Dua faksi di tubuh PKS harus akhiri
Untuk membawa PKS meraih kembali kepercayaan rakyat, yaitu dengan menegaskan identitas partai.
Muhammad Sohibul Iman terpilih sebagai Presiden menggantikan Anis Matta dalam Musyawarah ke-I Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Agustus lalu. Pria kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat itu berjanji akan membawa PKS sebagai partai papan atas disegani di pentas politik nasional.
Dia menyatakan akan membawa PKS meraih suara dua digit saat Pemilu 2019 mendatang. Untuk merealisasikan janjinya itu, segala upaya akan digalakkan. Salah satunya, akan kembali mengembalikan citra partainya yang tercoreng akibat kasus korupsi yang dilakukan mantan presidennya, Luthfi Hasan Ishaaq.
Pengamat Politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes menyatakan banyak pekerjaan berat tersemat di pundak Sohibul Iman. Hal pertama, Sohibul Iman haruslah mampu membuat akur faksi keadilan dan faksi sejahtera yang dikenal kerap bersimpangan walaupun berada dalam satu partai.
"Di internal antara faksi itu harus diakhiri, karena secara psikologi tidak bagus dalam kader, hendaknya dihilangkan," kata Arya kepada merdeka.com, Rabu (11/11).
Hal yang kedua, untuk membawa PKS meraih kembali kepercayaan rakyat, yaitu dengan menegaskan identitas partai. Apakah kembali menjadi partai dakwah. Sebab, para pemilihnya yang merasa kecewa pada akhirnya memilih partai berbasis islam lainnya saat pemilu lalu. Hal inilah, yang seharusnya menjadi perhatian lebih bagi petinggi PKS.
"Tantangan ke depannya adalah harus membuat identitas yang jelas. Saya kira yang harus dilakukan PKS ke depan bagaimana mengembalikan tren lagi sebagai partai dakwah itu agar dipilih kembali oleh para pemilihnya," kata Arya.
Pada Pemilu 2014, membuktikan perolehan suara yang ditargetkan jauh dari harapan. Penyebab utamanya, masyarakat yang awalnya menganggap PKS sebagai partai Islam yang 'ideal' justru malah mengecewakan. Ditambah pula munculnya partai baru yang menambah tergerusnya suara.
Untuk meraih apa yang diharapkan, PKS sebaiknya pula memulai menargetkan menggaet segmen lain. PKS terdahulu kerap mentok meraih suara dari kalangan menengah muslim. Kini, Arya menyarankan agar PKS harus mampu meraih segmen lain yang berasal dari latarbelakang.
"Menjadi partai yang terbuka yang bisa diterima dari segala umur, kalangan maupun dari sisi latar belakang agama," imbuhnya.
Harapan untuk menjadi partai yang disegani itu bisa saja lahir di era kepemimpinan Sohibul Iman Cs. Salah satu, hal yang nyata yang telah dilakukan yaitu PKS kembali menerapkan Gerakan Lima Ribu (Galibu).
Dahulu gerakan ini dilakukan sebagai permintaan sumbangan Rp 5 ribu ke tiap kader untuk membiayai gelaran Munas. Sohibul Iman menerapkan gerakan itu namun menggantinya dengan Gerakan lima Ribu Rupiah untuk membiayai Munas ke-IV di Depok, dua bulan lalu.
"Itu tradisi awal PKS," kata Arya.