Golkar perlu Ketua Umum yang tidak tercela
Kalau dilihat secara formal dinilai dari prestasi dalam organisasi sih boleh dikatakan semuanya memenuhi.
Sebagai orang lama dan masih berada duduk sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golongan Karya, Akbar Tandjung merasa prihatin. Sebab, baru kali ini konflik di tubuh partai berlambang beringin itu terjadi. Apalagi terjadi dualisme kepemimpinan.
Jauh sebelum rencana berlangsungnya Musyawarah Nasional Luar Biasa bakal berlangsung bulai Mei nanti, Akbar sudah mewanti-wanti agar kisruh dalam tubuh partai segera di selesaikan. Dia pun berharap, kelak partai yang masih dipercaya tak pernah mengkhianati visi dan misinya ini mendapatkan pemimpin yang benar-benar peduli terhadap partai.
Hal itu dia katakan bukan tanpa sebab. Sejak lengsernya Akbar menjadi Ketua Umum Partai Golkar, perolehan suara sering memenangkan pemilihan umum itu kini terus turun. Terakhir, perolehan suara dalam Pemilihan Presiden 2014, Golkar hanya mendapat 14,5 persen suara. Dia pun berharap ketua umum terpilih dalam Munaslub nanti tidak hanya mengurus kepentingan pribadi.
"Saya ingin ketua umum yang sedikit pun komitmennya tidak diragukan untuk membangun kembali Golkar, memimpin Golkar," ujar Akbar saat berbincang dengan merdeka.com di kantornya bilangan Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu kemarin. "Karena kalau tidak, kalau masih separuh dan tidak total melakukan kepemimpinan untuk membangun kembali Golkar saya khawatir tidak akan bisa,".
Berikut petikan wawancara Akbar Tandjung mengenai konflik dalam tubuh partai dan Munas Luar Biasa Partai Golongan Karya berlangsung bulan Mei nanti.
Kisruh internal masih terjadi hingga saat ini, menurut Anda apa yang harus dilakukan untuk meredam hal itu?
Kalau menurut saya sih dengan adanya Munas ini sudah tepat. Dengan modal inisiasi dalam mengambil keputusan tertinggi dan melalui munas itu diharapkan konflik yang terjadi itu bisa kita selamatkan. Kalau saya lihat selama ini waktu konflik ini sudah terlalu panjang sebetulnya. Mulai 30 November 2014, katakanlah Desember awal 2014. Sekarang sudah 2015 penuh lalu 2016 bulan april berarti sudah satu setengah tahu dong, Kenapa?, karena kita tidak mau menyelesaikan secara cepat konflik itu.
Kami dari Wantim (Dewan Pertimbangan), saya kan kerja di Wantim, konflik diawali dengan adanya kisruh kaitannya dengan munas bulan November 2014 di mana saudara Aburizal Bakrie terpilih menjadi ketua umum berdasarkan Munas Bali, lalu tanggal 30 November, sebelumya dia sudah sepakat Munas tahun 2015 tiba tiba diubah menjadi 2014 dengan alasan tertentu, di sinilah awal terjadinya konflik. Terjadi lah Munas dan kemudian bagi yang tidak suka yaitu Agung Laksono dan kawan dia tidak ikut berpartisipasi dengan Munas Bali lalu membuat Munas di Jakarta. Kebetulan Agung juga mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Golkar yang senior jadilah konflik semakin terbuka.
Apalagi konflik itu sampai memasuki bidang pengadilan. Pada saat masuk proses pengadilan kami sebagai Wantim sudah menduga, sudah memperkirakan ini akan panjang, tidak akan bisa selesai dalam waktu yang singkat. Nah di situ lah kami sudah mulai menawarkan perselisihan ini diselesaikan dengan mengadakan Munas luar biasa. Itu kalau tidak salah sudah saya sampaikan itu sekitar bulan Maret 2015.
Waktu itu salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kami untuk melakukan Munaslub adalah untuk persiapan Pilkada 2015 yang akan diadakan pada desember. Dan pendaftaran , seleksi calon Pilkada sudah diproses pada bulan Mei sampai Juni itu salah satu alasan kami Wantim kepada Aburizal untuk segera mengadakan Munaslub pada waktu itu. Karena saya khawatir kalau ini nanti ini berkepanjangan nanti akan berpengaruh pada keikutsertaan kita dalam Pilkada Serentak 2015 desember, yang awalnya sudah diproses pada bulan Mei. Nah jawaban Aburizal itu dia bilang tidak usah khawatir, ini nanti juga selesai. Waktu itu dia sebut pertengahan Mei masalah ini sudah bisa kita selesai tidak perlu ada ke khawatiran.
