Mau ke mana Ukraina?
Rakyat maupun elit politik Ukraina terpecah ke dalam berbagai pandangan politik.
Demonstrasi berkepanjangan di Kiev, ibukota Ukraina dan berbagai kota lainnya saat ini mengingatkan kita pada "Revolusi Oranye" sembilan tahun lalu. Revolusi Oranye yaitu serangkaian protes dan kisruh politik yang terjadi pada November 2004 sampai Januari 2005 akibat kecurigaan rakyat pada adanya kecurangan dan intimidasi pada pemilu langsung Presiden Ukraina.
Demo sekarang ini adalah protes pendukung partai oposisi yang menuntut pencabutan keputusan penundaan penandatanganan Association Agreement dengan Uni Eropa oleh Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych yang oleh para pendemo dinilai gara-gara tekanan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Cerita tentang Ukraina emang cerita tentang ketersudutan akibat gencetan kekuatan-kekuatan besar dunia yaitu Rusia dan Uni Eropa. Rusia mengancam Ukraina bila bergabung dengan Uni Eropa dengan penghentian ekspor gas dan blokade perdagangan dengan Custom Unionnya (yang mencakup Rusia, Belarusia dan Kazakhstan).
Sedangkan Uni Eropa selama ini juga telah membuat jengah Ukraina dalam hal "campur tangannya" dalam pengadilan mantan Perdana Menteri Yulia Tymoshenko dan iming-iming gabung Uni Eropa dengan segudang kerja sama, perdagangan bebas dan kontribusi keuangan namun dengan embel-embel tuntutan reformasi politik.
Mau memilih ke mana Ukraina? Sangat sulit menduganya karena baik rakyat maupun elit politiknya terpecah ke dalam berbagai pandangan politik. Sebuah jajak pendapat yang yang diselenggarakan oleh Kyiv International Institute of Sociology pada bulan November 2013 menunjukkan bahwa 40,8 persen mendukung Ukraina bergabung dengan Custom Union sedang 33,1 persen lainnya menentang. Soal bergabung dengan Uni Eropa, 39,7 persen responden mendukung, 35,1 persen menolak.
Sebelumnya, pada bulan Oktober 2013, hasil jajak pendapat oleh perusahaan Gfk Ukraina menyatakan bahwa 45 persen responden mendukung bergabungnya Ukraina ke Uni Eropa sedang yang mendukung penggabungan ke Custom Union hanya 14 persen.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati lebih jauh dari hasil jajak pendapat tersebut. Pertama, yang mendukung bergabungnya Ukraina dengan Uni Eropa mayoritas adalah generasi muda, namun mereka tidak berarti mencerminkan sentimen generasi tuanya yang justru lebih mendukung Custom Union.
Kedua, perbedaan pandang juga terpecah secara geografis. Ukraina wilayah barat adalah pendukung Uni Eropa karena ikatan lokasi geografis dan kesejarahan, khususnya karena sentimen anti Uni Sovyet di masa lalu dan terhadap Rusia masa sekarang. Sedang wilayah timur, yang dikuasai partai Presiden Yanukovych dikenal punya kedekatan dengan komunis dan mendukung hubungan yang kuat dengan Rusia.
Ketiga, mereka yang mendukung bergabungnya Ukraina ke Custom Union kebanyakan tinggal di kota-kota pusat industri seperti Donetsk, Odesa, Dnipropetrovsk, Kharkiv dan Luhansk. Kiev tidak termasuk. Kota-kota itu menghadapi krisis akibat menurunnya kegiatan industri, pertumbuhan penduduk negatif dan menurunnya standar hidup. Ancaman boikot Custom Union sangat menghawatirkan mereka.
Selain keterpecahan di tingkat bawah, oposisi juga terbelah atas beberapa prinsip fundamental. Sebagian memandang Barat sebagai simbol pemerintahan demokratis, antikorupsi dan pluralisme dan memimpikan kemajuan Ukraina dengan nilai-nilai itu.
Sebagian lain hanyalah kalangan yang sudah muak dengan kleptokrasi pasca Uni Sovyet dan kecewa berat dengan kegagalan Revolusi Oranye mencapai tujuannya serta sudah kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpin oposisi nominal yang terpilih karena kekayaannya saja.
Selain itu jangan lupa, ada juga komponen nasionalis sayap kanan yang berpengaruh yang menginginkan Ukraina hanya untuk etnik Ukraina mengesampingkan kaum minoritas seperti Yahudi, Muslim, Tatar, Polandia, Hungaria dan lainnya. Kelompok ini menambah rumit peta politik ke arah mana Ukraina akan memilih.
Mau tidak mau faktor pilihan Viktor Yanukovych yang menentukan akan ke mana Ukraina melangkah. Ia sudah punya beban berat dianggap sebagai boneka Rusia, padahal ia tak punya alasan mempercayai Putin, karena Putin sebelumnya justru mendukung para rival Yanukovych. Kalau usahanya selama ini membujuk Uni Eropa untuk memberikan kompensasi ekonomis sebagai imbalan "bercerai" dengan Rusia berhasil, nampakya hal itu akan menjadi pilihan terbaik di antara opsi-opsi yang tidak menguntungkan yang ada di hadapannya.