banyak persamaan. Keduanya menganut ajaran Islam, mengakui Tuhan yang satu (Allah SWT), dan menjadikan Muhammad sebagai utusan-Nya. Mereka juga menggunakan Al-Qur'an sebagai kitab suci dan berusaha menjalankan kelima rukun Islam sebaik-baiknya.