Memang kalau dari segi keabsahan dari ada pada Munas Bali, saya menyatakan sejak awal Bali yang sah, kenapa?. Karena Bali dihadiri oleh DPP Golkar yang sah hasil dari Munas Riau, pesertanya dari DPD satu yang salah hasil Musda, kemudian DPD dua dan DPD lain sah hasil MUsda Musda, jadi kalau dari sisi dan perspektif itu keabsahan dari munas Bali tidak bisa diragukan tidak ada yang bisa meragukan jadi itulah yang sah. Tapi bahwa kemudian ada konflik itu salah satu hal yang tidak bisa dihindari dalam politik. Konflik dalam politik itu tidak akan bisa dihindari, sering kali akan terjadi. Yang penting adalah bagaimana manajemen control dari seorang pemimpin. Bagaimana dia menyelesaikan konflik itu, ini yang diuji oleh seorang pemimpin, untuk menghasilkan solusi sehingga konflik tidak berkelanjutan, karena bisa mempengaruhi institusi dan akibatnya itu Golkar hampir saja tidak bisa ikut Pilkada.
Kita bisa ikut Pilkada karena kemudian Pak JK turun tangan sendiri ikut mempengaruhi KPU kalau kedua belah pihak sepakat terhadap satu pasang calon mestinya boleh ikut dong kira-kira begitu. lalu ARB juga mendukung calon si A, Agung juga mendukung calon si A, kalau dua ini mendukung A mestinya kan boleh. Eh ternyata KPU juga menyetujui, padahal sejatinya kalau kita memahami Undang Undang itu tidak boleh harus satu Pengurus yang sah secara hukum yang bisa mencalonkan. Akhirnya dengan pengaruh pak JK, akhirnya bisa.
Nah apalagi sekarang mau diadakan revisi poinnya adalah tidak boleh mencalonkan buat partai yang konflik sebelum dia melakukan islah penuh. Jadi tidak bisa itu mencalonkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Sebenarnya kalau ada yang mau menggugat Kepala daerah yang terpilih itu bisa karena tidak sah. Cuma kan orang berpikir saat ini Golkar tidak ada dalam kedudukan yang signifikan di pemerintahan, jadi tidak ada urgensinya untuk menggugat. Kalau digugat bisa tidak sah itu. Dan itu ada dalam Undang-Undang pernah saya baca kalau tidak salah isinya tidak boleh partai yang berkonflik ikut. Walau pun kedua belah pihak sepakat calonnya satu, tidak boleh. Tapi kan yang benar yang ini yang benar.
Banyak yang berpendapat jika konflik di Golkar ini ada yang menunggangi, apa benar?
Saya sih tidak melihat ada kekuatan di luar Golkar. Kalau anda bilang menunggangi rasa rasanya itu tidak tepat. iya memang internal Golkar itu sendiri penyebabnya, semangat untuk kembali bersatu itu masih belum sepenuhnya dari hati. Sehingga tidak berpikir untuk melakukan atau mencari solusi yang tepat. Artinya tidak ada kesungguhan ketulusan untuk betul-betul menyelesaikan konflik mencari solusi yang terbaik dan menempatkan kepentingan partai di atas kepentingan yang lain akibatnya yah seperti ini.
Kemarin sebelumya sudah diawali yang dengan solusi yang cukup baik menurut saya. Adanya kesepakatan diadakan Munaslub. Buntut dari Rapimnas yang terakhir itu diperkuat lagi dengan adanya keputusan MenkumHAM memberikan keabsahan dikembalikan kepada Golkar Munas RIAU. Memperpanjang SK Munas Riau sampai dengan bulan Juli. Maksudnya adalah supaya segera dilaksanakan Munas itu sudah baik. Tapi kemudian tidak ditindaklanjuti secara konsisten secara sungguh-sungguh. Kemudian tiba-tiba keluarlah putusan MA yang membenarkan Bali sama di pengadilan Jakarta Pusat, walau pun di Pengadilan Jakarta Utara itu kalau dilihat dari subtansi tidak direkomendasikan mengacu pada konflik yang mengacu pada undang undang partai, ini lebih banyak terkait soal perdata tapi ada putusan MA yang memenangkan Bali.
Kemudian dengan adanya putusan MA itu inilah yang dilakukan oleh Aburizal untuk melakukan pendekatan kepada pihak Agung, mengajak Agung sama-sama membuat satu kepengurusan hasil dari kesepakatan kita. Mereka sepakat membuat kepengurusan yang sudah dicatat dan ditetapkan dan disampaikan kepada pemerintah. Tapi kita belum tahu bagaimana tanggapan pemerintah. sedangkan DPP Aburizal Bakrie mengatakan Munaslub akan diadakan pada tanggal 7 mei dan presiden katanya akan hadir. Tapi apapun kan harus ada keabsahan dulu dari pemerintah terkait kepengurusan yang diambil dari hasil konsolidasi.
