Wacana Presiden Dipilih MPR: Demokrat Tak Setuju, Golkar Bilang Peluang Tertutup
Partai politik memberikan suaranya mengenai wacana Presiden dipilih MPR.
Ketua Fraksi Golkar DPR RI Sarmuji mengatakan peluang pemilihan presiden dipilih oleh Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) tertutup kecuali UUD 1945 diamandemen. Wacana Presiden dipilih MPR ini diungkapkan oleh anggota DPR Fraksi PKB Ida Fauziyah.
"Untuk Presiden sudah termaktub dalam UUD NRI 1945. Jadi peluang untuk dipilih MPR lagi tertutup kecuali ada amandemen UUD. Tanpa amandemen pemilihan melalui MPR tidak dimungkinkan lagi," kata Sarmuji saat dihubungi merdeka.com, Rabu (18/12).
Meski begitu, Sarmuji mengakui wacana amandemen UUD 1946 sebenarnya sudah lama muncul. Namun, amandemen dilakukan terbatas tanpa menyinggung Pemilihan Presiden (Pilpres).
"Wacana amandemen UUD sudah lama, tapi belum pernah menyinggung sistem Pemilu presiden," ujarnya.
Anggota DPR RI Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan mengaku tidak setuju dengan munculnya wacana tersebut. Namun, dia tak mempermasalahkan bila ada aspirasi mengenai wacana tersebut.
"Kemunduran demokrasi. Apa yang hari ini kita lakoni adalah amanah reformasi. Kalau ada yang kurang sana sini pelaksanaannya, itu yang kita benahi dan perbaiki," ujar Hinca.
"Karena ini bagian dari demokrasi, merdeka menyampaikan pandangan dan pendapat, pikiran beliau kita hormati. Tapi kita berbeda pandangan. saya tak setuju," pungkasnya.
Wacana Presiden Dipilih MPR
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB Ida Fauziyah mengungkapkan, muncul aspirasi masyarakat agar Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR) kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
Selain itu, kata Ida, ada pula usulan agar MPR memiliki kewenangan memilih Presiden dan menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Aspirasi dari masyarakat Jakarta ini yang kemudian akan menjadi catatan dan akan saya sampaikan ke Parlemen," kata Ida saat kunjungan kerja ke daerah pemilihan di Daerah Khusus Jakarta (DKJ) II, Selasa (17/12).
Selain itu, Ida juga menyoroti mahalnya biaya politik di Indonesia memicu kekhawatiran masyarakat. Mereka khawatir jika biaya politik tinggi maka para pejabat publik yang terpilih akan melakukan korupsi demi mengembalikan modal politik saat pemilihan umum (Pemilu).
Dalam dialog dengan warga, kata Ida, mereka menyampaikan kekhawatiran tingginya angka korupsi pejabat publik karena biaya politik mahal.
"Masyarakat khawatir kalau biaya politik tinggi maka korupsi juga akan tinggi," kata Ida.
Mantan Menaker ini menyampaikan aspirasi dari masyarakat ini, sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo yang akan memperbaiki Pilkada melalui DPRD sehingga dapat menghemat anggaran negara.
Dia berujar, sistem pemilihan langsung dianggap terlalu mahal dan menjadi beban dalam proses demokrasi di Indonesia. Padahal, anggaran tersebut menurut Presiden, dapat digunakan untuk hal yang lebih produktif. Misalnya membantu gizi anak-anak hingga pembangunan infrastuktur dasar.