Ketika suntik mati jadi pilihan
Ketika suntik mati jadi pilihan. Perangkat hukum di Indonesia memang belum memungkinkan adanya suntik mati. Pertimbangan agama, kemanusiaan dan lainnya menjadi dasar utama eutanasia belum dikabulkan.
Humaida (46) terbaring lumpuh tak berdaya dalam perawatan medis RSUD Panglima Sebaya Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Sejak 5 tahun 7 bulan lalu, Humaida hanya menatap kosong ruang perawatan sambil sesekali mengedipkan mata.
Melihat kondisi ini, suami, anak, serta keluarganya pasrah. Permohonan suntik mati kepada Mahkamah Agung (MA), menjadi solusi bagi keluarga agar Humaida bisa lepas dari derita yang dialaminya.
"Kondisi sekarang lumpuh tidak berdaya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya," kata Januar Asari, anak tertua Humaida kepada wartawan beberapa hari lalu.
Tragedi yang menimpa Humaida berawal pada 2011 lalu. Saat itu Humaida baru saja melahirkan anak kelimanya dengan penanganan dua dokter anastesi dan kandungan dibantu perawat di sebuah klinik di bawah pengelolaan Pengurus Daerah Muhammadiyah Kabupaten Paser. Dua jam pascaoperasi, ibunya melakukan sterilisasi. Sejak saat itu kesehatan Humaida perlahan menurun.
"Saat itu kondisi ibu sadar walau dengan kondisi fisik yang mulai menurun. Selama perawatan pascaoperasi, dokter mengatakan sekitar 30 menit denyut nadi ibunya dinyatakan tidak ada," ujar Januar.
Menurut Januar, ibunya sudah empat kali melahirkan dan semuanya berjalan normal, "Tapi bukan di klinik Muhammadiyah," kata dia.
Hingga kini belum ada satupun pihak yang bertanggungjawab atas kondisi ibunya. Sang ayah pun, menurut Januar tak berani memperkarakan kasus ini. Apalagi kondisi Humaida yang tak stabil, membuat keluarga harus terus mendampinginya selama dirawat.
"Kalau ditinggal khawatir ngedrop. Sekarang stabil tapi ibu saya jadi lumpuh bertahun-tahun," ujarnya.
-
Apa itu penyakit langka? Penyakit langka adalah penyakit yang jumlah penderitanya sangat sedikit, yaitu kurang dari lima orang dari 100.000 orang penduduk. Ada banyak jenis penyakit langka yang telah diidentifikasi, yang sebagian besar bersifat genetik, kronis, dan mengancam jiwa.
-
Kapan penyakit tipes biasanya terjadi? Beberapa ciri tipes ringan pada orang dewasa berlangsung selama tiga hingga empat minggu, atau lebih. Intensitas gejala tipes ringan juga sangat bervariasi, seperti demam dan tubuh terasa lemas.
-
Apa itu penyakit ain? Penyakit ain adalah sebuah gangguan yang dipercaya dalam Islam, dan bisa dialami oleh siapa saja, dari orang tua, muda, laki-laki, maupun perempuan. Penyakit ain adalah penyakit hati yang bermula dari pandangan mata yang kemudian menciptakan perasaan iri, dengki, hasad, dan takjub. Penyakit ini bisa mengganggu kehidupan manusia, baik secara fisik dan psikologis.
-
Apa saja jenis-jenis penyakit keturunan? Ada tiga jenis penyakit keturunan, yaitu Penyakit Monogenik, Penyakit Multifaktorial, dan Penyakit Kromosom.
-
Apa itu penyakit keturunan? Penyakit keturunan juga dikenal sebagai penyakit genetik, yaitu kondisi kesehatan yang disebabkan oleh mutasi atau perubahan pada genetik yang diwariskan dari orang tua kepada anak.
Bupati Kukar Rita Widyasari jenguk Humaida ©2016 Merdeka.com
Karena kondisi yang terus menurun, pihak klinik pun akhirnya merujuk Humaida ke RSUD Panglima Sebaya. Sebulan kemudian, Humaida dirujuk kembali ke RSUD dr. Kanujoso di Balikpapan. Namun selama dirawat di sana, tak ada penjelasan rinci penyebab kondisi ibunya yang terus terus menurun. Januar hanya tahu ibunya tak sadarkan diri karena cedera otak.
