Alexander Marwata: Orang Berani Kritik Atasan Harus Dilindungi
Usai pelantikan, Alexander Marwata menyempatkan diri berbincang dengan merdeka.com. Mengenai banyak hal. Mulai dari akar persoalan korupsi kepala daerah, kehadiran dewan pengawas, hingga kasus Novel yang tak kunjung usai.
Alexander Marwata kembali mengucap sumpah jabatan sebagai pimpinan atau komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 di Istana Negara, Jumat (20/12). Untuk kedua kalinya Alexander Marwata mengucap sumpah di depan Presiden Joko Widodo dan para menterinya.
Alex satu-satunya pimpinan periode 2014-2019 yang kembali terpilih memimpin KPK untuk lima tahun ke depan. Alex akan berada di garda terdepan perang melawan korupsi bersama empat pimpinan KPK lainnya yakni Firli Bahuri, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar dan Nurul Ghufron.
-
Siapa yang melaporkan Dewan Pengawas KPK ke Mabes Polri? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara perihal Nurul Ghufron yang melaporkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan pencemaran nama baik.
-
Kapan Nawawi Pomolango dilantik sebagai Ketua KPK sementara? Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango berpose sesaat sebelum memberi keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/11/2023). Sebelumnya Presiden Joko Widodo, melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara.
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
-
Siapa yang mengajukan gugatan terhadap Dewas KPK? Dewas KPK Ngaku Sudah Antispasi Gugatan Nurul Ghufron di PTUN, Malah Kecolongan Ghufron sendiri sempat meminta kepada Dewas untuk menunda sidang etiknya.
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
Sebelum pelantikan, Alex menyempatkan diri berbincang dengan merdeka.com. Mengenai banyak hal. Mulai dari akar persoalan korupsi kepala daerah, kehadiran dewan pengawas, hingga kasus Novel yang tak kunjung usai.
Berikut petikan wawancara khusus Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dengan jurnalis merdeka.com Intan Umbari:
Anda dua kali terpilih menjadi pimpinan KPK. Seberapa rumit birokrasi di Indonesia sehingga memicu banyak kasus korupsi dan suap?
Sangat rumit. Ini kan sebetulnya didahului hulunya. Kalau kita lihat nih. Pengalaman di KPK, biaya politik yang mahal, bupati, walikota, gubernur menghabiskan dana ratusan miliaran. Kita harus koreksi lah, kalau ingin bersih ya benahi dulu. Karena apa? itu besar sekali pengaruhnya.
Bupati misalnya, mengeluarkan dana, bukan uang sendiri ada sponsor, Rp20 miliar. Penghasilan tidak sampai Rp20 juta. Sebulan misalnya Rp100 juta. Setahun dia hanya dapat Rp6 miliar, mana mungkin bisa melunasi. Ini jadi lingkaran yang tidak putus-putus. Makanya kalau seperti ini KPK menangkap orang terus. Benahi dulu dong!
Bagaimana caranya?
Ya kita bikin kajian terkait pendanaan biaya politik. Dengan pemerintah, menaikkan anggaran partai politik. Dulu satu suara sudah berapa, ini naik, bertahap naik terus. Harapannya ketika partai politik dikelola dengan profesional, kaderisasinya benar, kita berharap pimpinan-pimpinan lahir dari kader-kader partai. Yaitu kader-kader yang mencalonkan kadernya mereka yang mendorong. Dananya yang mensupport dari partai. Ini kan enggak, kader itu karirnya jangan-jangan mentok hanya sebagai tim sukses. Tiba-tiba keluar bawa modal uang, dia bisa dapat kursi.
Menurut Anda, seberapa penting kehadiran dan peran dewan pengawas KPK?
Pemerintah menganggap penting. Tentu saja kita melaksanakan dan menjalankan Undang-undang itu. Apakah selama ini KPK tidak terawasi? Oh sudah. BPK mengawasi, DPR mengawasi, Masyarakat mengawasi, internal, inspektorat, atau pengawas internal KPK. Semua mengawasi. Kan sudah berlapis-lapis. Saya pimpinan mengawasi loh, dari bawah ke atas itu pengawasan dari atasan langsung. Ya sudah kita lakukan. Sudah berjenjang.
Kenapa masih perlu dewan pengawas karena mungkin DPR, Pemerintah menganggap loh ini KPK bisa kebablasan kalau tidak diawasi. Baik enggak? Kalau menurut saya ok ok saja. Tidak ada masalah, sepanjang kita punya visi yang sama, ayo kita benahi. Ayo kita berantas korupsi. Jadi, kembali lagi, jangan apriori dulu. Pasti kita akan koordinasikan kepada pimpinan, kepada dewan pengawas.
