Lantaran penyedotan besar-besaran
Zona air tanah kritis meliputi wilayah Cengkareng, Grogol, Pulogadung, Kemayoran, dan Cakung.
Turunnya permukaan tanah di Jakarta tidak bisa dipandang sebelah mata. Meski amblesnya tak kasat mata, namun dampaknya bisa terlihat jelas di beberapa wilayah Jakarta. Penurunan permukaan tanah itu berdampak pada wilayah pesisir. Wilayah kini merasakan penurunan permukaan tanah itu adalah Muara Angke, Jakarta Utara.
Tak perlu turun hujan. Banjir rob di Muara Angke kerap kali terjadi lantaran turunnya muka tanah di wilayah ini. Selain Muara Angke, Mangga Dua, Jakarta Utara, juga tak luput oleh terjangan air laut ini. Dua pekan lalu Mangga Dua digenangi banjir rob.
Teranyar, banjir setinggi satu meter menggenangi Muara Angke, Jakarta Utara. Hampir sepekan warga tinggal di sana harus merasakan banjir. Siti, 46 tahun, warga setempat, mengatakan banjir di kediamannya itu bukan kali pertama terjadi.
Saking seringnya digenangi banjir rob, Siti sudah terbiasa dengan kondisi telah dia nikmati beberapa tahun belakangan. "Sudah biasa, tapi mau bagaimana lagi," kata Siti kepada merdeka.com beberapa waktu lalu. Kadang, kata Siti, tanpa hujan pun banjir rob kerap melanda wilayah Muara Angke dengan ketinggian 15 sampai 20 sentimeter.
Banjir rob di wilayah itu terjadi bukan tanpa sebab, Peneliti dari Amrta Institute for Water Literacy, Siti Badtiah Syarif, mengatakan penurunan muka tanah di Jakarta Utara dan Jakarta Barat berdampak pada banjir di sana. Penelitiannya soal dampak ekstrasi air tanah secara berlebihan menjadi salah satu faktor turunnya permukaan tanah di daerah itu.
Dari hasil penelitiannya di Kampung Teko, Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Barat, sebelum 1990 air tanah di daerah itu bisa dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Namun setelah air menggenangi, air tanah dangkal di wilayah ini tidak dapat digunakan lantaran sudah tercemar limbah. "Penyedotan air tanah besar-besaran berdampak pada penurunan permukaan tanah," kata Siti saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya beberapa waktu lalu.
Penelitian dilakukan oleh Dr Heru Hendrayana berjudul Intrusi Air Asin Dalam Akuifer ke Daratan tahun 2012 menyebutkan dampak pemanfaatan air tanah tidak terkontrol sangat besar. Pertama, ektrasi air tanah secara besar-besaran berdampak pada penurunan muka air bawah tanah. Kedua, intrusi air laut dan terakhir terjadinya amblesan tanah.
Dampak itu memang kasat mata. Namun akibat intrusi air laut bisa dirasakan jelas oleh warga tinggal di Jakarta Utara atau Jakarta Barat. Contohnya di Jakarta Utara. Hampir semua sumur warga airnya mengandung garam. Warga terpaksa membeli air bersih untuk digunakan saban hari.
Dalam peta Zona Kritis Air Tanah di DKI Jakarta tahun 2009, daerah Muara Angke, Kapuk, Penjaringan, Ancol, Cilincing, Kalibaru, Tanjung Priok, dan Marunda masuk dalam zona air tanah rusak. Sedangkan zona air tanah kritis meliputi wilayah Cengkareng, Grogol, Pulogadung, Kemayoran, dan Cakung. Terakhir perlu diwaspadai zona rawan meliputi sebagian Cengkareng, Pulogadung, Gambir, dan Kemanggisan.