"Di Kanujoso cuma 4 bulan, kemudian balik lagi ke Sebaya menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM). Pihak medis Kanujoso bilang tidak ada medis di Kalimantan yang bisa mengobati, disarankan dibawa ke Jakarta," kata Januar yang baru saja lulus dari Universitas Mulawarman Samarinda.
Ia pun berinisiatif menemui PD Muhammadiyah Paser dan Pengurus Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta untuk mengadu mengenai kondisi ibunya. Bahkan baru pekan lalu, Januar bertemu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Timur.
"Tadinya Ayah saya tak suka ribut-ribut. Tapi apa boleh buat, kami terpaksa berbicara di hadapan publik karena hingga ini tak ada pihak yang mau bertanggung jawab. Bagaimana bisa karena KB steril kemudian ada cedera di otak ibu saya?" kata Januar heran.
Selama perawatan, keluarganya telah menghabiskan harta benda miliknya untuk menyembuhkan Humaida. Permintaan bantuan biaya perawatan ke PP Muhammadiyah pun nihil karena cedera otak yang diderita Humaida cukup parah.
Atas kondisinya itulah, kelurga memutuskan menyudahi penderitaan Humaida dengan eutanasia atau suntik mati. Untuk melakukan eutanasia, pihak keluarga perlu persetujuan Mahkamah Agung.
Kasus permintaan suntik mati bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Pada 22 Oktober 2004, seorang suami bernama Hassan Kusuma meminta agar istrinya Agian Isna Nauli disuntik mati. Hal ini didasarkan rasa kasihan terhadap sang istri yang dicintainya tergolek koma selama 2 bulan. Ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan juga menjadi alasan berikutnya.
Hassan Kusuma lalu mengajukan permohonan untuk melakukan eutanasia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan itu akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan kemanusiaan.
Humaida dibawa ke Samarinda ©2016 merdeka.com/istimewa
Selain Humaida dan Agian Isna Nauli, kasus serupa juga pernah menimpa keluarga Siti Zulaeha. Rudi Hartono, suami Siti Julaeha pernah mengajukan permohonan eutanasia terhadap istrinya medio Februari 2005 lalu. Menurut Rudi, keputusan meminta eutanasia tersebut merupakan jalan terbaik. Rudi dan keluarga besar istrinya menggandeng Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK) dalam pengajuan permohonan euthanasia.
"Ini sudah merupakan keputusan keluarga. Dari pada istri saya tersiksa terus," ujar Rudi kala itu.
Keputusan itu diyakini setelah mendengar seorang dokter RSCM yang menyatakan istrinya telah mengalami keadaan vegetative state. "Menurut dokter, kemungkinan sembuh bagi istri saya sudah tipis," kata Rudi.
Rudi menyatakan, saat ini kondisi Siti Julaeha yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sejak sebulan lalu tidak juga membaik. "Badannya sudah habis, tinggal tulang berbalut kulit. Ia tidak pernah sadar, saya tidak tega melihatnya," ujarnya.
Siti Julaeha dinikahi Rudi pada 4 September 2004. Siti Julaeha mulai tak sadar usai menjalani operasi kandungan di rumah sakit di Jakarta Timur, pada 6 November 2004 lalu. Sejak itu, Siti terus menjalani perawatan di Rumah Sakit tersebut dalam keadaan tidak sadar sebelum akhirnya dipindahkan ke RSCM dengan bantuan Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan Awalindo pada akhir Januari 2005. Siti Julaeha pun akhirnya meninggal dunia di rumah sakit pada tahun 2008.
"Saat suaminya datang ke kita tentu kita terima laporannya dan kita buatkan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetapi kemudian ditolak. Hakim punya pertimbangan sendiri soal pengajuan suntik mati," ujar Direktur Eksekutif LBH Kesehatan Awalindo, Aulia Taswin kepada merdeka.com.
Ilustrasi Eutanasia ©istimewa
Menurut Aulia Taswin, perangkat hukum di Indonesia memang belum memungkinkan adanya suntik mati. Pertimbangan agama, kemanusiaan dan lainnya menjadi dasar utama eutanasia belum dikabulkan.
"Itu pertimbangan hakim tentunya, tetapi tentu kita dari LBH Kesehatan Awalindo setiap ada warga yang minta dibuatkan permohonan kita buatkan. Soal dikabulkan atau tidak, biar hakim yang menentukan," ujarnya.
Lalu bagaimana pandangan hukum dan agama di Indonesia menyikapi kasus permintaan suntik mati ini?