Saya sampai hari ini belum tahun sikap pemerintah ini. Kalau misalnya pengesahan nya tidak keluar tentu sulit dong untuk menggelar Munas. Sampai hari ini belum ada pengesahan saya dengar pada rapat yang terakhir Aburizal yang memimpin. Dia mengatakan dia sudah bertemu dengan Jokowi dan dia telah melaporkan bahwa akan ada Munas dan Jokowi mendukung dan beliau kan hadir. Dalam rapat itu beliau juga mengatakan akan keluar keputusan dari pemerintah soal keabsahan kepengurusan gabungan tadi, tapi sudah seminggu belum keluar tuh.
Kalau menurut Anda dengan kondisi saat ini, Golkar itu butuh kriteria Ketua umum seperti apa?
Saya sebenarnya simpel saja, saya ingin ketua umum yang sedikit pun komitmennya tidak diragukan untuk membangun kembali Golkar, memimpin Golkar, meningkatkan hasil politik Golkar ke depan dengan sepenuh hati, dan sepenuhnya waktunya dipergunakan untuk kepentingan Golkar dan kepentingan politik melebihi kepentingan yang lain. Itu yang saya harapkan. Karena kalau tidak, kalau masih separuh dan tidak total melakukan kepemimpinan untuk membangun kembali Golkar saya khawatir tidak akan bisa. Apalagi yang saya katakan Beberapa kali pemilu ini suara Golkar terus menurun. Saya berharap pimpinan Golkar nanti bisa mendapat minimal perolehan kursi dalam pemilu ini minimal di atas pemilu 2014, atau 2009, lebih bagus lagi pemilu 2014, dan bisa membawa Golkar sebagai pemenang.
Dari beberapa nama yang sudah muncul, menurut Anda siapa yang cocok kriterianya untuk memimpin Golkar?
Kalau saya lihat dari beberapa nama itu, dari segi posisi yang mereka jabat di Golkar di struktur partai maupun di DPR menurut saya semua sudah boleh dikatakan memenuhi syarat itu tadi. Tapi kita kan tidak hanya melihat dari perspektif internal Golkar saja, kita harus lihat juga dari perspektif publik terhadap tokoh-tokoh ini itu juga akan mempengaruhi karena apa, karena yang akan memilihkan nanti publik juga. Calon-calon ini nantinya akan kita perjuangkan pada saat pemilu akan datang terutama pemilu tahun 2019 akan datang harus ada dari Golkar.
Jadi secara umumnya selain jabatannya kuat di internal Golkar dia juga harus memenuhi kriteria dipenuhi publik, itu yang jadi pertimbangan. Karena zaman sekarang ini kita tidak bisa meremehkan publik, karena publik akan sangat menentukan apakah partai itu eksis, besar, kuat, itu sebenarnya tergantung pada penerimaan publik. Tapi kalau Publiknya menerima yah mudah-mudahan Partai itu akan terus berjaya. Tapi kalau publik tidak menerima ya tentu publik tidak bisa kita atur, kita bayar pun tidak bisa, memang bisa kita bayar jutaan suara . Jadi faktor itu harus tetap jadi pertimbangan kita karena pada akhirnya Golkar ini kan akan tetap dinilai oleh publik tokoh-tokohnya.
Dari nama-nama yang ada, mana yang mendekati kriteria itu?
Kalau dilihat secara formal dinilai dari prestasi dalam organisasi sih boleh dikatakan semuanya memenuhi. Tapi kalau mau kita rinci lagi yah bisa saja ada yang mempersoalkan tapi kita lihat formal dululah, yaitu ukuran kami yah selalu PDLT (Prestasi Dedikasi loyalitas dan tidak tercela).
Ada kabar Munaslub berlangsung besok ada kesepakatan Golkar mendapatkan kursi di pemerintahan, apa benar?
Kalau menurut saya sih tidak sampai sejauh itu pemerintah bisa mempengaruhi agenda-agenda munas itu. Saya kira tidak sampai situ. Bahwa pemerintah punya kepentingan bahwa tokoh Golkar cukup kooperatif dengan pemerintah saya kira wajar. Dan juga bisa berkomunikasi dengan pemerintah dalam merespon isu-isu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa bernegara, saya kira juga itu ada. Tapi pemerintah punya kepentingan untuk mempengaruhi supaya nanti bisa sama-sama diajak bergabung dan dapat kursi, saya kira tidak akan sampai sejauh itu. Toh pada akhirnya kan pemerintah itu dipilih oleh rakyat, calon Presiden juga dipilih rakyat.