Nantinya pegawai KPK akan berstatus ASN. Apakah tetap bisa mengkritik pimpinan KPK?
Boleh saja. Mau kritik pemerintah boleh, mau mengkritik atasan boleh. Kalau di KPK kan selama ini budaya sudah seperti itu. Kita tidak akan mengurangi hak kritik terhadap pimpinan. Ya budaya seperti itu, kita tularkan, kita bangun ke lembaga lain. Buat tiap pegawai merasa nyaman ngomong.
Tidak berani mengkritik pimpinan ini yang salah satu kenapa korupsi kita masih sedemikian parah. Ya karena semua tertutup. Tidak ada transparansi. Mau pegawai, atasannya salah, tapi tidak mau menegur. Karena apa? Karena takut nanti akan dipindahkan ke mana. Nah ini harus kita lindungi. Orang-orang yang berani ngomong, suka mengkritik, mengkritik orang itu harus kita hargai. Ya itu budaya yang kita bangun. Jadi kontrol pengawasan itu tidak harus dari luar. Dari dalam itu malah lebih efektif.
Percaya tidak, kecurangan korupsi itu 60-80 persen diketahui dari apa? Dari laporan masyarakat. Dari laporan pegawai. Pelaku langsung, pelaku kegiatan langsung itulah yang membuat suatu kecurangan korupsi terungkap. Kalau dari internal, eksternal auditor BPK 10 persen doang.
Jadi pegawai KPK tetap bisa mengkritik pemerintah walau status ASN?
Tidak ada bedanya. Mau ASN, mau non-ASN. Kalau pemerintah tidak benar, ya kita bilang. Kalah tidak bener. Ini enggak tidak. Lagian tujuan KPK kan untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang. Kalau kita melihat penyimpangan gimana. Saya 20 tahun jadi ASN di BPKP. Tidak pernah saya diintervensi pimpinan. Tidak ada yang intervensi, bapak kerjain saja sendiri.
Presiden minta KPK hadir untuk memberikan kepastian hukum. Salah satunya masuk dalam investasi. Bagaimana menurut Anda?
Nah itu salah satu kendala kita. Investasi sedikit masuk ke Indonesia karena kepastian hukum. Penegakan hukumnya. Malah indeks penegakan hukum kita masuk yang terendah dan jadi sulit naik. Di mana KPK nanti? Tentu saja, sekarang kita sudah bekerja sama dengan Kadin. Membangun budaya anti suap di kalangan swasta. Supaya berbisnis bisa profesional dan berintegritas. Kita bentuk setiap daerah itu komite advokasi daerah untuk menjembatani kalau ada perbedaan antara kalangan dunia usaha dengan kalangan regulator pemerintah.
Kalau ada perbedaan selesaikan di situ. Kalau ada permasalahkan, bicarakan di situ. Laporkan siapa yang minta suap. Itu yang selama ini kita bangun program profesional integritas perusahaan swasta. Dan itu tadi di daerah-daerah kita dorong pembangunan di PTSP. Supaya investor, pemohon izin, tidak dilempar ke mana-mana. Kedinasan apa, semua perizinan nih satu pintu dan harus ada kepastian. Biaya berapa, syaratnya berapa.
Soal kasus Novel, apakah pimpinan baru bisa memastikan akan selesai?
Saya tidak bisa memastikan. Gitu kan, yang bisa memastikan kepolisian. Polisi yang lebih tahu. KPK kan tidak punya kemampuan pengusutan perkara seperti itu. Kita memberantas di bidang korupsi. Kalau gitu, yakin enggak? Tanya kepolisian.
Kebetulan Ketua KPK-nya nanti Pak Firli dari Kepolisian. Apakah akan mempermudah pengusutan kasus Novel?
Ya pasti akan lebih didorong. Koordinasinya akan lebih baik kan karena kepolisian. Sampai di mana nih, Misalkan. Koordinasi.
Apakah bisa menjamin kasusnya selesai?
Tidak juga. Karena apa? Kasus-kasus yang tidak terungkap itu kan banyak banget. Bukan hanya satu dua orang, kasus pembunuhan banyak yang masih tidak terungkap. Tetap berdasarkan alat bukti. Ini kan sebetulnya kendalanya kan kesulitan alat bukti. Alat buktinya cukup tidak.
Apakah kasus Mas Novel tergolong sulit? saya tidak tahu, karena kita enggak nangani kasus itu. Seberapa sulit? Saya juga enggak tahu. Kalau ditanya mengungkap kasus korupsi Pak Alex, karena saya tahu bisnisnya, kasusnya tidak ada yang sulit.