Ukraina Klaim Bunuh Ahli Senjata Kimia Rusia dengan Bom Skuter
Sumber dari dinas keamanan Ukraina menginformasikan kepada AFP mereka bertanggung jawab atas ledakan bom skuter yang mereka sebut sebagai "operasi khusus".
Kepala divisi senjata kimia tentara Rusia dilaporkan tewas dalam serangan yang terjadi di Moskow pada hari Selasa (17/12). Serangan ini diklaim oleh Kyiv sebagai tindakan yang menargetkan tokoh militer senior Rusia di tengah berlangsungnya kampanye Kremlin di Ukraina. "Igor Kirillov tewas bersama seorang asistennya ketika sebuah bom atau alat peledak yang dipasang pada skuter meledak di luar sebuah gedung apartemen di tenggara Moskow," ungkap pejabat Rusia dan Ukraina seperti dilansir dari AFP pada Rabu (16/12/2024).
Serangan ini terjadi di kawasan permukiman di ibu kota, hanya sehari setelah Presiden Vladimir Putin mengklaim keberhasilan pasukannya di Ukraina, hampir tiga tahun setelah invasi Kremlin ke negara tetangganya yang pro-Barat. Kirillov, yang berusia 54 tahun, menjabat sebagai kepala unit senjata kimia, biologi, dan radiologi di tentara Rusia, dan baru-baru ini dikenakan sanksi oleh Inggris karena dugaan penggunaan senjata kimia di Ukraina. Sumber dari dinas keamanan SBU Ukraina menyatakan kepada AFP bahwa mereka bertanggung jawab atas ledakan tersebut dalam apa yang mereka sebut sebagai "operasi khusus", dengan menyebut Kirillov sebagai "penjahat perang".
Komite Investigasi Rusia mengkonfirmasi bahwa "alat peledak yang ditanam di skuter yang diparkir di dekat pintu masuk gedung perumahan diaktifkan pada pagi hari tanggal 17 Desember di Jalan Ryazansky di Moskow". Ledakan tersebut merusak beberapa jendela gedung dan menyebabkan kerusakan parah pada pintu depan, menurut laporan seorang jurnalis AFP yang berada di lokasi kejadian. Pihak berwenang Rusia saat ini sedang menyelidiki serangan ini sebagai tindakan "terorisme". Namun, sumber dari SBU menegaskan kepada AFP: "Kirillov adalah penjahat perang dan target yang sah, karena ia memerintahkan penggunaan senjata kimia terlarang terhadap militer Ukraina."
"Akhir yang begitu memalukan menanti semua orang yang membunuh warga Ukraina. Pembalasan atas kejahatan perang tidak dapat dihindari," tambah sumber tersebut.
Sekutu Barat memiliki kekuatan yang terletak pada kaki dan tangan mereka
Maria Zakkharova, juru bicara kementerian luar negeri Rusia, menuduh bahwa sekutu Ukraina telah menyetujui "kejahatan perang" dengan tetap diam mengenai insiden pembunuhan tersebut atau bahkan menunjukkan dukungan terhadap serangan tersebut. Ia menyatakan, "Semua orang yang menyambut serangan teroris atau sengaja membungkamnya adalah kaki tangan," melalui media sosial, sambil menuduh negara-negara Barat meningkatkan "persetujuan atas kejahatan perang oleh para pejuang rezim Kyiv".
Di sisi lain, mantan presiden Dmitry Medvedev berpendapat bahwa Rusia harus melakukan segala upaya untuk "menghancurkan" kepemimpinan politik dan militer Ukraina yang bertanggung jawab atas serangan tersebut. AFP tidak dapat mengonfirmasi keaslian rekaman video yang dibagikan oleh sumber SBU, yang menunjukkan sebuah skuter meledak beberapa detik setelah dua pria meninggalkan sebuah gedung perumahan. Menurut warga setempat, mereka awalnya mengira suara keras yang terdengar berasal dari proyek konstruksi di dekat lokasi.
Salah satu mahasiswa bernama Mikhail Mashkov, yang tinggal di gedung sebelah, mengungkapkan bahwa ia terbangun oleh "suara ledakan yang sangat keras" dan mengira "sesuatu jatuh di lokasi konstruksi" sebelum ia melihat ke luar jendela. Kejadian ini menimbulkan ketegangan di antara masyarakat setempat, yang merasa terancam oleh situasi yang semakin memburuk.
Serangan di Moskow tidak sering terjadi
Pembunuhan pernah terjadi di Rusia sebelumnya, namun serangan di Moskow—yang sering terasa jauh dari pertempuran di Ukraina—sangat jarang. Sasaran serangan sebelumnya mencakup penulis nasionalis Darya Dugina, yang tewas akibat serangan bom mobil di luar Moskow pada tahun 2022, serta koresponden militer pro-konflik Maxim Fomin, yang dibunuh di sebuah kafe di Saint Petersburg pada tahun 2023. Kirillov, pejabat militer Rusia paling senior yang terbunuh, menjabat sejak 2017. Sebelum kematiannya, Kyiv telah mendakwa Kirillov secara in absentia atas tuduhan "kejahatan perang" terhadap Ukraina.
Pada hari Senin (16/12), Dinas Keamanan SBU Ukraina melaporkan bahwa mereka telah mendokumentasikan lebih dari 4.800 kasus penggunaan amunisi kimia oleh Rusia sejak konflik dimulai pada Februari 2022. Benarkan Rusia Pakai Zat Kimia ke Ukraina? Inggris dan Amerika Serikat menuduh Rusia menggunakan zat beracun chloropicrin, yang merupakan zat pencekik yang digunakan secara luas dalam Perang Dunia I, dan melanggar Konvensi Senjata Kimia (CWC). Pada hari Selasa (17/12), juru bicara Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyatakan bahwa London "tidak akan berduka" atas kematian Kirillov, karena ia dianggap telah "memaksakan penderitaan dan kematian kepada rakyat Ukraina".
Seorang pejabat AS yang berbicara tanpa menyebutkan nama mengungkapkan bahwa "AS tidak mengetahui operasi tersebut sebelumnya dan kami tidak mendukung atau memungkinkan kegiatan semacam ini". Juru bicara Gedung Putih, John Kirby, sebelumnya menyatakan kepada CNN bahwa "tidak diragukan lagi" militer Rusia telah "menggunakan senjata kimia dan agen lainnya untuk membunuh, melukai, dan menyakiti rakyat Ukraina serta tentara Ukraina". Rusia membantah memiliki persenjataan kimia militer. Dalam pengarahan yang disiarkan televisi, Kirillov sering menuduh Kyiv dan Barat menjalankan jaringan rahasia laboratorium biologi yang mengembangkan agen kimia terlarang di seluruh Ukraina, klaim yang ditolak oleh Barat serta organisasi pemeriksa fakta independen.