Mal menjulang ruang hijau hilang
Undang-undang mewajibkan ruang terbuka hijau 30 persen dari luas wilayah DKI Jakarta.
Melihat Jakarta seperti menatap orang mendadak kaya. Punya duit banyak, tetapi tak rapi karena kurang pandai merias diri. Punya rumah megah, tetapi kamar dan pekarangannya jorok, kumuh, banyak sampah. Pohon teduh seharusnya ditanam, tetapi disingkirkan. Agaknya itulah potret Jakarta kini. Maka wajar bila kota metropolis yang dijejali 12 juta penghuni itu makin panas, tak ada ruang sejuk lagi.
Dengan luas wilayah 650 kilometer persegi, sudah semestinya Jakarta menyediakan 30 persen lahan atau setara 18 ribu meter persegi buat menghijaukan kota, dibagi 20 persen untuk penghijauan umum dan 10 persen untuk privat. Namun yang terjadi, sampai sekarang baru 9,9 persen lahan penghijauan umum terpenuhi. Padahal untuk lahan penghijauan privat sudah tercapai 12,8 persen.
Dengan kondisi itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo aliasa Jokowi bermimpi hendak membeli lahan sebanyak-banyaknya untuk ruang terbuka hijau (RTH) itu. ”Karena kota sehat itu yang punya ruang publik banyak, punya RTH banyak,” kata dia dalam peringatan Hari Tata Ruang DKI Jakarta tahun 2012, Ahad pekan lalu.
Kenapa itu terjadi? Bekas wali kota Solo itu menilai problem utamanya pada pengelolaan tata ruang kota. Menurut dia, tata ruang di Jakarta mudah dimainkan oleh orang-orang tertentu. Sebab itu, hingga kini pemerintah sulit menertibkan bangunan di atas lahan terbuka hijau. ”Mau ditertibkan gimana? Wong udah banyak seperti itu. Nggak tahu itu oleh siapa.”
Anggota Komisi D Bidang Pembangunan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) DKI Jakarta M Sanusi mengatakan mantan gubernur Fauzi Bowo dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) telah mematok target pembebasan 11 hingga 13 persen lahan buat kawasan penghijauan umum. Namun hingga jabatannya berakhir baru terpenuhi 9,6 persen.
Pemenuhan lahan penghijauan umum ini diatur dalam peraturan daerah soal Rencana Detail tata Ruang (RDTR). Menurut peta rancangan tata kota DKI Jakarta, lahan penghijauan umum ditandai warna hijau. Lahan jenis itu tersebar di seluruh wilayah kota sesuai Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Luas lahan hijau wajib terpenuhi 30 persen.
Sebab itu, kata dia, pembebasan lahan hukumnya wajib. Rata-rata kawasan hendak dijadikan lahan hijau itu milik warga. Kalau tanah masyarakat dibuat lahan hijau tanpa dibebaskan lebih dulu, pemerintah daerah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pelepasan Hak Tanah. “Wajib dibebaskan karena hak ekonomisnya hilang, dijual tidak laku. Tetapi karena pemerintah daerah tidak punya anggaran, akhirnya belum bisa dilakukan,” ujar Sanudi.
Namun Direktur Wahana Lingkungan Hidup DKI Jakarta Ubaidillah menuding pemerintah DKI memang tidak mampu mengelola lingkungan di Jakarta. Di sisi lain, pembangunan gedung terus terjadi meski ruang terbuka hijau belum terpenuhi. Buktinya, kata dia, di beberapa daerah, ruang terbuka hijau digusur oleh gedung perkantoran.
Misalnya Mangga dua Square di Jalan Gunung Sahari, dulunya merupakan fasilitas umum, taman, dan tempat bermain bola. ”Waktu kecil dulu saya sering di sana. Itu salah satu catatan kami, perubahan fungsi ruang terbuka milik publik diubah menjadi mal."
Muhammad Taufik Islahuddin