Berharap KPK usut pencairan dana tunjangan pendidik
Kalau KPK mau bertindak lebih berani, tangkap saja bupati-bupati brengsek seperti itu.
Para pendidik berang ketika tunjangan profesi mereka tidak dibayar penuh. Mereka sudah bertanya kepada pemerintah kabupaten dan kota, namun tidak ada penjelasan ke mana anggaran dari Kementerian Keuangan itu. Beberapa guru sempat mendatangi kantor Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Ombudsman mengadukan persoalan itu.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti mengungkapkan kekecewaan para guru. “Sejak dana tunjangan dicairkan lewat pemkab dan pemkot mulai bermasalah. Katanya dana mengendap di bank, kalau begitu ada jasanya. Lalu uang jasa itu ke mana?” kata dia ketika dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya, Kamis pekan lalu.
Tunjangan macet ini tak hanya di DKI Jakarta, tapi juga di kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Misalnya di Jawa Barat, Deli Serdang, Langkat, dan Jawa Timur. Bahkan para guru di Jakarta, Surabaya, Kediri, sempat berdemonstrasi meminta kejelasan masalah tunjangan ini.
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar telah mengadu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bekas pimpinan komisi anti rasuah ini mengatakan diundang KPK untuk membahas soal alokasi anggaran dana tunjangan profesi pendidik. “Supaya masalah segera bisa ditindaklanjuti,” kata dia.
Febri Hendri, peneliti senior di Indonesia Coruption Watch, mendukung upaya Kementerian Pendidikan melaporkan masalah ke KPK. Namun dia berharap upaya itu bukan lepas tangan. Selain melapor ke komisi, kementerian seharusnya juga memberi sanksi tegas kepada pengelola keuangan. “Sudah seharusnya Irjen memberi sanksi tegas agar dana tidak ditahan-tahan. Dengan memberi sanksi, dana bisa segera dibayarkan karena itu hak guru,” kata dia menegaskan.
Febri curiga pemerintah daerah menahan dana itu karena anggaran belum cukup. Penyebabnya bisa karena kesalahan data atau ada penyelewengan. Contohnya, dana dari Kementerian Keuangan dipakai lebih oleh pemerintah untuk menalangi anggaran program pemerintahan. “Atau bisa juga dimasukkan ke bank, kemudian diambil bunganya saja untuk mereka. Modusnya biasanya begitu,” tutur Febri.
kementerian Keuangan sebenarnya sudah mentransfer anggaran TPP pada 2012 sebesar Rp 40 triliun ke pemerintah daerah. Namun hingga menjelang tutup tahun, anggaran disalurkan oleh pemerintah kabupaten dan kota ke rekening guru baru sekitar Rp 30 triliun.
Menurut Febri, sisa Rp 10 triliun masih mengendap di rekening pemerintah daerah. Kasus serupa juga pernah terjadi, misalnya kasus pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah tiga tahun lalu. Ketika itu dana bantuan BOS sudah dicairkan oleh pemerintah pusat ke rekening pemerintah daerah. ”Kalau KPK mau bertindak lebih berani, tangkap saja bupati-bupati brengsek seperti itu."